Mohon tunggu...
Pasu Sibarani
Pasu Sibarani Mohon Tunggu... Akuntan - Akuntan

NIM: 55522120006 - Magister Akuntansi - Fakultas Ekonomi dan Bisnis - Universitas Mercu Buana - Dosen: Prof. Dr, Apollo, M.Si.Ak

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Genealogi Transfer Pricing

8 Juni 2024   12:25 Diperbarui: 8 Juni 2024   13:00 246
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Ilmu akuntansi dan manajemen juga memberikan kontribusi signifikan dalam pengembangan transfer pricing. Pada awal abad ke-20, teori akuntansi biaya mulai berkembang, yang memungkinkan perusahaan untuk lebih akurat mengalokasikan biaya antar departemen dan cabang. Sistem akuntansi modern seperti ABC (Activity-Based Costing) memberikan dasar bagi metode transfer pricing yang lebih canggih. Dengan demikian, transfer pricing bukan hanya soal penetapan harga jual beli antar perusahaan, tetapi juga melibatkan pengalokasian biaya secara lebih akurat dan strategis.

Tujuan dan Motif

Motif utama transfer pricing adalah optimasi keuangan, terutama dalam hal perpajakan. Perusahaan multinasional sering kali beroperasi di berbagai yurisdiksi dengan tingkat pajak yang berbeda. Dengan menetapkan harga transfer yang sesuai, perusahaan dapat memindahkan laba dari negara dengan pajak tinggi ke negara dengan pajak rendah, sehingga mengurangi beban pajak keseluruhan. Praktik ini sah secara hukum selama harga transfer yang ditetapkan sesuai dengan prinsip "arm's length" atau harga pasar wajar.  

Transfer pricing juga digunakan untuk mengelola risiko dan keuangan internal. Dalam perusahaan besar dengan banyak divisi atau anak perusahaan, transfer pricing memungkinkan pengendalian yang lebih baik terhadap kinerja masing-masing unit bisnis. Misalnya, dengan menetapkan harga transfer yang tinggi untuk produk yang dikirim dari satu divisi ke divisi lain, perusahaan dapat mengalihkan keuntungan ke unit bisnis yang lebih menguntungkan atau mengurangi eksposur risiko di wilayah tertentu. 

Regulasi yang semakin ketat di berbagai negara juga menjadi alasan penting di balik penerapan transfer pricing. Banyak negara telah mengadopsi aturan transfer pricing yang mengharuskan perusahaan multinasional untuk mendokumentasikan dan melaporkan harga transfer mereka. Kepatuhan terhadap regulasi ini penting untuk menghindari sanksi dan denda yang dapat merugikan perusahaan.

Transfer Pricing dalam Perpektif Teoritis: Pendekatan Psikoanalitik

Ketidaksadaran Ekonomi: Sigmund Freud; Id, Ego dan Superego

Teori ketidaksadaran ekonomi dari Sigmund Freud tidak secara langsung ada dalam karya Freud,. Freud lebih dikenal dengan teori psikoanalisis yang berfokus pada ketidaksadaran psikologis individu. Namun, konsep ketidaksadaran dapat diterapkan dalam analisis ekonomi melalui interpretasi bahwa keputusan-keputusan ekonomi juga dapat dipengaruhi oleh dorongan dan motivasi yang tidak disadari oleh individu atau kelompok. Mari kita eksplorasi bagaimana prinsip-prinsip dasar dari teori ketidaksadaran Freud dapat diterapkan untuk memahami fenomena ekonomi, khususnya dalam konteks transfer pricing. 

Id adalah bagian dari pikiran yang mengandung dorongan primitif dan naluriah seperti keinginan untuk kepuasan segera dan penghindaran rasa sakit. Id beroperasi pada prinsip kesenangan tanpa memperhatikan realitas atau konsekuensi.  Sementara yang dimaksud Ego adalah bagian yang berhubungan dengan realitas dan berfungsi sebagai mediator antara keinginan id dan tuntutan superego serta dunia luar. Ego beroperasi pada prinsip realitas, mencoba memenuhi keinginan id dengan cara yang realistis dan sesuai dengan norma sosial.  Di sisi lain ada juga yang dinamakan Superego yang merupakan bagian yang menginternalisasi nilai-nilai moral dan etika masyarakat, berfungsi sebagai hati nurani yang menilai tindakan dan keinginan ego.

Ketidaksadaran adalah bagian dari pikiran yang menyimpan dorongan, keinginan, dan memori yang tidak disadari oleh individu. Menurut Freud, banyak perilaku dan keputusan manusia dipengaruhi oleh faktor-faktor yang berada di luar kesadaran.

Menggunakan pendekatan psikoanalitik dari Sigmund Freud, transfer pricing dapat dilihat sebagai manifestasi dari kehendak ekonomi yang tidak disadari. Freud mengajarkan bahwa banyak tindakan manusia, termasuk yang bersifat ekonomi, didorong oleh dorongan dan keinginan yang tidak disadari. Dalam konteks perusahaan, keinginan untuk memaksimalkan laba dan mengurangi pajak dapat dianggap sebagai dorongan bawah sadar yang terwujud dalam praktik transfer pricing. Dalam konteks transfer pricing, berikut adalah beberapa cara penerapan konsep ketidaksadaran ekonomi: 

  • Dorongan untuk memaksimalkan keuntungan (Id), Perusahaan multinasional memiliki dorongan mendasar untuk memaksimalkan keuntungan mereka. Ini bisa dianggap sebagai manifestasi dari "Id" dalam ekonomi, yang mencari kepuasan segera dalam bentuk keuntungan maksimal dan penghindaran pajak. Praktik transfer pricing dapat dilihat sebagai upaya untuk memenuhi dorongan ini dengan cara memindahkan laba ke yurisdiksi dengan pajak rendah, meskipun tindakan ini mungkin tidak sepenuhnya disadari oleh semua pihak dalam perusahaan. 
  • Rasionalisasi dan Kepatuhan terhadap regulasi (Ego), "Ego" dalam konteks ekonomi berusaha untuk menyeimbangkan dorongan untuk keuntungan dengan realitas hukum dan regulasi. Perusahaan harus menetapkan harga transfer yang sesuai dengan prinsip "arm's length" untuk tetap patuh terhadap regulasi perpajakan internasional. Ini mencerminkan upaya rasional untuk mengoptimalkan keuntungan sambil mematuhi hukum dan menghindari sanksi. 
  • Norma dan Etika Perusahaan (Superego), "Superego" dalam perusahaan dapat diwakili oleh nilai-nilai etika dan tanggung jawab sosial. Perusahaan yang memiliki kode etik yang kuat mungkin berusaha untuk memastikan bahwa praktik transfer pricing mereka adil dan transparan, tidak hanya untuk menghindari sanksi hukum tetapi juga untuk mempertahankan reputasi dan tanggung jawab sosial mereka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun