Mohon tunggu...
Pasu Sibarani
Pasu Sibarani Mohon Tunggu... Akuntan - Akuntan

NIM: 55522120006 - Magister Akuntansi - Fakultas Ekonomi dan Bisnis - Universitas Mercu Buana - Dosen: Prof. Dr, Apollo, M.Si.Ak

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Model Dialektika Hegelian dan Hanacaraka pada Auditing Perpajakan

31 Mei 2024   16:07 Diperbarui: 31 Mei 2024   22:39 332
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
bagan Hegelian/dokrpi

Setelah analisis konflik, kita dapat mencari sintesis yaitu dengan menemukan solusi atau kebijakan baru yang menggabungkan elemen- elemen dari tesis dan antitesis, menyelesaikan konflik yang ada. Sintesis harus mencerminkan pemahaman yang lebih baik dan solusi yang lebih adil dan efisien. Misalnya mengembangkan aturan pemotong pajak yang lebih fleksibel yang mempertimbangkan kondisi khusus perusahaan, atau memperkenalkan sistem pengecualian yang lebih jelas dan transparan.

Implementasikan solusi baru dan pantau hasilnya. Evaluasi apakah sintesis yang diterapkan berhasil menyelesaikan masalah dan apakah ada dampak positif terhadap kepatuhan pajak dan efisiensi administrasi. Setiap sintesis baru yang dihasilkan bisa  menjadi tesis untuk konflik dan resolusi di masa depan, sehingga proses pengembangan kebijakan dan praktik pemeriksaan pajak terus berkembang. Contoh, setelah beberapa waktu, lakukan  tinjauan ulang untuk mengidentifikasi maslaah baru yang mungkin timbul dan ulangi proses dialektika untuk menemukan solusi yang lebih baik.

Dengan menggunakan model dialektika Hegelian, proses pemeriksaan pajak dapat menjadi lebih dinamis dan adaptif, memungkinkan penyesuaian yang berkelanjutan dan peningkatan dalam kebijakan dan praktik pajak. Pendekatan ini membantu menciptakan solusi yang lebih komprehensif dan adil dengan mengakui dan menyelesaikan konflik secara sistematis. 

Hanacaraka, Hermeneutika dan Pemeriksaan Pajak

Hanacaraka, juga dikenal sebagai aksara Jawa atau Carakan, adalah sistem penulisan tradisional yang digunakan untuk menulis bahasa Jawa. Hanacaraka merupakan salah satu dari beberapa aksara nusantara dan memiliki sejarah yang panjang dalam budaya dan kesusastraan Jawa.

Hanacaraka berasal dari aksara Kawi, yang dipengaruhi oleh aksara Pallava dari India Selatan. Aksari Kawi sendiri merupakan pengembangan aksara Brahmi, yang digunakan di India kuno. Aksara jawa telah digunakan sejak abad ke 9 dan berkembang menjadi bentuknya yang sekarang di sekitar abad ke 17.

Hanacaraka terdiri dari 20 huruf dasar yang masing masing mewakili suku kata (silabik). Huruf huruf ini sering disusun dalam sebuah mantra atau kalimat yang berbunyi "ha na ca ra ka, da ta sa wa la, pa dha ja ya nya, ma ga ba tha nga" setiap huruf dasar dapat diubah dengan menggunakan tanda diakritik (sandhangan) untuk mewakili bunyi vokal yang berbeda atau konsonan akhir.

Hanacaraka digunakan untuk menulis bahasa Jawa dan juga beberapa bahasa daerah lain di Jawa, seoeri bahasa Sunda pada masa lalu sebelum aksara Sunda modern dikembangkan. Aksara ini digunakan dalam berbagai konteks, termasuk penulisan naskah naskah sastra, dokumen resmi serta prasasti dan batu nisan.

Selain huruf dasar dan tanda diakritik, Hanacaraka juga memiliki angka (wilangan), tanda baca (pada), dan tanda baca khusus untuk menunjukkan perbedaan kata atau kalimat. Ada juga aksara pasangan, yang digunakan untuk menghilangkan vokal akhir dari sebuah suku kata, yang memungkinkan penulisan konsonan rangkap. Hancaraka merupakan bagian penting dari identitas budaya Jawa dan memiliki nilai sejarah dan estetika yang tinggi.

Hermeneutika adalah studi tentang interpretasi teks, seni dan budaya. Istilah ini berasal dari kata ynuani "hermeneuein" yang berarti "menerjemahkan" atau "menginterpretasikan". Secara umum, hermeneutika mencakup berbagai metode dan pendekatan untuk memahami dan menafsirkan teks, termasuk teks agama, filosofi, sastra, hukum dan budaya.

Hermeneutika menekankan pentingnya memahami teks dalam konteksnua. Ini termasuk mempertimbangkan latar belakang sejarah, budaya, bahasa dan situasi di mana teks tersebut ditulis. Interpretasi teks tidak dapat dipisahkan dari konteks sosial dan budaya di mana teks tersebut muncul.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun