Siapa bilang pekerjaan rumah tangga itu hanya tugas istri?Â
Sejak bangun pagi, beberes rumah. Dimulai dari membersihkan tempat tidur. Meluas lagi seluruh kamar. Lalu melangkah ke ruangan lainnya. Tidak berhenti di situ, pekarangan pun memerlukan belaian sapu lidi, asiap.Â
Tunggu dulu. Setelah bersih-bersih rumah, lanjut ke bagian dapur. Ini urusan perut. Sedikit berbahaya jika tak diurus secepat mungkin.Â
Sudah selesai? Tentu saja belum. Masih ada keranjang yang berisi pakaian kotor menunggu dicuci. Untung saja kemajuan teknologi sudah berbaik hati. Ada mesin cuci, cukup tekan ini-itu. Nah, proses menjemur yang masih butuh tenaga ekstra.
Itu baru sekelumit pekerjaan rumah tangga. Dan jika belum sanggup mempekerjakan asisten, tentu itu semua lazimnya dilakukan oleh istri.Â
Terbayang bagaimana lelahnya istri yang kita sayang. Wanita yang dibesarkan orangtuanya, yang mungkin hidup berkecukupan. Lalu kita jadikan pasangan hidup. Dan kita jadikan asisten rumah tangga sendiri? Alamak.
Sudah tak terbilang berapa kali saya mengikuti ceramah agama. Sang Ustad bilang jikalau pekerjaan rumah tangga itu juga tanggung jawab suami. Jika istri melakukannya, maka itu nilai tambah saja di luar kepatuhannya.Â
Dan katanya, suami yang wajib menyiapkan itu semua. Termasuk menyewa seorang asisten rumah tangga jika tak sanggup melakukannya sendiri.
Sebenarnya saya juga ingin melakukannya, apa daya gaji sebagai seorang abdi negara belum bisa menjamin semua itu. Sesekali kita bantu saja istri di rumah. Memasak bersama. Atau minimal tugas saya ini : Belanja kebutuhan di pasar. Itu tugas wajib saya hampir setiap hari.
Soal tugas berbelanja itu, memang bukan lagi perkara baru. Sejak masih di bangku SD, Bapak sudah melatih saya untuk sering ke pasar sore, berbelanja ikan.Â
Bukan itu saja, sejak itu pula saya sering membantu paman berjualan di pasar tradisional. Sehingga terbiasa perkara masuk pasar tradisional. Apalagi soal tawar-menawar harga. Jangan terlalu sadis!
Di hari libur seperti ini, turut terjun membantu istri memang sudah menjadi kebiasaan. Kan enak tuh istri memainkan spatula di atas kompor, suami yang mengiris bawang. Bisa ikut terharu karena pedisnya bawang, hahaha.
Bagi yang sudah terbiasa sejak kecil sih tidak masalah lagi. Apalagi bagi yang saat sekolah dulu numpang hidup di rumah keluarga. Kemungkinan sudah menjadi kebiasaan mencuci baju dan membersihkan rumah.
 Saya juga pernah merasakannya. Kan malu kalau baju dicucikan orang lain. Sesekali juga bantu mencuci piring. Apalagi soal menyapu halaman rumah, itu sudah menjadi kewajiban.
Saya mengakui, sesekali atau bahkan beberapa kali muncul bisikan di kepala bilang begini : "Kamu itu raja di rumah, sudah menjadi tugasmu mencari nafkah. Kok masih mau turun tangan di rumah." Alamak.Â
Tapi jika keseringan membantu istri di rumah itu bakal lebih gimana-gitu. Setidaknya itu yang saya lihat pada beberapa kawan yang rajin masak di rumahnya.Â
Mungkin saya belum bisa seperti Almarhum Bapak yang pandai memasak di rumah. Meracik bumbu. Apalagi menu ikan bakar dengan sambal pedas dabu-dabu. Mmmmm. Maknyus lah.
Dan itu selalu menjadi pemandangan lazim setiap hari Ahad. Bapak berbelanja ke pasar. Kemudian membersihkan ikan. Membakarnya. Terus membuat sambal super pedas. Alamak, air liur saya menetes.Â
Kalau dipikir-pikir, apa susahnya bagi suami untuk menekan tombol "start" pada mesin cuci? Atau mencuci piring sendiri di westafel setelah makan? Atau menyetrika pakaian dikala istri sibuk mengurus anak?
Sayangnya, istri saya yang selalu ingin bagian itu, harus dia yang menyetrika baju. Hehehe.
Masih ada satu pekerjaan rumah yang saya masukkan kategori berat : Melipat pakaian yang selesai dicuci. Nggak percaya? Coba deh lakukan. Hehehe.
Ada tips dari seorang kawan. Kalau ingin melihat istri tersenyum saat melipat baju, coba simpan uang kertas warna biru atau merah di saku baju/celana. Â Biasanya itu akan terdeteksi saat dicuci atau dilipat. Lakukan sesering mungkin. Hehehe.
Jadi, bagaimana denganmu? Saya yakin soal mencuci baju bukan masalah. Apalagi kalau punya tetangga usaha laundry (binatu). Lebih praktis lagi. Dan itu sudah menjadi hal lumrah saat ini. Atau mungkin cuma bagi yang jomlo ya? Hehehe. Maaf.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H