Mohon tunggu...
Banyu Wijaya
Banyu Wijaya Mohon Tunggu... -
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

#nusantaraindonesiatrulyuniversa

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Aku Abangan, Kamu Santri

17 Desember 2012   05:18 Diperbarui: 24 Juni 2015   19:30 747
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Partisipasi saya di Great Thinkers pada waktu yang lalu membuat saya ingin sekali menulis judul tersebut. Narasumber Great Thinker: Clifford Geertz, terutama Dr. Sugeng Bayu Wahyono dan moderator Dr. Zuly Qodir sangat pas memerankan sebagai Kaum Abangan dan Kaum Santri, setidaknya dari sisi nama Sugeng berlabel Abangan dan Zuly Qodir berlabel Santri. Pelabelan Abangan dan Santri masih dalam konteks umat Islam. Namun saya kira lebih tepatnya Santri Abangan dan Santri Putihan. Namun karena istilah Abangan dan Santri lebih populer, maka saya pun mengalah memakai istilah Abangan dan Santri dan tetap dalam konteks umat Islam, tetapi dengan beberapa pengecualian yang saya tandai.

Berikut ini akan saya coba uraikan ciri-ciri kedua kaum tersebut. Pantas diingat bahwa ciri-ciri di bawah ini tidaklah selalu tepat demikian halnya tetapi lebih merupakan kecenderungan-kecenderungan. Karena persoalan ciri-ciri terkait dengan sifat atau karakter, bahkan mengarah ke persoalan hati atau keyakinan yang tentu saja seringkali sulit ditebak. Bisa saja kita mengatakan/menunjuk si A itu Abangan, ehh...ternyata di kehidupan aslinya atau privasinya si A itu Santri,  atau kita mengatakan/menuduh si S itu Santri, ehh... ternyata di kehidupan aslinya atau privasinya sia S itu Abangan. Oleh karenanya hati-hati agar tidak kecelek atau kecelik atau ketipu, hehe...

Adanya kaum Abangan muncul, meminjam istilah Sugeng, karena negara hanya mengakui keberadaan enam agama: Islam, Katolik, Protestan, Hindu, Buddha, dan Kong Hucu. Maksudnya, Abangan yang dimaksud adalah Abangan di luar konteks umat Islam: Santri abangan dan Santri Putihan, meskipun mayoritas ber-KTP Islam tetapi mereka tidak selalu tepat di sebut Muslim. Lebih tepat saya kira mereka yang Abangan murni disebut aliran kepercayaan.

Dan, konteks istilah ini pun mengerucut pada orang Jawa, meskipun bisa sebagai pembacaan seluruh WNI mengingat orang Jawa adalah mayoritas.

Abangan (murni)

*) Populasi: kira-kira 10% umat Islam

*) Aliran kepercayaan

*) KTP: Islam (mayoritas), non Islam (minoritas)

*) Nama: Jawa, kebarat-baratan/asing, Jawa campur kebarat-baratan/asing lainnya, dll

*) Afiliasi politik: mayoritas memilih Nasionalis-Religius (PDI-P, PD, Golkar, Gerindra, Hanura), minoritas memilih Religius-Nasionalis (PPP, PKS, PAN, PKB)

*) Pakaian ibadah/sehari-hari: bermotif Jawa, kebarat-baratan.

*) Ibadah: shalat Idul Adha dan Idul Fitri, shalat Jum'at kadang-kadang, shalat lima waktu sendirian dan kadang-kadang saja, sangat jarang baca Al-Qur'an.

*) Ritual: ziarah kubur/makam tokoh Jawa/Walisongo, ikut hadir dalam grebeg maulud, grebeg sekaten dan bisa pula ikut rebutan gunungan. Bagi kaum ini seperti suatu kewajiban datang pada ritual-ritual tersebut.

*) Peralatan: keris, jimat

*) Bacaan: buku-buku karya ulama ulama Jawa (mayoritas)

Abangan (Santri Abangan)

*) Populasi: kira-kira 60% umat Islam

*) Agama: Islam

*) KTP: Islam

*) Nama: Jawa (mayoritas), Timur Tengah, kebarat-baratan/asing, Jawa campur Timur Tengah, Jawa campur kebarat-baratan/asing lainnya, dll (minoritas)

*) Afiliasi politik: mayoritas memilih Nasionalis-Religius (PDI-P, PD, Golkar, Gerindra, Hanura), minoritas memilih Religius-Nasionalis (PPP, PKS, PAN, PKB)

*) Pakaian ibadah/sehari-hari: bermotif Jawa, kebarat-baratan (mayoritas), bermotif Timur Tengah (surban/jubah, dan sejenisnya).

*) Ibadah: shalat Idul Adha dan Idul Fitri, shalat Jum'at, shalat lima waktu jarang berjamaah, kadang shalat dhuha dna tahajjud, kadang baca Al-Qur'an.

*) Ritual: sudah jarang ziarah kubur/makam tokoh Jawa/Walisongo, sesekali ikut hadir dalam grebeg maulud, grebeg sekaten dan bisa pula ikut rebutan gunungan

*) Peralatan: sudah jarang memiliki keris, jimat

*) Bacaan: buku-buku karya ulama domestik dan Jawa (mayoritas), ulama-ulama Timur Tengah (minoritas)

Santri (Santri Putihan)

*) Populasi: kira-kira 30% umat Islam

*) Agama: Islam

*) KTP: Islam

*) Nama: Timur Tengah (mayoritas), Jawa, kebarat-baratan/asing, Jawa campur Timur Tengah, Jawa campur kebarat-baratan/asing lainnya, dll (minoritas)

*) Afiliasi politik: mayoritas memilih  Religius-Nasionalis (PPP, PKS, PAN, PKB), minoritas memilih Nasionalis-Religius (PDI-P, PD, Golkar, Gerindra, Hanura)

*) Pakaian ibadah/sehari-hari: bermotif Timur Tengah (surban/jubah, dan sejenisnya) (mayoritas), bermotif Jawa, kebarat-baratan (minoritas).

*) Ibadah: shalat Idul Adha dan Idul Fitri, shalat Jum'at, shalat lima waktu berjamaah, shalat dhuha, tahajjud, rajin/rutin baca Al-Qur'an.

*) Ritual: tidak melakukan ziarah kubur/makam tokoh Jawa/Walisongo, tidak ikut hadir dalam grebeg maulud, grebeg sekaten, tidak sama sekali ikut rebutan gunungan

*) Peralatan: tidak memiliki keris, jimat, bawanya Al-Qur'an, tasbih

*) Bacaan: buku-buku karya ulama Timur Tengah (mayoritas), ulama domestik (minoritas)

Tentu saja masih ada beberapa faktor selain yang saya sebutkan di atas. Namun setidaknya itulah faktor-faktor yang bisa saya potret. Sumangga pembaca dan Kompasioner memberikan urun rembug sebagai pengayaan pengetahuan.

+++

Agar memudahkan membaca realitas, maka saya akan mencontohkan diri saya sendiri.

Saya termasuk ke dalam kategori Santri Abangan. Namun sebagaimana dikatakan Pak Dodi Ambardi, saya mengalami santrinisasi (maksudnya mengarah pada Santri Putihan).

*) Agama saya: Islam

*) KTP saya: Islam

*) Nama saya: Jawa, meskipun setelah menikah saya punya nama Timur Tengah, namun hanya saya dan orang-orang tertentu yang tahu nama tersebut. Sednagkan istri saya bernama Jawa campur Timur Tengah. Anak saya yang pertama juga bernama Jawa. Sedangkan anak saya yang kedua bernama Timur Tengah campur Jawa.

Terus terang orangtua dan kakak-kakak saya semuanya bernama Jawa, tidak ada yang bernama Jawa campur Timur Tengah, apalagi Timur Tengah. Saya sejak kecil sudah diperdengarkan musik-musik Jawa seperti gamelan dan wayang, serta kerap menonton wayang. Hal itu terbawa sampai sekarang. Walaupun saya sudah sangat jarang menonton wayang secara live, tetapi masih mendengarkan pentas wayang, baik di televisi maupun radio. Saya pun mengapresiasi nyaris keseluruhan budaya Jawa, seperti tarian, batik, candi, kuliner, dan lain-lain. Bahkan antara Jawa, yang berbudaya adi luhung tersebut, dan Islam dapat disinergikan sehingga menjadi Islam Jawa. Artinya, orang Jawa yang ber-Islam dan orang Islam yang ber-Jawa. Islam dan Jawa bukanlah terpisah, tetapi menyatu menjadi satu kesatuan yang tidak terpisahkan.

*) Afiliasi politik saya: pada Pilpres 2004 saya tidak mencoblos, meskipun saya fans Amien-Siswono, karena saya sudah prediksi Amien-Siswono akan kalah, pernah memilih jagoan PKS (Religius-Nasionalis) pada Pilbup Sleman, meski jago tersebut kalah, kemudian pada Pilpres 2009 saya mencoblos Prabowo (Gerindra, Nasionalis-Religius) dan dipasangkan dengan Megawati (PDI-P, Nasionalis-Religius).

Saya cenderung mengamini: Islam Yes, Politik Islam (Santri) No! Pasalnya, belum ada tokoh kharismatik dari Partai Islam (Santri). Saya cenderung suka ke Prabowo, karena prestasi dan ketegasannya, meskipun masih dikait-kaitkan dengan Soeharto, mantan mertuanya. Oleh karenanya saya, berandai-andai, jatuh pada Prabowo-Jokowi untuk Pilpres 2014. Bila itu mustahil maka pilihan saya pada Pilpres 2014 berikutnya adalah Prabowo-Fadel Muhammad dan kemudian Prabowo-Rhoma. Hal itu menunjukkan bahwa saya tak bisa dipungkiri telah mengalami santrinisasi.

*) Pakaian ibadah/sehari-hari: bermotif Jawa-batik (mayoritas), bermotif Timur Tengah (baju koko) (minoritas).

*) Ibadah: shalat Idul Adha dan Idul Fitri, shalat Jum'at, kadang shalat lima waktu berjamaah, agak rutin shalat dhuha dan baca Al-Qur'an, sangat jarang tahajjud.

*) Ritual: belum pernah melakukan ziarah kubur/makam tokoh Jawa/Walisongo, sangat jarang ikut hadir dalam grebeg maulud, grebeg sekaten, tidak sama sekali ikut rebutan gunungan. Saya tidak mewajibkan datang pada ritual-ritual tersebut.

*) Peralatan: tidak memiliki keris, jimat, tidak membawa Al-Qur'an, tasbih

*) Bacaan: buku-buku Jawa dan karya ulama domestik (mayoritas), ulama Timur Tengah (minoritas).

Mengenai pemilihan agama Islam bagi warga Abangan sekalipun itu dikarenakan menurut mereka hanya agama Islamlah yang memberikan jaminan surga bagi yang membaca dua kalimat syahadat. Artinya, dengan membaca dua kalimat syahadat maka sudah sah menjadi Muslim. Meskipun sebenarnya ada tahapan-tahapan lain sehingga benar-benar menjadi Muslim sejati. Namun itulah yang menjadi magnet. Sehingga mereka, termasuk saya mbudidaya agar jangan sampai murtad dari agama Islam. Sampai kapan pun dan dalam kondisi apa pun harus tetap menjadi Muslim. (Baca: Arya Wirajaya, Sang Antimurtad)

+++

Dari gambaran di atas saja, sangat tampak bahwa Abangan jelas-jelas unggul dari Santri. Oleh karenanya sampai kapan Abangan memenangi pertarungan dalam kancah perpolitikan negeri ini? Kapankah Santri akan menang lagi? Kita tunggu saja episode selanjutnya... Yang penting adalah baik Abangan (murni), Abangan (Santri Abangan), maupun Santri (Santri Putihan) tetap bersatu padu dalam ke-Bhinneka Tunggal Ika-an dalam membangun dan menjaga kedaulatan negeri tercinta: Negara Kesatuan republik Indonesia.

Salam Indonesia Kita!

Baca juga:

Santri Ditipu Abangan, Sampai Kapan (1)

Santri Ditipu Abangan, Sampai Kapan (2)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun