Kegiatan tersebut terus saya lakukan dari tahun ke tahun hingga akhirnya timbul rasa jenuh akan kehidupan hiruk pikuk. Perlahan-lahan saya menjauh dan menghindari ajakan teman untuk menghabiskan pergantian tahun dengan party dan minum-minum.Â
Saya mulai memilih mencari suasana yang jauh dari keramaian yaitu Alam. Ya, entah bagaimana awalnya saya bisa berputar haluan dari anak nongkrong menjadi anak gunung. Beberapa kali pergantian tahun dihabiskan di gunung. Dan terasa sangat nikmat sekali.Â
Ternyata saya memahami kalau kita butuh keheningan untuk melakukan intropeksi diri bukan keramaian. Jika berada di keramaian yang ada kita hanya mencari kenikmatan dan perhatian dari tumpukan orang-orang yang juga haus akan pengakuan.Â
Kalau mengingat masa-masa dimana saya suka akan hiruk pikuk dunia malam kok, rasanya malu, ya? Tapi itulah hidup, semua berproses. Ada yang berproses ke hal yang lebih baik ada yang justru semakin terbuai akan proses tersebut.
Sampai di tahun 2023, saya pun semakin memilih menjauh dari keramaian ketika pergantian tahun tiba. Meski ada beberapa undangan untuk acara pergantian tahun di sbeuah club di Jakarta.Â
Juga ada private party di sebuah apartemen tapi semua saya tolak dengan halus. Justru disaat hitungan jam memasuki tahun 2024, saya memilih pergi ke gereja bersama istri. Entah kenapa ini saya lakukan. Padahal tahun-tahun sebelumnya justru lupa akan "say thanks to God".Â
Memilih pergi ke gunung atau ke tempat yang sepi. Saya menghindari gunung dipergantian tahun karena sudah tidak asyik lagi.Â
Gunung semakin dipadati pendaki-pendaki karbitan yang hanya merusak alam dengan meninggalkan tumpukan sampah seenaknya usai mendaki. Bukannya membaw aturun kembali sampah malah meninggalkan tanpa merasa bersalah.Â
Kali ini gereja menjadi persinggahan terahir di tahun 2023. Kebetulan lagi ada perjamuan kudus dipergantian tahun. Ya, semoga dosa-dosa di tahun 2023 dihapus dengan perjamuan kudus, saat memasuki 2024 kembali suci. (I wish!).