"Lagi hamil muda gak boleh sering-sering manggil bayi (janin), takut keluar sebelum waktunya"
"Kalau pake kerudung jangan sampai ada simpul ikatan, nanti bayinya keiket tali plasenta"
"Kalau ngupas buah-buahan, jangan dari arah yang terbalik.. takut nanti janin di dalem perut sungsang"
Apa betul seperti itu..? Atau cuma mitos....?
Mari kita bahas satu persatu dari sudut pandang orang awam, seperti saya.
Kira-kira tiga kalimat diatas sering banget kan kita dengar kalau istri lagi hamil? Biasanya petuah seperti itu datangnya dari para orang tua kita. Saya pun demikian.. Ketika istri ketahuan hamil di usia 2 minggu, orang pertama yang saya beritahu kabar gembira itu adalah ibu saya. Beberapa hari selepas mengetahui bahwa dirinya akan ketambahan lagi cucu, ibu sering memberikan nasehat kepada istri saya.Â
Saat sebulan sebelum menikah calon istri sudah rajin minum susu pra kehamilan. Kami memang berdua berencana tidak menunda untuk memiliki momongan. Bahkan sampai ikut terapi air alkali Milagros untuk program hamil. Dan alhamdulillah, 2 minggu setelah menikah istri langsung hamil.
Kita kembali ke pembahasan tentang nasehat ibu saya..
Waktu itu nasehatnya beragam, mulai dari membiasakan diri untuk semakin memperbanyak lagi membaca Al-qur'an terutama surat Maryam dan Yusuf. Katanya sih, kalau anaknya laki-laki biar ganteng kaya Nabi Yusuf. Dan kalau anaknya perempuan biar cantik dan berakhlak mulia seperti Maryam. Bahkan sampai hal-hal yang menurut saya nampaknya hanyalah sebuah mitos belaka.
"Ah itukan mitos..."Kira-kira begitulah saya bergumam dalam hati ketika mendengar nasehat-nasehat unik dari orang tua sendiri.Â
Tapi.. di kemudian hari ibu saya berpesan begini...
"Kamu harus bersabar yaa dalam menerima nikmat ini.."
Pesan tersebut cukup membuat dahi saya mengerut. Pasalnya, nasehat dan pesan sabar biasanya sering saya dengar ditujukan kepada orang-orang yang terkena musibah atau sedang berduka. Lha..!Saya kan lagi dapet kabar gembira, kok harus bersabar yaa.. Hmmm
Ibu tahu bahwa saya nampak bingung mendengar nasehatnya barusan. Barulah ibu menambahkan penjelasannya. Kata ibu kurang lebih intinya begini...
"Bersabar saat menerima nikmat, sama pentingnya dengan bersabar saat tertimpa musibah"
Ini unik! Unik sekali. Ditengah ucapan selamat dan doa-doa untuk kesehatan ibu dan calon bayi berdatangan dari saudara-saudara saya, ibu saya malah memberikan nasehat yang berbeda. Saya termenung...jujur saja belum terlalu paham dengan maksud nasehat ibu tersebut.
Hingga barulah dilain hari saya menyadari, setelah difikir-fikir..memang ada benarnya nasehat ibuku. Bahkan bukan ada benarnya, tapi memang MASUK AKAL. Bersabar saat menerima nikmat, sama pentingnya dengan bersabar saat tertimpa musibah.
Jadi begini....
Seringkali kita tidak bersabar saat menerima nikmat atau sedang berbahagia. Katakanlah ketika mendapatkan kabar tentang kehamilan. Terkadang kita bersikap berlebihan, update status semuanya tentang apa yang kita rasakan. Misalnya, tidak sedikit para ibu muda yang rajin uplod foto USG di media sosial. Atau sekedar menuliskan kebahagiaan tetang dirinya dan calon bayi.
Pernah gak kita bayangkan?
Mungkin saja ada orang yang bersedih hati karena sudah puluhan tahun menikah tapi tak kunjung hamil. Dia jadi bersedih ketika membaca apa yang kita ungkapkan di media sosial. Karena dia bersedih, bukan tidak mungkin ia menjadi semakin putus asa. Bahkan timbul sikap hasad dalam hatinya. Hasad adalah merasa tidak suka dengan nikmat yang telah Allah berikan kepada orang lain.
Selain itu bahaya lainnya adalah kita menjadi riya di depan orang lain atas datangnya nikmat Allah ini. Padahal, jodoh dan kehamilan adalah semata-mata karena anugerah dari Allah kepada kita. Bukan akibat kehebatan pencapaian kita.
Melahirkan lancar normal dan selamat, adalah harapan kita dan keluarga semuanya. Sebetulnya, pada saat kita memiliki harapan itu akan menjadi niat kita. Dan yang namanya niat harus dijaga, dijaga dengan doa. Karena kalau tidak, terkadang niat jadi melenceng. Karena niatnya melenceng berarti doanya tidak terkabul.
Katakanlah pada saat si istri mau mengupas buah mangga (seperti nasehat ibu saya diatas), lalu dirinya ingat dengan nasehat orang tua, maka sesungguhnya dirinya sedang menjaga niatnya sekaligus berdoa pada detik itu juga, meminta dilancarkan persalinannya.
Gimana, sekarang sudah mulai faham maksud saya?Â
Bukankah ini adalah hal yang masuk akal?
Mungkin apa yang orang tua sampaikan kepada kita memang jauh dari data ilmiah. Tapi, lebih jauh lagi...esensi dari nasehat itulah yang sebenarnya harus kita pahami dengan baik.
Lalu bagaimana dengan yang akal-akalan?
Beberapa waktu lalu sering muncul iklan Google di tivi kan, yang si istri lagi ngidam terus minta beliin steak ayam tengah malam ke suaminya yang udah ngantuk berat. Kata suaminya nanti saja besok lagi, tapi kata si calon ibu bilang begini
"tapi ini dede bayinya yang pengen..."
Coba fikirkan dengan baik..Â
Janin masih di dalem perut masa iya udah bisa requestpengen makan steak ayam? Naah ini yang saya maksud dengan akal-akalan. Sebetulnya, kondisi si ibu pengen makan ini itu kan karena dorongan fisiknya yang sedang berbadan dua. Membutuhkan banyak asupan makanan lebih dari biasanya. Perkara mau makan steak ayam, atau steak daging ya itu dorongan selera makan dari calon ibu.
Kenapa harus mengatasnamakan bayi?
Kasihan janin yang masih suci di alam rahim udah dibawa-bawa namanya ke urusan dunia. Bahkan yang paling mengerikan, secara tidak langsung kita seperti sedang mengajarkan fitnah. Astaghfirullah..
Kadang kita suka mengelak kalau dinasehati orang tua dengan alasan gaklogis lah, mitos lah, kuno lahdan sebagainya.. Tapi secara tidak sadar malah kita juga (pasangan muda) yang memanfaatkan hal tersebut.
Kenapa harus mengatasnamakan janin? Kalau mau rujak ya bilang aja karena lagi kepingin ngerujak. Gak perlu bawa-bawa janin yang gak tahu apa-apa. Memangnya kalau gak mengatasnamakan janin gak akan dituruti sama suami gitu? Ah... saya kira gak juga.
Bukankah suami terbaik itu yang paling baik akhlaknya terhadap istrinya? Menuruti keinginan istri demi membahagiakan hatinya adalah salah satu akhlak baik seorang suami kepada istri. Mari kita buat ini menjadi sederhana, tidak perlu membuat konspirasi.
Kesimpulannya...
Apapun kondisi kita, senang, susah, sedih atau bahagia, hendaknya akhlak harus tetap terjaga. Jangan sampai terlalu larut dalam kesedihan, dan jangan juga terlalu jauh terlena dalam kebahagiaan.
Semoga menginspirasi.
Referensi tentang hasad.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H