Aku langsung terdiam. Ikut sedih mendengar ceritanya. Â Burung tersebut langsung kupegang dan kuperhatikan kepala burung tersebut masih terlihat jelas ada gumpalan darah membeku. Kalau dari fisiknya burung tersebut tampak sehat dan terawat. Bahkan di ujung ekornya ada seuntai tali berwarna pertanda burung tersebut ada pemiliknya.
      "Trus, kenapa tadi mau dibuang ke sungai?"
      "Biar langsung terbawa air kak.."
      "Jangan dibuang ke sungai, kasihan.  Sebaiknya dikubur ditanah biar bangkainya juga larut dengan tanah. Kalau dibuang di sungai nanti bangkainya dimakan ikan atau hewan lain."
Aku dan teman pun mencari alat untuk menggali tanah seukuran burung tersebut. gadis kecil itu menatap dengan sedih burung yang sudah kubungkus dengan plastik. Karena tidak ada batang kayu atau alat yang bisa menggali tanah basah tersebut, jalan satu-satunya batu runcing kami pakai untuk menggali kuburan untuk si Merpati malang itu.
      "Setiap hari burung ini saya ajak bermain. Saya terbangkan di sekitar Blora. Kalau sudah terbang pasti balik lagi ketangan saya. Tapi, tadi pas saya terbangkan, burung saya tertabrak mobil lewat," cerita gadis itu. Aku tatap wajahnya yang terlihat sedih.Â
      "Merpati  ini usinya berapa?"
      "Sudah dua tahun saya pelihara kak.."
      "Ohhh.."
      "Bapak kamu tau burung ini sudah mati?"
      "Tau...dan bapak juga sedih. Karena ini Merpati kesayangan saya dan bapak. "