"Terusss.....?" celetuk mahasiswa itu penasaran, "Maksud Mbok?"
"Siapa ndak senang terang seperti siang hari. Tapi itu justru membuat mbok gelisah betul. Lampu itu bukan untuk jualan, tapi untuk orang lewat. Untuk keamanan lingkungan. Bisa terang pakai uang negara yang tentunya uang rakyat juga. Mbok tidak ingin korupsi dengan memanfaatkan milik negara dengan berjualan memakai terangnya lampu itu. Lampu itu kan orang banyak yang bayar. Makanya Mbok tetap pakai templok!"
Kontan saja mahasiswa-mahasiswa itu tertawa lebar. Namun pada akhirnya mereka sangat kagum pada Mbok Sangreh. Perempuan Sangreh itu benar-benar perempuan teladan yang tersembunyi. Patut dijadikan cermin kehidupan ditengah jaman sekarang. Jaman dimana banyak pemimpin tidak berakhalak, tertangkap korupsi malah tersenyum tanpa salah, banyak pemimpin terkena polusi budaya korupsi dan tidak sedikit yang sudah dikrangkeng seperti berukdiWonokromo atau Ragunan atau Gembiraloka. Namun mbok sangreh benar-benar manusia langka yang jiwanya masih bersih. Hanya takut dibilang korupsi, pakai lampu umum fasilitas negara saja ia tidak mau. Seandainya para pemimpin sekarang meneladani Mbok Sangreh, pasti korupsi tidak akan terjadi, kemerdekaan benar-benar terpatri, jiwa raga pahlawan tidak sia-sia dan tidak ada prestasi rendah. Perlu kiranya figur-figur bangsa ini memiliki jiwa seperti Mbok Sangreh!
"Mbok Sangreh?," ucap salah seorang mahasiswa yang sejak awal hanya menjadi penyaksi, "Berapa harga kacang sampeyan kalau ditebas?"
"Lho, mau nebas? Jangan Le! Beli saja berapa? Kalau ditebas....."
"Lho, kenapa Mbok? Kan cepat habis. Cepat dapat uang!" celetuk temannya yang lain.
"Mbok senang kalian nebas. Dagangan mbok cepat habis. Cepat dapat uang dan cepat pulang. Tapi, mbok banyak langganan yang nanti mau beli, kalau mbok jual semua, kasihan yang biasa mampir, nak!"
Sekali lagi mereka tertawa derai. Kali ini mereka menilai mbok sangreh lebih aneh. Masa kacangnya mau ditebas merasa keberatan. Sungguh tidak rasional. Teori ekonomi apalagi itu?! Seumur-umur tidak ada pedagang yang keberatan jualannya di beli semua. Bukannya orang berjualan ingin cepat habis?
Mahasiswa itu segera menyodorkan uang lima puluh ribuan.
Mbok sangreh menggeleng-geleng. Benar-benar diluar dugaan ia menolak pembeli sangrehnya. Ucapnya tandas: "Mbok tidak ingin kalian yang biasa beli contongan langsung beli tebasan. Apapun alasannya, cara kalian salah. Menebas pada saat sekarang ini pasti karena terpaksa! Bukan murni niat membeli"
"Lho, saya tidak terpaksa, Mbok. Bener!"