Mohon tunggu...
Very Barus
Very Barus Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Writer, Traveler, Photographer, Videographer, Animal Lover

Mantan jurnalis yang masih cinta dengan dunia tulis menulis. Sudah menelurkan 7 buah buku. Suka traveling dan Mendaki Gunung dan hal-hal yang berbau petualangan. Karena sejatinya hidup adalah sebuah perjalanan, maka berjalannya sejauh mana kaki melangkah. Kamu akan menemukan banyak hal yang membuat pikiran dan wawasanmu berbicara. Saya juga suka mengabadikan perjalan saya lewat visual. Anda bisa menyaksikannya di channel Youtube pribadi saya (www.youtube.com/verybarus). Saya menulis random, apa yang ingin saya tulis maka saya akan menulis. Tidak ada unsur paksaan dari pihak mana pun. Selamat membaca!

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Layang Layang

10 Agustus 2023   13:59 Diperbarui: 10 Agustus 2023   15:13 538
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
foto: Dokumentasi pribadi

Pagi ini, aku menemukan layang-layang sangkut di pohon jeruk purut yang ada di halaman rumahku. In adalahi layang-layang yang ke 7 yang aku ambil dari pohon itu. Terdapat banyak sobekan akibat gesekan-gesekan dari benang yang nyangkut di ranting.

Sejak musim layang-layang, hampir setiap sore anak-anak di komplek perumahan tempat aku tinggal bermain layang-layang. Hiruk pikuk suara mereka terkadang mengganggu ketenanganku. 

Apalagi ketika laying-layang mereka putus dan melayang-layang tak tau arah. Mereka bersorak-sorak sambil mengejar layang-layang putus itu. 

Ketika laying-layang putus itu mendarat di pohon yang ada di pekarangan rumahku, mereka tak kuasa mengambilnya. Tembok setinggi 2 meter menjadi penghalang usaha mereka untuk meraihnya. 

Jika sedang datang baikku, aku mengambil laying-layang sangkut itu kemudian menyerahkan lagi ke mereka. Tapi, kali ini aku lagi bernafsu untuk berbaik-baik pada anak-anak itu. Suara mereka bikin bad moodku muncul. Kubiarkan saja mereka berteriak-teriak yang dibalas lantang oleh anjing peliharaanku.

Sebenarnya tidak ada yang istimewa dari layang-layang nyangkut itu. Tapi, di lubuk hati yang paling dalam, aku memiliki memori kelam dan menyedihkan tentang layang-layang.

Ceritanya begini,  

Sebenarnya, sejak kecil aku tidak suka dengan permainan layang-layang. Bagiku bermain laying-layang sangat monoton dan menjenuhkan. 

Apalagi kita harus berpanas-panasan untuk menaikkannya agar bisa melayang-layang diudara. Jika ada layang-layang lain mendekat, saatnya untuk adu kekuatan benang. 

Jika kalah, maka layang-layang akan putus dari benangnya dan melayang-layang mengikuti arah angin membawanya entah kemana hingga mendarat ditempat yang tidak diduga-duga.

Setiap kali diajak bermain laying-layang, aku selalu menolak dengan berbagai macam alasan. Lebih baik mendekam di rumah ketimbang harus berpanas-panasan. Belum lagi ocehan nyokap berkumandang jika tahu aku pergi bersama segerombolan anak-anak bermain layang-layang.

Hingga suatu ketika kampungku dihebohkan dengan berita kecelakaan. Seorang anak seusiaku (11 tahun) meninggal dunia gara-gara di tabrak motor saat sedang mengejar layang-layang putus. 

Segerombolan anak-anak kejar-kejaran dijalan raya untuk mendapatkan layang-layang putus yang sedang terbang. Tanpa mereka sadari, pengejaran mereka sampai memasuki jalan yang sedang melaju kendaraan. 

Salah satu dari anak-anak itu terpental dihantam motor yang sedang melaju dengan kecepatan tinggi. Sudah pasti kesalahan ada pada segerombolan anak-anak itu. Mereka tidak memperdulikan keselamatan demi mendapatkan sebuah layang-layang.

Anak kecil itu teman sepermainanku, teman sekolahku juga tetangga dekat rumahku. Kejadian mengenaskan itu juga yang semakin mempertegas orangtuaku melarang aku bermain layang-layang.         

"Kau mau seperti si Polan? Gara-gara layang-layang nyawanya melayang." Aku mengangguk pertanda tidak akan mau bermain layang-layang. Sebenarnya tanpa diultimatum pun, aku memang tidak suka bermain layang-layang. Tapi ibu khawatir imanku goyah karena hampir semua anak-anak seusiaku suka bermain layang-layang.  

Belum hilang traumaku akan layang-layang, muncul lagi kejadian yang semakin membuat aku memutuskan tidak akan pernah bermain layang-layang sampai kapan pun. Kejadian itu benar-benar terjadi di depan mataku. 

Waktu itu, sepulang sekolah, aku dan beberapa teman berjalan kaki pulang ke rumah. Jarak rumah dan sekolah memang tidak jauh. Hanya memakan waktu 15 menit berjalan kaki aku sudah sampai di rumah.

foto dokpri
foto dokpri

Siang itu, saat berjalan kaki, tiba-tiba temanku melihat layang-layang sedang melayang-layang diatas kepala kami. Dengan antusias yang begitu besar mereka mengejar layang-layang itu.

"Ayo, Ver kita kejar. Siapa tahu kita yang dapat." ajak Marudut, temanku.

"Nggak,ah. Kalian saja." Balasku.

"Pegangkan tasku,ya.." ujarnya sambil melepas rangselnya dan menyerahkan padaku. Kemudian, dia sudah ikut mengejar laying-layang bersama teman-teman yang lain.

Ketika laying-layang itu nyangkut di tiang listrik, teman-teman yang lain tidak berani mengambilnya karena mereka tidak bisa memanjat. Sementara Marudut dengan lihat memanjat tiang listri dengan gesitnya. Melihat adegan itu, aku khawatir kalau Marudut terjatuh.

"Dut, turun! Nggak usah diambil lah layang-layang itu." Teriakku.

Dia mengabaikan teriakanku sambil terus memanjat tiang listri yang jelas-jelas ada logo tegangan tinggi. Dalam hitungan menit, Marudut sudah ebrada di pucuk tiang. 

Melihat keberadaannya yang ada di ujung tiang, ibu-ibu berteriak dan menjerit menyuruh turun. SUasana menjadi ramai. Tidak hanya ada aku, teman-teman dan ibu-ibu. Beberapa bapak-bapak ikut menyuruh dia turun.

Tapi naas. Tiba-tiba tubuh Marudut bergetar-getar saat memegang layang-layang kemudian tubuhnya terpental jatuh ke aspal. Melihat kejadian itu sontak aku dan semua yang ada di lokasi beteriak, menjerit histeris. Tubuh Marudut menghitam dan kepalanya remuk terbentur aspal saat terjatuh dari atas tiang.

Kejadian itu benar-benar membuat traumaku semakin mendalam hingga aku dewasa. Bahkan, setiap kali melihat orang bermain layang-layang ingatanku seakan ikut melayang kembali keusia dimana kejadian itu terjadi. Dimana aku kehilangan teman-temanku. 

Mereka mati konyol hanya karena layang-layang. Mereka mengabaikan nyawa demi sebuah layang-layang.

Kini, layang-layang yang nyangkut di pohon jeruk purut di halaman rumahku membawa kenangan ke masa kecilku diputar kembali. 

Setiap kali ada layang-layang nyangkut, aku selalu mengambilnya lalu membakarnya dengan tumpukan sampah kering dipekaranganku. Agar kenangan tragis masa kecilku ikut terbakar dengan hangusnya layang-layang itu.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun