Mohon tunggu...
Very Barus
Very Barus Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Writer, Traveler, Runner, Photo/Videographer, Animal Lover

Mantan jurnalis yang masih cinta dengan dunia tulis menulis. Sudah menelurkan 7 buah buku. Suka traveling dan Mendaki Gunung dan hal-hal yang berbau petualangan. sejak 2021 menyukai dunia lari di usia setengah abad. target bisa Full Marathon. Karena sejatinya hidup adalah sebuah perjalanan, maka berjalannya sejauh mana kaki melangkah. Kamu akan menemukan banyak hal yang membuat pikiran dan wawasanmu berbicara. Saya juga suka mengabadikan perjalan saya lewat visual. Anda bisa menyaksikannya di channel Youtube pribadi saya (www.youtube.com/verybarus). Saya menulis random, apa yang ingin saya tulis maka saya akan menulis. Tidak ada unsur paksaan dari pihak mana pun. Selamat membaca!

Selanjutnya

Tutup

Diary Artikel Utama

Inner Child akan Menghantui Sepanjang Hidup Kita, Benarkah?

23 September 2024   09:46 Diperbarui: 26 September 2024   10:11 194
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dengan keteguhan hati, dia bangkit dan ingin membuktikan pada ibunya bahwa anak yang dulu dia anggap sebagai anak yang tak dianggap justru bisa menjadi anak yang dibanggakan. 

Dengan kesuksesan dalam karirnya, sahabat aku ini malah menjadi tulang punggung keluarga yang bisa membiayai dan menafkahi orangtua dan saudaranya.

"Aku ingin membalas perbuatan ibuku dulu dengan memberikan kasih sayang dan perhatian hingga dia menutup mata." Kata temanku yang mengabdikan jiwa raganya memberikan yang terbaik pada ibunya sampai sang ibu meninggal.

Tapi, alangkah kagetnya aku, Ketika dia Kembali berkisah tentang masa lalunya yang kelam dengan isak tangisnya. Bukankah ibunya sudah meninggal? Bukankan dia sudah meaafkan ibunya?

Tapi, ternyata, meski dia sudah meaafkan, sudah mengampuni bahkan sudah membalas ketidakadilan dengan segala perhatian dan kasih sayang. Namun, kenangan masa kecil tetap membekas dan menempel dalam hatinya.

Dari kisah temanku, aku mencoba berkaca pada masa kecilku. Tentu aku juga punya inner child yang hampir sama dengan temanku itu. Sebagai anak laki-laki yang dibesarkan dari orangtua yang berprofesi sebagai Militer, tentu didikannya sangat keras. Sangat disiplin. Bahkan tidak segan-segan melakukan kekerasan secara fisik dan verbal.

Apakah aku pernah sakit hati pada bapakku? Tentu pernah. Bahkan, masa remajaku penuh kebencian terhadap bapakku. Sempat ingin membunuhnya (meski hanya planning anak kecil yang sedang marah).

foto dokpri
foto dokpri

Inner Child-ku sering mengikuti kehidupanku dengan penuh kebencian. Aku tidak suka sama bapakku. Bahkan, doa yang sering aku panjatkan agar bapakku cepat mati.

Menjadi anak pemberontak dan Ketika berada di luar rumah, aku menjadi rebel. Anak yang ugal-ugalan, mencoba apa saja yang dilarang. Merokok, minum dan drugs.

Sampai akhirnya aku tumbuh dewasa, bekerja dan mulai mengerti arti kehidupan, aku sadar kalau Inner Child itu ada yang positif dan negatif. Tapi, kenapa orang selalu mengingat yang negatifnya saja? Bukan kah yang positif juga ada? Aku pun membalikkan memoriku agar mengingat yang baik dan mengubru inner child yang tidak baik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun