Mohon tunggu...
Very Barus
Very Barus Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Writer, Traveler, Runner, Photo/Videographer, Animal Lover

Mantan jurnalis yang masih cinta dengan dunia tulis menulis. Sudah menelurkan 7 buah buku. Suka traveling dan Mendaki Gunung dan hal-hal yang berbau petualangan. sejak 2021 menyukai dunia lari di usia setengah abad. target bisa Full Marathon. Karena sejatinya hidup adalah sebuah perjalanan, maka berjalannya sejauh mana kaki melangkah. Kamu akan menemukan banyak hal yang membuat pikiran dan wawasanmu berbicara. Saya juga suka mengabadikan perjalan saya lewat visual. Anda bisa menyaksikannya di channel Youtube pribadi saya (www.youtube.com/verybarus). Saya menulis random, apa yang ingin saya tulis maka saya akan menulis. Tidak ada unsur paksaan dari pihak mana pun. Selamat membaca!

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Layang Layang

10 Agustus 2023   13:59 Diperbarui: 10 Agustus 2023   15:13 538
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Setiap kali diajak bermain laying-layang, aku selalu menolak dengan berbagai macam alasan. Lebih baik mendekam di rumah ketimbang harus berpanas-panasan. Belum lagi ocehan nyokap berkumandang jika tahu aku pergi bersama segerombolan anak-anak bermain layang-layang.

Hingga suatu ketika kampungku dihebohkan dengan berita kecelakaan. Seorang anak seusiaku (11 tahun) meninggal dunia gara-gara di tabrak motor saat sedang mengejar layang-layang putus. 

Segerombolan anak-anak kejar-kejaran dijalan raya untuk mendapatkan layang-layang putus yang sedang terbang. Tanpa mereka sadari, pengejaran mereka sampai memasuki jalan yang sedang melaju kendaraan. 

Salah satu dari anak-anak itu terpental dihantam motor yang sedang melaju dengan kecepatan tinggi. Sudah pasti kesalahan ada pada segerombolan anak-anak itu. Mereka tidak memperdulikan keselamatan demi mendapatkan sebuah layang-layang.

Anak kecil itu teman sepermainanku, teman sekolahku juga tetangga dekat rumahku. Kejadian mengenaskan itu juga yang semakin mempertegas orangtuaku melarang aku bermain layang-layang.         

"Kau mau seperti si Polan? Gara-gara layang-layang nyawanya melayang." Aku mengangguk pertanda tidak akan mau bermain layang-layang. Sebenarnya tanpa diultimatum pun, aku memang tidak suka bermain layang-layang. Tapi ibu khawatir imanku goyah karena hampir semua anak-anak seusiaku suka bermain layang-layang.  

Belum hilang traumaku akan layang-layang, muncul lagi kejadian yang semakin membuat aku memutuskan tidak akan pernah bermain layang-layang sampai kapan pun. Kejadian itu benar-benar terjadi di depan mataku. 

Waktu itu, sepulang sekolah, aku dan beberapa teman berjalan kaki pulang ke rumah. Jarak rumah dan sekolah memang tidak jauh. Hanya memakan waktu 15 menit berjalan kaki aku sudah sampai di rumah.

foto dokpri
foto dokpri

Siang itu, saat berjalan kaki, tiba-tiba temanku melihat layang-layang sedang melayang-layang diatas kepala kami. Dengan antusias yang begitu besar mereka mengejar layang-layang itu.

"Ayo, Ver kita kejar. Siapa tahu kita yang dapat." ajak Marudut, temanku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun