Mohon tunggu...
Bangun Sayekti
Bangun Sayekti Mohon Tunggu... Apoteker - Pensiunan Pegawai Negeri Sipil

Lahir di Metro Lampung. Pendidikan terakhir, lulus Sarjana dan Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada di Yogyakarta.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Cabang Pohon Kering

12 Maret 2024   06:15 Diperbarui: 12 Maret 2024   06:41 120
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Mengetahui ada sepasang burung emprit hinggap di cabang kering aku berhenti menggergaji, dan memandang ke arah burung emprit hinggap. Sepasang burung emprit berbunyi prit, prit, prit lalu terbang entah ke mana perginya. 

Dalam hati terlintas si burung mungkin memberi isyarat agar tidak memotong cabang kering dulu, karena masih ada warganya di dalam sarang tersebut. Melihat kejadian tersebut aku berhenti menggergaji, lalu turun tidak melanjutkan pemotongan cabang kering tadi.

Setelah lama cabang kering dibiarkan tetap seperti kondisi semula, sampai kedua sarang burung emprit tersebut tampak lapuk. Melihat kondisi sarang yang sudah lapuk aku yakin kalau kedua sarang sudah ditinggal pergi, atau sudah tidak ada penghuninya lagi. Akhirnya aku memanjat pohon mangga kembali, sambil membawa gergaji dengan maksud akan memotong cabang yang sudah kering itu.

Penggergajian sudah ku mulai, dan tanpa aku ketahui dari mana datangnya hinggap sepasang burung emprit di cabang kering yang akan dipotong. Melihat datangnya sepasang burung emprit aku lalu berhenti menggergaji, dan sengaja memandang ke arah sepasang burung emprit hinggap.

Sepasang burung emprit berbunyi, prit, prit, prit lalu terbang entah kemana perginya. Dalam hati terlintas kembali si burung mungkin mengucapkan terima kasih, dan memberi tahu kalau anak -- anaknya sudah besar, dan sudah bisa terbang meninggalkan sarang tersebut.

Aku merasa trenyuh melihat kejadian tersebut, burung saja dapat berterima kasih atas perbuatan orang ibaratnya; Tetapi mengapa manusia yang diciptakan sebagai ............................................

Makhluk paling sempurna diantara mahluk ciptaan Allah, banyak yang lupa untuk berucap terima kasih, dan bersyukur atas karunia yang telah diterimanya.

Dapat dibayangkan kalau sesama manusia saja sulit untuk menghormati, apalagi menghargai, menyayangi, dan mengasihi sesama makhluk lain ciptaan Allah, tentunya akan sangat sulit. Ungkapan ini bila dikaji dari sisi aku sebagai manusia.  

Sebaliknya bila dikaji dari sisi pohon mangga, alhamdulillah aku mendapat pelajaran yang sangat tinggi nilainya. Betapa tidak. Kejadian ini seolah -- olah aku ditunjukkan oleh Allah Swt. Tuhan Yang Maha Kuasa, jadilah engkau layaknya pohon mangga itu.

Meskipun dahannya sudah kering kerontang

namun masih bisa mengayomi, dan memberi manfaat

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun