Mohon tunggu...
Asep Wijaya
Asep Wijaya Mohon Tunggu... Jurnalis - Pengajar bahasa

Penikmat buku, film, dan perjalanan

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Menyimak Aksi Negosiator dalam Kepungan Muslihat dan Teror di "Beirut"

25 April 2018   20:14 Diperbarui: 26 April 2018   15:22 3260
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Beirut pernah punya julukan "Parisnya Timur Tengah" (The Paris of the Middle East). Sebutan itu muncul bukan tanpa sebab. 

Ibu kota Lebanon ini pernah dihuni warga yang berpengetahuan luas, buah dari pertukaran wawasan warganya yang punya latar belakang agama dan budaya yang beraneka macam. Wajar jika kemudian Beirut menyandang label sebagai kota kosmopolitan laiknya Paris. 

Namun suasana hidup yang heterogen itu pernah dirusak oleh perang saudara selama 25 tahun. Pada periode 1975-1990 itu, kehidupan penuh ragam nan harmonis di sana mendadak bersalin rupa menjadi penuh curiga. 

Kecurigaan yang kemudian berbuah pertikaian dan peperangan antar warga sipil. 

Kondisi itu bahkan diperparah dengan keikutsertaan Suriah, Israel, Amerika dan kelompok bersenjata Palestine Liberation Organization (PLO) yang berharap meraup "untung" dari mala di salah satu kota paling tua di dunia itu. 

Dalam konteks itu, sutradara Brad Anderson masuk dan mengadaptasinya menjadi sebuah drama thriller politik. Agar tidak cuma jadi film talky, beberapa tokoh dihadirkan dalam perannya sebagai agen mata-mata. 

Di sini, penulis skenario, Anthony Joseph "Tony Gilroy" adalah jagoannya. Persoalan laku peluluk dan aneka siasat yang melingkupinya sudah bukan hal asing baginya. Lihat saja naskah yang ia buat untuk trilogi Bourne. 

Simak bagaimana Gilroy mampu mengembangkan cerita dengan selipan aneka kelokan cerita (plot twist) di dalamnya. Ia bahkan mampu mencicil kejutan kecil di tengah cerita dengan kehadiran kejutan besar di pengujungnya. 

Duet sutradara dan penulis naskah itu pun akhirnya menghasilkan film Beirut dengan karakter tokoh dan cerita yang kompleks. Satu bagian cerita saja yang terlewat, bisa bikin kita bertanya-tanya tentang adegan di akhir laga.

Jalan Cerita

Dan tokoh utama kita dengan karakter yang kuat dan perannya yang sangat maksimal adalah Mason Skiles (Jon Hamm). Di sela-sela tugasnya sebagai seorang diplomat pada 1972, ia dihadapkan pada peristiwa berdarah yang sekaligus mengubah jalan hidupnya. 

Istrinya, Nadia (Leila Bekhti), tewas kena terjang peluru dari senjata seorang pemberontak yang masuk ke acara perjamuannya. Anak angkatnya, Karim Abou Rajal (Idir Chender), yang sangat dicintai istrinya, "berkhianat". 

Atas kejadian itu, kariernya berantakan dan ia pulang ke kampung halamannya. Profesinya pun berubah, dari seorang diplomat menjadi seorang mediator untuk sengketa perburuhan di wilayah Boston. 

Mason, lulusan kajian Timur Tengah dari kampus kenamaan, memang tidak asing dengan negosiasi dan perannya sebagai penengah sengketa. Tapi masa lalu yang terus menghantuinya, membuatnya kurang berkonsentrasi menjalankan peran barunya itu. 

Ia buang gaya hidupnya yang mapan menjadi urakan. Selain lebih banyak menghabiskan waktu untuk menyendiri, ia adalah peminum alkohol yang kuat. Tetapi pertemuannya dengan seorang kenalan lama mendadak membelokkan cerita hidupnya. 

Tetiba saja, Mason ditawari menjadi pembicara di Universitas Beirut meskipun sebenarnya ia sadar ada hal lain di balik tawarannya itu. Ia pun bersedia menghadiri undangan itu. Kesediaan yang kemudian mempertemukannya dengan masa lalu sekaligus suasana Beirut yang telah berubah. 

Kota Beirut luluh tantak. Bangunan eksotis yang dulu berdiri sudah banyak yang jadi puing. Warganya tidak lagi bersahabat. Tembakan dan bom di mana-mana. Dalam situasi itu, Mason harus berurusan dengan agen mata-mata Amerika, Israel dan kelompok bersenjata lokal di Beirut. 

Meski begitu, Mason berkewajiban menerima misi yang dibebankan kepadanya oleh kedutaan besar negaranya di Lebanon melalui agen CIA. Ia diwajibkan menjalani peran sebagai negosiator untuk membebaskan Cal (Mark Pellegrino), sahabatnya sewaktu menjadi diplomat. 

Cal, si agen CIA ternama ini, ditawan kelompok bersenjata lokal. Dan belakangan kita tahu, Karim ada di balik kehadiran paksa Mason di Beirut. Ya, Karim dan pasukannya menawan Cal dan meminta pemerintah Amerika memanggil Mason untuk menjadi negosiator untuk pertukaran tawanan dengan kakaknya Abou Rajal yang ditawan pihak lain. 

Pemerintah Amerika sangat berkepentingan untuk membebaskan Cal karena tidak mau informasi yang dimilikinya diketahui pihak lawan. Di sini, persoalan cara membebaskan Cal punya banyak versi. Ada yang menginginkannya "bebas" baik mati ataupun hidup dan ada yang berkeras menginginkan Cal selamat. 

Mason berada pada pilihan terakhir. Tetapi tiga agen mata-mata Amerika, SandyCrowder (Rosamund Pike), Donald Gaines (Dean Norris), Gary Ruzak (Shea Whigham), preferensinya sulit ditebak sehingga mengharuskan Mason untuk bertemu langsung dengan Cal agar ia yakin siapa pihak yang harus dibela. 

Di tengah gejolak batinnya dalam menghadapi masa lalu di Beirut, Mason harus menyelamatkan sahabatnya dari ancaman pembunuhan dari kawan maupun lawan. Ya, selain ia harus berhadapan dengan pasukan bersenjata yang menawan sahabatnya, ia juga harus mempelajari gerak-gerik sekutunya baik agen mata-mata dari Amerika maupun Israel. 

Tidak lupa, film Beirut juga menyuguhkan tayangan betapa pertemuan kaukus begitu penting dalam sebuah perundingan. Lihat saja bagaimana Mason mengulik keinginan pihak Amerika, Israel dan kelompok bersenjata satu per satu sebelum sebuah siasat diambil. 

Simak juga bagaimana Mason mempermainkan perasaan Karim untuk memuluskan proses negosiasinya. Kunci dari semuanya adalah pertemuan yang akhirnya terjadi antara Mason dan Cal di tempat penawanan. Dari sana, taktik untuk sebuah resolusi disusun. Tentu saja mengetahui siapa kawan menjadi penting dalam film Beirut. 

Komentar Film 

Tidak ada yang sia-sia dari setiap adegan yang tersaji dalam Beirut. Setiap bagiannya adalah potongan puzzle yang akan tampak jelas gambaran utuhnya bila semuanya telah terkumpul dan menempel di tempat semestinya. 

Tapi jelas, aksi para mata-mata di sini sangat jauh dari perangkat teknologi yang tersaji seperti dalam trilogi Bourne. Tentu saja begitu, sebab latar waktu film adalah pertengahan tahun 1980-an di saat aksi peluluk dilakukan secara klasik. 

Adapun kelokan cerita (plot twist) muncul di mana-mana. Misalnya saat Mason tetiba saja digiring oleh perempuan tidak dikenal saat ledakan terjadi di tempatnya menyampaikan ceramah. Adegan yang akhirnya mempertemukan Mason dengan Cal. 

Tentu saja, semua aksi negosiasi itu bakal hambar bila bukan aktor sekelas Jon Hamm yang memerankannya. Acting-nya saat menjadi diplomat, pemabuk, dan penyelamat Cal sungguh memesona. Perubahan karakternya jelas tampak pada laku dan gaya bicaranya. 

Namun begitu, catatan kecil tentang kealpaan sang sutradara memotret secara bijak kondisi sosial dan politik kota Beirut mengesankan film ini terlalu memojokkan agama tertentu. Meskipun sebenarnya, ada petikan dialog yang coba menjelaskan posisi itu namun karena porsinya terlalu sedikit, poin itu tidak tersampaikan secara jelas. 

Namun demikian, Beirut tetap laik tonton terutama bagi para penikmat drama thriller politik tentang aksi mata-mata dan negosiator di tengah gejolak perang saudara yang membara.

-----

Beirut (2018) 

Sutradara: Brad Anderson; Penulis Skenario: Tony Gilroy; Produser: Ten Field, Tony Gilroy, Monica Levinson, Shivani Rawat, Mike Weber; Genre: Drama, Thriller; Kode Rating: 17+; Durasi: 109 Menit; Perusahaan Produksi: Kasbah-Film Tanger, Radar Pictures, ShivHans Pictures; Bujet Film: US$ 2,1 Juta 

Pemeran: Mason Skiles (Jon Hamm), SandyCrowder (Rosamund Pike), Cal (Mark Pellegrino), Donald Gaines (Dean Norris), Gary Ruzak (Shea Whigham), Nadia (Leila Bekhti), Karim Abou Rajal (Idir Chender) 

sumber data film: IMDB 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun