Konsep Politik dalam Pandangan Al-Farabi
Interpretasi dari Konsep Politik Plato dan Aristoteles
1. Pengantar
Al-Farabi merupakan salah satu tokoh filsuf Islam. Salah satu sumbangan pemikiran  dari Al-Farabi tentang konsep politik atau kepemimpinan yang ideal, terdapat dalam bukunya berjudul al-Madinah al-fadhilah.[1] Dalam bukunya itu fokus pembahasannya adalah bagaimana cara kepemimpinan yang akan mengarahkan warganya atau masyarakatnya kepada kebahagiaan. Melalui pemikirannya Al-Farabi memberikan kriteria-kriteria pemimpin yang ideal agar masyarakat dapat mencapai kebahagiaan. Konsepnya ini dipresentasikan dari pemikiran Plato dan Aristotels tentang negara yang ideal.[2]
Â
2. Pandangan Politik Plato dan Politik Aristoteles
Â
A. Konsep Politik Plato
Â
Konsep Negara ideal oleh Plato di tulis dalam bukunya yang berjudul Republica. Dalam bukunya itu Plato menguraikan dan menyajikan struktur negara yang ideal.[3] Plato juga membagi tiga golongan masyarakat dalam konsepnya tentang negara yang ideal. Tiga golongan itu adalah golongan atas, golongan menengah dan yang terakhir adalah golongan bawah.[4]
Â
Golongan atas terdiri dari golongan para filsuf, golongan inilah yang diberi kepercayaan memimpin Negara; Golongan menengah yang terdiri dari para pembantu dan atau para prajurit, mereka bertugas menjamin keamanan dan mengawasi Negara; Terakhir golongan bawah adalah mereka yang temasuk para petani dan para tukang, yang bertugas menopong kehidupan ekonomi bagi seluruh negara.[5]
Â
B. Konsep Politik Aristoteles
Â
Negara ideal dari Aristoteles merupakan negara yang paling berdaulat, yang berarti  sebuah Negara itu memiliki batasan kekuasaan yang dibatasi oleh adanya hukum. Adanya Negara menurut Aristoteles yaitu untuk menyejahterakan semua penduduk atau rakyatnya bukan untuk kesejahteraan individu.[6] Selain itu, menurut pendapat Aristoteles bahwa yang mendirikan negara adalah dermawan besar, sebab tanpa adanya hukum maka menjadikan manusia sebagai makhluk paling ganas, demikian juga dengan keberadaan hukum yang tergantung pada Negara. Negara bukanlah masyarakat yang bertujuan sekedar pertukaran dan mencegah kejahatan. "Tujuan negara adalah kehidupan yang baik."[7]
Â
3. Penafsiran Al-Farabi Terhadap Konsep Politik Plato Dan Aristoteles
Â
Al-Farabi seorang filsuf islam yang dalam mengungkapkan pandangannya tentang politik tidak terlepas dari pengaruh Yunani yaitu Plato dan Aristoteles. Pemikiran tentang konsep Negara oleh Plato dan Aristoteles oleh Al-Farabi dianalisis yang menjadikannya sebuah syarat untuk pemimpin Negara atau kota. Analisis yang mendalam dari Al-Farabi mengenai konsep politik dari Plato maupun Aristoteles menghasilkan suatu kebajikan yang menjadikan persyaratan yang harus ada sebagai seorang pemimpin baik negara maupun kota. Kebajikan yang dimaksud oleh Al-Farabi adalah berupa kedamaian, keadilan penghormatan dan masih banyak lagi yang menyangkut hal-hal baik. Inilah yang mendasari tujuan dari konsep Al-Farabi, yaitu kebahagian yang tidak menyangkut matrial saja, tetapi juga yang rohani.[8]
Â
Oleh karena itu kesimpulan dari hasil analisis dari poloitk Plato dan Aristoteles bahwasannya kepempinan dapat tumbuh yang diakibatkan oleh keahlian dan pembawaan yang bisa mengarahkan orang untuk menegakkan nilai-nilai etis.
Â
4. Konsep Negara Menurut Al-Farabi
Â
 Dalam karyanya, Al-Farabi juga membagi negara berdasaarkan empat macam. Pertama adalah pemerintahan yang menegakkan tindakan-tindakan sadar, cara hidup, disposisi yang dapat membuat kebahagian itu tercapai. Pemerintahan yang seperti ini adalah bangsa yang tunduk pada pemerintah. Inilah negara ideal atau utama.[9]Â
Â
Kedua, adalah pemerintahan yang menegakkan sesuatu yang di asumsikan sebagai kebahagian padahal bukan. Pemerintahan yang bentuknya beraneka ragam. Bila pemerintahannya yang dikejar adalah kehormatan maka pemerintahnnya disebut dengan pemerintahan timokrasi. Inilah pemerintahan jahiliyyah.[10] Ketiga, adalah Negara fasiq, ciri dari negara ini yaitu memiliki pemerintahan yang tau dan paham tentang kebahagian sejati yang nantinya akan membawa pada kebahagian. Namun mereka menolak akan hal itu. Keempat adalah Negara sesat, para pemerintah atau warganya memiliki pandangan yang salah tentang hal-hal yang membawa mereka pada kebahagian sejati.[11]
Â
Â
5. Kritik Terhadap Konsep Politik Al-Farabi
Â
Pemikiran Al-Farabi tentang politik yang sangat penting terdapat pada bukunya al-Madinah al-fadhilah. Dituliskan bahwa yang paling penting dan utama adalah kepala, baru setelah itu baawahan-bawahannya akan mengikuti. Dalam segala aspek kehidupan ini, kita tidaklah akan lepas dari namanya memimpin dan dipimpin. Hal tersebut merupakan konsekuensi diri kita yang tidak bisa hidup sendiri. Dalam hidup bersama pastilah perlu aturan untuk mengatur ketertiban bersama dan juga sangat diperlukan seorang pemimpin untuk membantu dan menuntun serta berjalan bersama untuk mencapai tujuan tersebut.
Â
Al-Farabi dalam konsepnya ini secara tidak langsung ingin mengatakan bahwa menjadi pemimpin itu harus bisa memiliki pengetahuan dan pemikiran yang visioner, memiliki etikadan moral yang baik, dan serta mampu bekerja sama dalam bentuk tim(bersama) atau juga secara individu.
Â
   Namun sangat disayangkan tentang pemikiran Al-Farabi dalam perpolitikan masih terdapat kekurangan. Al-Farabi hanya membahas cara atau kriteria untuk menjaadi pemimpin yang ideal. Al-Farabi dalam pemikirannya tidak mengungkapkan atau membahas periodesasi dari kepemimpinan yang tentunya hal ini sangat penting dalam membangun sebuah Negara atau kepimpinan yang ideal. Negara kita ini pernah jatuh karena ketidak jelasan periodesasi kepemimpinan. Hal ini terjadi pada saat pemerintahan soeharto yang menjabat sebagai presiden Indonesia selama kirang lebih 32 tahun. Hal ini sudah tidak lagi menjadi hal yang ideal. Karena dalam pemerintahannya sudah tidak mementingkan tindakan etika dan moral. Praktik KKN (Kolusi, Korupsi, dan Nepotisme) sangat mudah dijumpai.
Â
   Apakah hal tersebut dapat menuntun pada kebahagian sejati? Tentu saja tidak. Dalam konteks tersebut pemimpinnya hanya bisa membawa kebahagian sebatas kebahagiaan material saja, sedangkan secara spiritual tidak akan mungkin tercapai. Padahal jika ditinjau dari konsep kebahagian sejati menurut Al-Farabi harus sampai pada kebahagiaan material dan spiritual yang akan mengarah pada kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Tidak adanya sistem periodisasi inilah salah satu kekurangan dari konsep politk Al-Farabi yang dapat saya temukan. Dan saya yakin masih ada lagi kekurangan dalam konsep ini.
Â
6. PenutupÂ
Â
Al-Farabi sebagai salah satu filsuf islam telah menyumbangkan pemikirannya dalam hal politik yang ideal, terutama dalam menjadi pemimpin yang bisa mengarahkan dan menuntun rakyat atau pengikutnya kepada kebahagian yang sejati. Oleh karena itu apa yang telah menjadi syarat atau kriteria menjadi pemimpin yang ideal perlu dipraktikan, terutama bagi saya yang adalah calon gembala umat Allah, yang hendaknya mampu membawa umat Allah untuk mencapai kebahagian yang sejati.
Â
Â
DAFTAR PUSTAKA
Â
Azhar, Muhammad. filsafat politik: perbandingan antara islam dan barat. Jakarta: RajaGraFindo Persada, 1996.
Â
Bertens, K. Sejarah Filsafat Yunani. Yogyakarta: Kanisius, 2018.
Â
Jon McGinnis dan David C. Reisman. Filsafat. Cambridge: Hackett Publishing Company, Inc,2007.
Â
Russell, Bertrand. Sejarah Filsafat Barat. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007.
Â
Suleimenov, "The Philosophical Basis of Al-Farabi's Concept of 'Virtuous City,'" in Acta Baltica Vol. VII, No. 3, pp. 147-157.
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H