Di hari libur seperti ini, turut terjun membantu istri memang sudah menjadi kebiasaan. Kan enak tuh istri memainkan spatula di atas kompor, suami yang mengiris bawang. Bisa ikut terharu karena pedisnya bawang, hahaha.
Bagi yang sudah terbiasa sejak kecil sih tidak masalah lagi. Apalagi bagi yang saat sekolah dulu numpang hidup di rumah keluarga. Kemungkinan sudah menjadi kebiasaan mencuci baju dan membersihkan rumah.
 Saya juga pernah merasakannya. Kan malu kalau baju dicucikan orang lain. Sesekali juga bantu mencuci piring. Apalagi soal menyapu halaman rumah, itu sudah menjadi kewajiban.
Saya mengakui, sesekali atau bahkan beberapa kali muncul bisikan di kepala bilang begini : "Kamu itu raja di rumah, sudah menjadi tugasmu mencari nafkah. Kok masih mau turun tangan di rumah." Alamak.Â
Tapi jika keseringan membantu istri di rumah itu bakal lebih gimana-gitu. Setidaknya itu yang saya lihat pada beberapa kawan yang rajin masak di rumahnya.Â
Mungkin saya belum bisa seperti Almarhum Bapak yang pandai memasak di rumah. Meracik bumbu. Apalagi menu ikan bakar dengan sambal pedas dabu-dabu. Mmmmm. Maknyus lah.
Dan itu selalu menjadi pemandangan lazim setiap hari Ahad. Bapak berbelanja ke pasar. Kemudian membersihkan ikan. Membakarnya. Terus membuat sambal super pedas. Alamak, air liur saya menetes.Â
Kalau dipikir-pikir, apa susahnya bagi suami untuk menekan tombol "start" pada mesin cuci? Atau mencuci piring sendiri di westafel setelah makan? Atau menyetrika pakaian dikala istri sibuk mengurus anak?
Sayangnya, istri saya yang selalu ingin bagian itu, harus dia yang menyetrika baju. Hehehe.
Masih ada satu pekerjaan rumah yang saya masukkan kategori berat : Melipat pakaian yang selesai dicuci. Nggak percaya? Coba deh lakukan. Hehehe.
Ada tips dari seorang kawan. Kalau ingin melihat istri tersenyum saat melipat baju, coba simpan uang kertas warna biru atau merah di saku baju/celana. Â Biasanya itu akan terdeteksi saat dicuci atau dilipat. Lakukan sesering mungkin. Hehehe.