Mohon tunggu...
Bangun Sayekti
Bangun Sayekti Mohon Tunggu... Apoteker - Pensiunan Pegawai Negeri Sipil

Lahir di Metro Lampung. Pendidikan terakhir, lulus Sarjana dan Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada di Yogyakarta.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Cabang Pohon Kering

12 Maret 2024   06:15 Diperbarui: 12 Maret 2024   06:41 118
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Rumah menyatu dengan Apotek Sido Waras, beralamat di jalan Gunung Rajabasah Raya Blok E No. 06 Perumnas Way Halim, Bandar Lampung. Meskipun beralamat di Perumnas, namun aku tidak memilikinya sejak awal. Aku membeli dari pemilik lama yang pindah ke Padang. 

Kebetulan di halaman depan rumah terdapat pohon mangga dermayu, yang berjarak sekitar 4 meter dari dinding depan rumah. Memang saat awal menempati rumah ini bulan Oktober tahun 1993, diameter pohon mangga tersebut baru lebih kurang 7 Cm. Selanjutnya dekat dengan pohon mangga, kecuali dibuatkan kolam kecil dengan berbagai jenis ikan yang hidup didalamnya, juga ditanami tanaman obat. Oleh istri di sekitar kolam, dan pohon mangga diserasikan dengan tanaman hias, dan bunga pot.   

Dengan adanya berbagai tanaman tersebut kecuali dapat berfungsi sebagai peneduh, dan penghias rumah ( Jawa = petetan ) sekaligus juga dapat berfungsi sebagai penyaring udara. Tetapi karena pohon mangga setiap saat berbuah, dan bila buahnya dimakan dapat menyebabkan orang kenyang ( Jawa = mlentet ); Maka tanaman hias yang ada di halaman depan rumah, kurang tepat bila hanya disebut petetan. Akan lebih tepat bila disebut plentetan, artinya petetan yang dapat memlentetkan alias hiasan yang dapat mengenyangkan.

Pohon mangga ini tumbuh subur, dan berbuah terus menerus bisa dikatakan tidak berbuah musiman. Artinya pohon mangga ini tanpa terputus ada bunganya, ada buah yang masih sangat kecil, ada buahnya yang kecil, ada buahnya yang sedang, ada buahnya yang besar. Ada juga buahnya yang sudah tua, ada buahnya yang sudah matang, dan bahkan kadang -- kadang ada juga buahnya yang sudah dimakan kalong atau codhot sebagian.

Bersyukurnya lagi, aku sekeluarga dapat membantu para ibu hamil yang memerlukan mangga mengkal buat anak yang dikandung, katanya. Istilah Jawanya, ibu yang sedang nyidam atau ngidam. Tidak memandang siapa yang memintanya, bagi mereka yang membutuhkan dipersilahkan, dan tak jarang mengambil sendiri setelah minta izin.

Hingga saat ini tepatnya tanggal 1 Oktober 2020, berarti aku sekeluarga sudah menempati rumah ini lebih dari 27 tahun. Dari kenyataan ini, pohon mangga dermayu tadi sudah berumur lebih dari 30 tahun. Dan ternyata setelah aku ukur diameter pohonnya sudah mencapai sekitar 40 Cm, sedangkan jaraknya  dari dinding rumah sekitar 35 Cm.

Dengan rimbunnya pohon mangga, dapat menarik perhatian burung -- burung untuk menginap, dan membuat sarang. Suatu waktu terdapat sarang burung emprit 5 buah, dan bahkan lebih belum lagi sarang burung kutilang. Kesemuanya aman -- aman saja, karena memang tidak ada orang yang mau mengusik keberadaan sarang - sarang burung tersebut.

Karena yang bersarang silih berganti, maka ada kalanya sarang yang masih baik kondisinya, dan ada pula sarang yang kelihatan sudah lapuk, artinya sarang tadi sudah lama ditinggalkan oleh penghuninya. 

Di dunia memang tidak ada yang langgeng, tidak terkecuali tanaman. Dengan silih bergantinya cabang -- cabang pohon mangga, ternyata ada 2 cabang kering yang posisinya ada dipaling atas pohon. Dari 2 cabang kering ini, masing -- masing terdapat sebuah sarang burung emprit. Namun dari penampakan sarangnya, satu diantaranya kelihatan kalau sudah lama ditinggalkan penghuninya. Sedangkan yang satu lainnya masih tampak bagus, kemungkinan masih ada penghuninya.

Karena posisi cabang kering ini ada di pohon paling atas aku khawatir kalau patah, dan jatuh menimpa genteng bila ada angin atau hujan deras.  Untuk menghilangkan kekhawatiran aku memanjat pohon mangga sambil membawa gergaji, dengan maksud akan memotong cabang yang sudah kering tersebut.

Begitu sampai di atas aku lalu mulai menggergaji salah satu cabang kering yang sarang burungnya tampak sudah lapuk, terlebih dahulu. Saat menggergaji satu cabang kering, tanpa ku tahu dari mana datangnya hinggap sepasang burung emprit di cabang kering lainnya.

Mengetahui ada sepasang burung emprit hinggap di cabang kering aku berhenti menggergaji, dan memandang ke arah burung emprit hinggap. Sepasang burung emprit berbunyi prit, prit, prit lalu terbang entah ke mana perginya. 

Dalam hati terlintas si burung mungkin memberi isyarat agar tidak memotong cabang kering dulu, karena masih ada warganya di dalam sarang tersebut. Melihat kejadian tersebut aku berhenti menggergaji, lalu turun tidak melanjutkan pemotongan cabang kering tadi.

Setelah lama cabang kering dibiarkan tetap seperti kondisi semula, sampai kedua sarang burung emprit tersebut tampak lapuk. Melihat kondisi sarang yang sudah lapuk aku yakin kalau kedua sarang sudah ditinggal pergi, atau sudah tidak ada penghuninya lagi. Akhirnya aku memanjat pohon mangga kembali, sambil membawa gergaji dengan maksud akan memotong cabang yang sudah kering itu.

Penggergajian sudah ku mulai, dan tanpa aku ketahui dari mana datangnya hinggap sepasang burung emprit di cabang kering yang akan dipotong. Melihat datangnya sepasang burung emprit aku lalu berhenti menggergaji, dan sengaja memandang ke arah sepasang burung emprit hinggap.

Sepasang burung emprit berbunyi, prit, prit, prit lalu terbang entah kemana perginya. Dalam hati terlintas kembali si burung mungkin mengucapkan terima kasih, dan memberi tahu kalau anak -- anaknya sudah besar, dan sudah bisa terbang meninggalkan sarang tersebut.

Aku merasa trenyuh melihat kejadian tersebut, burung saja dapat berterima kasih atas perbuatan orang ibaratnya; Tetapi mengapa manusia yang diciptakan sebagai ............................................

Makhluk paling sempurna diantara mahluk ciptaan Allah, banyak yang lupa untuk berucap terima kasih, dan bersyukur atas karunia yang telah diterimanya.

Dapat dibayangkan kalau sesama manusia saja sulit untuk menghormati, apalagi menghargai, menyayangi, dan mengasihi sesama makhluk lain ciptaan Allah, tentunya akan sangat sulit. Ungkapan ini bila dikaji dari sisi aku sebagai manusia.  

Sebaliknya bila dikaji dari sisi pohon mangga, alhamdulillah aku mendapat pelajaran yang sangat tinggi nilainya. Betapa tidak. Kejadian ini seolah -- olah aku ditunjukkan oleh Allah Swt. Tuhan Yang Maha Kuasa, jadilah engkau layaknya pohon mangga itu.

Meskipun dahannya sudah kering kerontang

namun masih bisa mengayomi, dan memberi manfaat

demi kelangsungan hidup si burung emprit.

Matur nuwun Gusti ( terima kasih Allah ), Engkau telah memberi kesempatan kepadaku untuk belajar dari hamba-Mu yang lain. Oleh karena itu aku bermohon kehadhirat-Mu ya Allah Tuhan Yang Maha Kuasa, semoga di hari tuaku ini aku tetap Engkau beri kesehatan, dan dapat memberikan manfaat bagi sesama ................................

Ibarat dapat memberikan madu, bila aku merupakan sekumpulan lebah atau tawon.

Kecuali itu aku juga bermohon kehadhirat-Mu ya Allah, semoga aku selalu dijauhkan dari perbuatan yang dapat menyusahkan orang lain, keluarga, anak -- cucu, dan keturunannya. Insya-Allah, amiin.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun