Mohon tunggu...
Baskoro GiliYuwono
Baskoro GiliYuwono Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

"Rerum Cognoscere Causas" - LSE

Selanjutnya

Tutup

Money

Langkah Historis yang Ditempuh Bank Indonesia dalam Menghadapi Covid-19

22 November 2020   15:30 Diperbarui: 23 November 2020   07:20 73
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Pandemi COVID-19 adalah kasus baru dan langka yang tidak setiap tahun terjadi, maka dari itu perlu pengawasan ekstra dan upaya yang ekstraordinary untuk mengatasinya. 

Berbagai bauran kebijakan fiskal, moneter, dan otoritas terkait dikeluarkan dalam skala besar dan pemantauannya dilakukan secara rutin agar kondisi perekonomian yang normal segera terwujudkan. Termasuk Bank Indonesia sebagai otoritas moneter dan keuangan selama ini telah melakukan upaya untuk mengatasi krisis perekonomian yang terjadi di masa pandemi. Berikut merupakan review langkah konkrit kebijakan Bank Indonesia secara historis setiap bulannya, beserta kondisi perekonomian yang ada pada saat itu berdasarkan data pada ruang media Bi.go.id :

MARET

Nilai rupiah pada perdagangan 31 Maret 2020 mencapai sekitar Rp 16.350 per dollar Amerika Serikat. Untuk menstabilkan nilai rupiah, BI melakukan kebijakan triple intervention dengan membeli SBN di pasar sekunder mencapai Rp168,2 Triliun (ytd). 

Sudah mulai terjadi inflow modal asing di akhir bulan maret pada Lelang SBN Kementerian Keuangan sebesar Rp 22,2 Triliun yang dimenangkan dari target semula yaitu Rp 15 Triliun dan dari penawaran yang masuk sebesar Rp 35,15 Triliun. Hal ini menunjukkan bahwa minat investor terhadap investasi portofilio masih tinggi. 

Namun aliran investasi secara tahunan mengalami net outflow sebesar Rp 145,1 Triliun. Sebagian besar outflow terjadi di periode pandemi Covid-19 sejak 20 Januri 2020 – 30 Maret 2020. Sementara itu stabilitas sistem keuangan masih terjaga jika dilihat dari rasio kecukupan modal (CAR) perbankan Januri 2020 sebesar 23,3% dan dengan rasio Non Performing Loans yang tetap rendah yakni 2,77% (gdoss) dan 1,08% (net).

Inflasi pada bulan maret lebih rendah daripada bulan februari, pada minggu keempat inflasi diperkirakan sebesar 0,13% (month-to-month). Secara tahun kalender sebesar 0,80% dan secara tahunan sebesar 3,00% (yoy).

Posisi cadangan devisa Indonesia turun menjadi 121,0 Miliar dolar AS, lebih rendah daripada Februari yang sebelumnya mencapai 130,4 Miliar dilar AS. Penurunan devisa ini dipengaruhi oleh pembayaran urang luar negeri pemerintah sekitar 2 miliar dolar AS dan stabilisasi nilai tukar rupiah sebesar 7 miliar dolar AS. Penurunan suku bunga kebijakan yangmendekati 0% oleh The Fed berbarengan dengan injeksi liquiditas dan relaksasi kebijakan oleh ECB mampu meredakan kepanikan di pasar global dan meningkatkan indikator-indikator keuangan secara global.

Bank Indonesia menjamin ketersediaan uang layak edar yang higienis, dan mendorong transaksi pembayaran non-tunai dengan memperpanjang merchant discount rate (MDR) sebesar 0% untuk QRIS sampai September 2020. Lebih lanjut Bank Indonesia telah menginjeksi likuiditas hampir sebesar Rp 300 Triliun (ytd).

APRIL

17 April 2020 Nilai tukar rupiah bergerak sekitar Rp 15.480 – Rp 15.515. Nilai rupiah terus menguat dikarenakan secara fundamental nilai tukar Rupiah masih undervalued didukung oleh inflasi yang rendah yang diprakirakan sekitar 0,22% (mtm) atau 2,82% (yoy). Tercatat bahwa Inflasi pada saat Ramdhan dan Idul Fitri lebih rendah secara historis tahun ke tahun dikarenakan rendahnya permintaan yang dipengaruhi oleh pembatasan sosial dikala pandemi dan masa panen pada Bulan April dan Mei cukup untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. 

Defisit transaksi berjalan triwulan pertama 2020 lebih rendah dari 1,5% PDB. Hal ini terjadi karena penurunan ekspor akibat perlambatan permintaan dunia, terganggunya supply cain dan serta rendahnya harga komoditas global di masa COVID-19. Meskipun begitu neraca perdagangan Indonesia surplus pada triwulan-I sebesar 2,62 miliar dolar AS yang disebabkan oleh besarnya penurunan Impor.

Cadangan devisa pada akhir bulan April meningkat sebesar 127,9 miliar dolar AS jika dibandingkan dengan akhir Maret yang sebesar 121,0 miliar dolar AS. Hal ini terjadi karena penerbitan global bond senilai 4,3 miliar dolar AS oleh Pemerintah. Penerimaan devisa pariwisata terjadi penurunan yang jauh lebih rendah yaitu 3,6 miliar dolar AS dari perkiraan sebelumnya karena hanya memperhitungkan penurunan devisa dari sisi jumlah wisatawan asing yang masuk. Namun nyatanya terjadi travel ban ke luar negeri sehingga mengurangi penggunaan devisa dari wisatawan nusantara yang tidak jadi keluar negeri.

Dengan melihat kondisi ini Bank Indonesia tetap mempertahankan suku bunga acuan (BI-7DRRR) denga pertimbanan bahwa suku bunga telah diturunkan sebanyak 2 kali. Untuk mendorong pertumbuhan ekonomi maka  Bank Indonesua melakukan quantitative easing, relaksasi kebijakan makroprudensial, dan akselerasi sistem pembayaran digital. 

Bank Indonesia telah mencapai kesepakatan kerja sama repurchase agreement lune (repo line) dengan The Federal Reserve Bank senilai 60 miliar dolar, Bank for International Settlements 2,5 miliar dolar AS, Monetary Aithority of Singapore 3 miliar dolar AS dan bank sentral lain senilai 500juta – 1 miliar dolar AS. Hal ini dimaksudkan untuk digunakan sewaktu-waktu dalam menambah likuiditas dolar AS, meskipun tidak akan menambah cadangan devisa.

Kemudian BI menegaskan kembali bahwa kewenangan bagi BI untuk membeli SBN (SUN/SBSN) jangka panjang di pasar perdana bukan sebagai bail-out namun sebagai “last resort” untuk membantu pemerintah dalam menangani pembiayaan penanganan dampak penyebaran COVID-19.

MEI

28 Mei 2020 nilai tukar rupiah stabil pada level Rp 14.600 per dollar AS. Kondisi nilai tukar ini masih undervalued dan belum menguat ke titik fundamentalnya. Pergerakan nilai tukar rupiah masih akan meningkat lagi jika dilihat dari faktor fundamentalnya yaitu inflasi yang masih rendah terkendali sebesar 0,09% (mtm) atau 2,21% (yty). Rendahnya inflasi terjadi karena penurunannya permintaan masyarakat bersamaan dengan penurunannya pendapatan, dan rendahnya harga komoditas global yang mempengaruhi harga barang impor (imported inflation). Defisit transaksi berjalan yang terus menurun mencapai 3,9 miliar AS atau 1,4% dari PDB, jauh lebih rendah jika dibandingkan dengan devisit pada triwulan sebelumnya tairu 8,1 miliar dolar AS. 

Penurunan defisit neraca berjalan dipengaruhi oleh penurunan defisit pada jasa transportasi karena berkurangnya kunjungan wisatawan mancanegara ke Indonesia. Permintaan domestik yang melambat mempengaruhi penurunan Impor dan mengurangi dampak penurunan ekspor akibat kontraksi ekonomi dunia. Pergerakan nilai tukar rupiah jangka pendek dipengaruhi oleh pernyataan board members The Fed yang menyampaikan bahwa ekonomi AS akan membaik pada semester II 2020. Beberapa sentimen negatif yang dapat mempengaruhi rupiah seperti ketegangan hubungan antara AS dengan Tiongkong, Korea Utara dengan Korea Selatan.

Inflow modal asing tercatat sebesar Rp 6,15 triliun pada minggu II Mei 2020, meningkat jika dibandingkan dengan I Mei 2020 yang hanya sebesar Rp. 2,97 triliun. Namun di sisi lain, saham masih mencatat outflow sebesar Rp 2,72 triliun.  Pertumbuhan ekonomi pada triwulan-! 2020 tercatat 2,97% (yoy). Konsumsi rumah tangga tercarar 2,84% (yoy), Investasi tumbuh melambat sebesar 1,7%. Untuk menahan turunnya permintaan domestik maka pemerintah merespon melalui konsumsi yang tumbuh 2,74% (yoy).

Pada bulan ini, Bank Indonesia memperkuat likuiditas perbankan dengan menaikkan Rasio Penyangga Likuiditas Makroprdensial sebesar 200 bps melalui pembelian SUN/SBSN yang diterbitkan oleh pemerintah di pasar perdana. 

Quantitative Easing dengan injeksi liquiditas ke perbankan dengan jumlah total mencapai sekitar Tp 583,5 triliun, melalui pembelian SBN, repo, penurunan GWM, FX Swap, dan tidak mewajibkan tambahan giro bagi yang tidak memenuhi RIM. Quantitative Easing ini akan berdampak kepada sektor rill sejalan dengan dukungan dari stimulus fiskal (jaring pengaman sosial, insentif industri, KUR, dan lainnya). Pembelian SBN oleh Bank Indonesia di pasar perdana sebesar 23,98 triliun dan di pasar sekunder sebesar Rp 166,21 triliun untuk stabilisasi pasar. Posisi kepemilikan SBN oleh BI per 26 Mei 2020 sebesar Rp443,48 triliun.

JUNI

Berdasarkan Survei Pemantauan Harga pada minggu I Juni 2020, inflasi Juni 2020 diperkirakan sebesar 0,04% (mtm) dan secara tahunan sebesar 1,81% (yoy), lebih rendah dari inflasi bulan lalu. Inflasi yang rendah terus terjadi karena penurunan permintaan masyarakat akibat PSBB dan penurunan pendapatan tidak segera mereda. Aliran masuk modal asing (inflow neto) sebesar Rp 7,01 triliun pada minggu I bulan Juni 2020. Peningkatan ini terjadi sejak minggu ke 2 Mei 2020 seterusnya sampai minggu I Juni 2020.

Dengan Inflasi yang rendah, defisit yang rendah, Nilai tukar rupiah tembus di bawah Rp. 14.000 per dolar AS dan dinyatakan masih undervalued. Oleh karena itu nilai rupiah akan terus meningkat pada hari atau bulan selanjutnya. Pada awal bulan Juni kebijakan yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia adalah dengan melakukan pembelian SUN sebesar Rp 2,09 triliun.

KESIMPULAN

Berdasarkan Outlook perekonomian pada bulan maret sampai dengan awal bulan Juni 2020, dapat dikatakan bahwa secara garis besar kondisi perekonomian mengalami penurunan dikarenakan COVID-19.

 Penurunan pertumbuhan ekonomi ini dipicu oleh menurunnya permintaan domestik atas barang dan jasa karena kewajiban untuk melaksanakan pembatasan sosial (social distancing, PSBB, physical distancing). Turunnya permintaan bersamaan dengan turunnya Ekspor karena perlambatan permintaan dunia, terganggunya supply cain dan serta rendahnya harga komoditas global. 

Turunnya ekspor juga diikuti oleh impor yang semakin menurun sehingga terjadi surplus pada neraca perdagangan. Penerimaan devisa pariwisata mengalami penurunan karena berkurangnya wisatawan mancanegara yang berkunjung ke Indonesia. Selain itu travel ban ke luar negeri mengurangi penggunaan devisa dari wisatawan nusantara yang tidak jadi keluar negeri.

Di sisi lain, nilai tukar rupiah terus mengalami peningkatan karena masih dinyatakan undervalued dari nilai fundamentalnya. Peningkatan ini disebabkan oleh rendahnya inflasi, dan defisit neraca berjalan. Untuk menstabilkan nilai tukar rupiah, perbankan melakukan quantitative easing dengan membeli SUN (SBN/SBSN) di pasar perdana sebagai “last resort”, injeksi liquiditas, repo, penurunan GWM, dan FX Swap. Untuk memompa kegiatan perekonomian dan menahan turunnya permintaan, Bank Indonesia menurunkan tingkat suku bunga BI-7DRRR dan mendorong transaksi non-tunai (digital) dengan memperpanjang Merchant Discount Rate (MRD) sebesar 0% untuk QRIS.

Sebagai tambahan, kondisi ekstraordinary COVID-19 dapat dilihat pada saat bulan maret-april inflasi berada pada tingkat yang rendah. Padahal bulan ini merupakan bulan Ramadhan dan Idul Fitri, yang secara historis inflasi pada momentum ini biasanya tinggi karena terjadinya permintaan masyarakat (demand pull inflation) utamanya menjelang Idul Fitri.

Sumber : https://www.bi.go.id

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun