Kalau sudah memahami siapa sejatinya manusia itu sesungguhnya, hendaklah seseorang dapat mencerminkan sifat pengasih, dan penyayang tersebut dalam setiap tingkah laku, perbuatan, dan tutur katanya sehari - hari. Pengajian sampai disini, dapat dikatakan bahwa pemahaman seseorang sudah sampai dijenjang tarekat.
Orang yang dalam kesehariannya telah mampu membiasakan atau membudayakan setiap tingkah laku, perbuatan, dan tutur kata yang selalu mengedepankan sifat pengasih, dan penyayangnya secara tidak sadar tetapi pasti dia telah menjiwai sifat -- sifat tersebut. Dengan demikian pengajian seseorang tadi telah sampai pada jenjang hakekat. Dengan telah dijiwai, dan diamalkannya sifat pengasih dan penyayang dalam keseharian, mudah -- mudahan dalam hatinya sudah terbangun Filter Rasa.Â
Dapat dibayangkan seandainya Bismillahirrohmanirrohim atau sifat pengasih, dan penyayang tidak hanya sampai diucapan saja, tetapi telah dapat berfungsi sebagai Filter Rasa maka tingkah laku, perbuatan dan tutur kata kita sehari -- harinya akan selalu didasari atas sifat pengasih, dan sifat penyayang. Oh betapa nikmat, dan damainya negara yang sama - sama  kita cintai ini; Karena tingkah laku, perbuatan, dan tutur kata setiap warga sehari - harinya dilandasi atas sifat pengasih, dan penyayang satu sama lain. Apapun status sosial ekonominya, apapun suku bangsa dan bangsa, apapun warna kulit dan bahasanya, apapun agama dan aliran kepercayaannya.Â
Jadi Filter Rasa ini pada dasarnya adalah kebenaran sejati dari perintah dan petunjuk Allah, dan yang seharusnya digunakan untuk menyaring setiap tingkah laku, perbuatan, dan tutur kata kita sehari -- hari sebelum dilontarkan kepada pihak lain. Baik tindakan tersebut tertuju kepada sesama makhluk ciptaan Allah atau hablumminanas, maupun kewajiban yang tertuju kepada Allah atau hablumminallah.
Dari jenjang makripat atau roso pangroso atas perintah, dan petunjuk Allah yang dilaksanakan atau diamalkan dalam kehidupan sehari-hari, mudah-mudahan Allah mengijinkan seseorang untuk dapat merasakan kebenaran sejati: apa - apa yang akan dilakukan, apa - apa yang akan diperbuat, dan apa - apa yang akan dikatakan dalam kesehariannya.
Alangkah bahagianya hidup kita, bila pemahaman akan ayat -- ayat Allah sudah sampai dalam jenjang roso pangroso atau makripat ini. Karena setiap tutur kata, setiap tingkah laku, dan setiap perbuatan sehari - harinya telah melewati Filter Rasa. Sehingga sekiranya apa yang akan dilontarkan dirasa masih dapat menyakitkan hati kita sendiri, ya tidak usah dilontarkan kepada pihak lain, karena pihak lainpun tentu akan merasa tersakiti hatinya seperti yang kita rasakan.  Tetapi kalau apa yang akan dilontarkan dirasa membuat kita menjadi adem ayem, tenteram, dan sukacita ya sebaiknya dilontarkan, karena pihak lainpun tentu akan merasakan adem ayem, tenteram, dan suka cita seperti yang kita rasakan.
Demikian juga kewajiban dalam membangun hubungan vertikal, atau biasa disebut hablumminallah yang berhubungan dengan perintah, dan petunjuk Allah. Dalam pengamalan atau dalam pelaksanaan kewajiban sehari-harinya, juga harus melalui Filter Rasa terlebih dahulu. Â
Sehingga sekiranya apa-apa yang akan dilaksanakan dirasa masih meremehkan Allah, merendahkan Allah, melecehkan Allah, dan mengingkari perintah dan petunjuk Allah, atau bahkan merasa lebih kuasa dari Yang Maha Kuasa, ya wajib bergegas untuk segera menghentikannya; Dan tidak usah diteruskan, karena akan sangat berat pertanggung jawaban akhir dihadapan Allah, kelak.
Semoga kita sebagai penganut agama, apapun agamanya dapat membangun Filter Rasa dalam hati kita masing -- masing, demi tetap terjaga atau terpaliharanya kesucian diri, kesucian jiwa dan kesucian hati kita. Ketika pembangunan Filter Rasa terwujud, dan telah berfungsinya Filter Rasa insya-Allah Allah mengijinkan kita menjadi manusia yang bermakna di jagad raya ini. Artinya kita manusia yang sesungguhnya adalah makhluk paling sempurna diantara makhluk lain ciptaan Allah, dan yang mestinya tidak kalah bermakna dari kelapa ibaratnya. Artinya setiap tingkah laku, perbuatan, dan tutur kata kita yang tercermin atau terlontar kepada pihak lain, hanyalah merupakan kebenaran sejati yang sudah melewati Filter Rasa, layaknya santan kelapa yang sudah tidak ada ampasnya.
Dan muara akhirnya jangan sampai hidup kita di atas dunia ini sama sekali tidak bermakna, sehingga oleh leluhur tanah Jawa dikiaskan: isih aji godhong jati aking, yang arti harfiahnya masih lebih bermakna daun jati kering. Betapa rendahnya martabat manusia bila demikian adanya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H