Kemaren, temanku ulangtahun yang ke 40 tahun. Seperti biasa, aku merupakan orang yang paling ingat ulangtahun teman yang aku anggap dekat. Bukan karena di Facebook ada reminder untuk orang yang berulang tahun ya. Melainkan aku memang orang yang paling ingat tanggal lahir orang-orang terdekat (teman & keluarga). Setiap kali ada yang berulang tahun, pasti aku memberikan ucapan selamat lewat pesan singkat WA atau menelpon langsung.
Kali ini, karena yang berulangtahun teman yang cukup dekat, bagiku ngirim ucapan via WA saja tidak cukup. Akhirnya, aku menelponnya di pagi hari (bukan subuh-subuh atau pasti pergantian hari Teng ya.)
Kira-kira percakapan singkat via telpon itu seperti ini:
"Happy bday dear... wish you all the best!"
"Thank you, Very. Duh, lu tuh orang yang nggak pernah lupa sama ulangtahun gue."
"Namanya juga teman, ya nggak mungkin lupa dong."
"Tapi, hampir 15 tahun berlalu, lu selalu ingat ultah gue. Dan.. gue sedih banget sekarang.."
"Lha kenapa sedih? Harus bahagia dong!"
Terdengar suara isak tangis diseberang telepon.
"Lu nangis?" tanya gue penasaran dan suara isak tangis semakin jelas.
"Sorry, Ver. Gue sudah nggak bisa membendung kesedihan ini."
"Lha, seharusnya di hari bahagiamu ini, lu harus bahagia, jangan nangis. Say thank to God."
"Tapi... kok sepertinya aku merasa kebahagiaan ini semu ya,Ver."
"Semu kenapa?"
"Hampir setiap ulangtahun, gue selalu di doakan orang-orang baik, salah satunya seperti elo. Mendoakan gue bahagia, mendoakan gue sehat-sehat, mendoakan gue murah rezeki dan mendoakan gue enteng jodoh."
"Trus, salahnya dimana doa-doa itu?"
"Nggak ada yang salah dan semua doa-doa itu gue aminin. Tapi..."
"Tapi, kenapa?"
"Sekarang gue memasuki usia 40 tahun. Lu tau nggak sih, sejak usia gue memasuki angka 23, gue selalu berdoa agar diberikan jodoh yang baik agar gue bisa menikah di usia 25 tahun, usia idaman gue untuk berumah tangga. Â Tapi, sekarang usia gue sudah 40 tahun, and, i'm still single, Ver..."
Gue tidak melanjutkan obrolan karena, gue mendengar sobat gue yang baik ini semakin terisak. Gue pamit baik-baik sambil mengucapkan kembali selamat ulangtahun untuknya.
Itu sekelumit kisah hidup sobat gue yang baik hati. Dia salah satu teman terbaikku. Hidupnya tidak pernah neko-neko. Sebagai perempuan yang asli Jawa (Solo), dia cukup memiliki tata krama yang Njawani alias lembut banget. Intinya, hingga memasuki angka 40 tahun, dia tidak memiliki track record yang buruk dalam kehidupan. Tapi, yang membuat aku bertanya-tanya, kenapa hingga usianya 40 tahun, Tuhan masih belum juga mengabulkan permintaannya untuk mendapat jodoh?
Dia tidak berharap mendapat calon suami yang ganteng, kaya dan juga menjadi incaran cewek-cewek. Permintaannya simple. Pengen dapat suami yang seiman dengannya. That's it!
Pernah satu waktu dia curhat padaku soal jodoh. Waktu itu usianya baru memasuki angka 39 tahun.
      "Apa karena gue cewek pekerja keras sehingga sulit mendapatkan jodoh, ya?"
      "Nggak juga. Banyak juga kok cewek pekerja keras dapat jodoh dan langsung menikah."
      "Tapi, kenapa gue sulit mendapatkannya, ya?"
      "Keinginan lu kali terlalu muluk."
      "Never! Gue nggak pernah berharap yang terlalu tinggi soal jodoh. Gue sadar diri, gue bukan cewek cantik yang menjadi incaran cowok-cowok. Gue Cuma pengen dapat jodoh yang seiman. Itu aja, kok!"
"Hmm...mungkin Tuhan masih menguji kesabaranmu."
"Sampai kapan? Kurang sabar apa gue?"
"Sabar versi manusia dan sabar versi Tuhan itu beda,lho."
"Atau, karena gue tinggal di Jakarta sehingga sulit mendapatkan jodoh?"
"Hmm nggak juga."
"Apa gue harus kembali ke kampung halaman gue, agar bisa mendapatkan jodoh disana?"
"Hmm, menurut kamu apa itu jalan terbaik?"
"Tapi, usia gue hampir 40 tahun. Mana ada laki-laki yang mau sama cewek yang usianya sudah dipenghujung angka 30."
"We never know! Jodoh ditangan Tuhan."
"Tapi, sampai kapan aku menunggu dan mencari? Sebenarnya, di lubuk hatiku yang paling dalam, aku itu capek."
"Capek kenapa?"
"Everything! Capek ditanyai kapan nikah. Ditanyain kenapa masih single. Ditanyain apakah gue perempuan normal dan sejuta pertanyaan lainnya. Capek kan!"
"Hmm, i feel you."
"Tuhan, kapan Engkau memberikan jodoh untukku?" isaknya.
Aku terdiam dan dia menangis.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H