Mohon tunggu...
Ibnu Dawam Aziz
Ibnu Dawam Aziz Mohon Tunggu... lainnya -

pensiunsn PNS hanya ingin selalu dapat berbuat yang dipandang ada manfaatnya , untuk diri,keluarga dan semua

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Membangun Terorisme a la FBI di Indonesia

2 Juni 2017   13:32 Diperbarui: 2 Juni 2017   13:47 1132
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dan sore ini tiba-tiba pintu kamarnya terbuka, yang datang bukan perawat tapi seorang yang tidak pernah dilupakannya, Eric. Memang Eric atau Ahmad Mudzakir dengan tahilalat di hidung dan codet bekas luka di pelipis kirinya, tapi kali ini jenggotnya sudah hilang. Tidak berbaju gamis, tidak bercelana  cingkrang, juga tidak berkopiah. Tapi berpakaian lengkap seorang Perwira Polisi dengan pangkat dipundaknya.

Eric yang menatap dengan sendu, tatapan seorang sahabat lama yang bertemu kembali. Erik memulai lebih dulu berkata : “ Maafkan saya Im “ panggilan akrab Eric pada dirinya. Sambil tangan Erik menggenggam erat tangan Imron , masih genggaman seorang sahabat.

“Jangan bicara apapun Im” kata Eric berikutnya ”Akan saya jelaskan apa yang terjadi sebenarnya.”  Tapi lihat dulu ini .

Eric mengeluarkan sebuah remote Control  dan menghidupkan TV layar datar berukuran 23”  yang terpampang dihadapan tempat tidur Imron, yang selama ini tidak pernah bisa dihidupkan dan Imron belum pernah bisa menontonnya.

Sebuah rekaman ulang dari siaran TV Nasional muncul dihadapan Imron. Rekaman tentang serangan Polisi dari kesatuan DENSUS 88, menggerebeg sebuah rumah yang dijadikan markas Teroris dikawasan Kampung Sawah Kota Depok.  Ada empat orang teroris, semua dapat dilumpuhkan dan tewas. Imron menjadi bingung, tiga dari empat orang itu adalah teman Imron di Klinik herbalnya dan seorang lagi adalah yang bersama dirinya diundang  menemui Ahmad Mudzakir di Pesantren.

Pada saat Imron mau bertanya, Eric menggeleng dan menyuruh Imron untuk melihat lebih dulu siaran ulang yang ada dihadapannya. Yang tampak kini adalah Penyiar TV yang menjelaskan bahwa Penggerebagan di Klinik Herbal di Kawasan Kampung Sawah Kota Depok adalah pengembangan kasus berdasarkan hasil temuan terhadap pelaku Pengeboman di Mangga Dua yang dilakukan oleh Muhammad Imron Rosyadi sehari sebelumnya.

Penyiar itu kemudian mengatakan, dalam pengeboman di Mangga Dua, dari sisa potongan tubuh pelaku Bom bunuh diri ditemukan sebuah dompet berisi tanda pengenal berupa KTP dan SIM atas nama Muhammad Imron Rusyadi yang bekerja sebagai terapis Ruqyah Syar’I dan pemilik Toko Herbal yang ternyata dijadikan markas teroris di Kawasan Kampung Sawah Kota Depok.

Muhammad Imron Rusyadi itu dirinya yang sebatang kara ini.

“Im” kata Eric berikutnya “ maafkan saya, kita memang bersahabat dan akan tetap bersahabat, tapi tugas saya, perintah yang saya terima dan sumpah jabatan saya, saya tidak bisa berbuat lain. Ahmad Mudzakir itu memang tidak ada. Saat kita ketemu saya langsung mengenalmu, dan saya juga yakin bahwa engkaupun mengenali diriku.  Saya memang Eric yang dulu, walaupun saya memang pernah dikirim keberbagai pesantren untuk mempelajari Islam. Bahkan saya juga dikirim ke Timur Tengah.

Saat Ahmad Mudzakir menemuimu disini, AKBP Fransiscus Budiharjo sedang berada di Massey University, New Zealand itu alibi yang kita miliki, tak satupun saksi yang akan mengenali Ahmad Mudzakir adalah AKBP Fransiscus Budiharjo. Juga tidak ada seorangpun saksi yang bakal mengenali sosok Muhammad Imron Rusyadi. Karena Muhammad Imron Rusyadi sudah tewas sebagai pelaku Bom Bunuh diri di Mangga Dua.

“Im” kata Erik berikutnya “ Untuk seorang sahabat, saya telah melakukan secara maksimal  apa yang bisa saya lakukan. Muhammad Imron Rusyadi memang telah mati. Tapi sahabatku belum mati. Saya masih ingat dulu engkau ingin ke Mesir.  Tenangkan dirimu barang dua atau lima tahun di Mesir, semuanya telah diurus bila engkau telah sehat, engkau tinggal berangkat. Saya tahu Im, engkau lebih pintar segalanya dari aku, hanya kesempatan yang berpihak kepadaku. Engkau akan bisa hidup sebagai orang baru, dengan kesempatan yang lebih baik, tapi Muhammad Imron Rusyadi, sudah mati dan akan betul-betul mati bila muncul kembali. Aku tidak mau itu Im, aku mau engkau tetap hidup, tetap sebagai sahabatku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun