Mengapa harus dalam bentuk perumpamaan? Begitulah, nenek moyang kita memberi contoh. Beliau disiplin, dan taat dalam melaksanakan perintah dan petunjuk Allah. Karena dalam Al Qur'an disebutkan perintah, dan petunjuk Allah disampaikan dalam bentuk perumpamaan, dimaksudkan agar manusia mau berpikir. Sayangnya para penganut Islam, hanya sedikit yang mau berpikir ke arah itu. Dan maunya, yang hanya tinggal menelan apa yang tersurat saja. Akibatnya pelaksanaan atau pengamalannya, jauh dari yang seharusnya.
Kalau ingin mengetahui lebih dalam makna yang terkandung dalam surat An Nuur ayat 35, dapat dibaca dalam tulisan penulis dengan Judul  "Sang Suci" atau "Satriyo Piningit", dan secara singkat dapat penulis sampaikan sebagai berikut. Penulis memang suku Jawa. Tetapi karena lahir, dan dibesarkan di tanah Lampung sudah barang tentu bahasa Jawa, lebih--lebih bahasa Jawa kromo atau halusnya tentu kurang menguasai dengan baik. Oleh karena itu seandainya penulis dalam menjelaskan arti harfiah kata satriyo piningit kurang tepat, mohon kiranya dapat dimaklumi.                Â
Secara harfiah, satriyo dapat disama-artikan dengan kesatria. Piningit, menurut hemat penulis dapat disama - artikan dengan: disembunyikan atau tersembunyi atau tidak dapat dilihat secara umum atau dikarantina atau tan kasat mata atau misterius. Dalam hal ini penulis cenderung menyama-artikan kata piningit dengan tan kasat mata. Jadi Satriyo Piningit, disama-artikan dengan Kesatria Tan Kasat Mata.
Dengan demikian Satriyo Piningit benar tan kasat mata, dan betapa misterius keberadaannya dalam wadag manusia. Namun demikian sesungguhnya Allah telah menunjukkan perihal mengenai Satriyo Piningit ini. Tetapi karena firman Allah disampaikan dalam bentuk perumpamaan, sudah barang tentu tidak mudah dipahami oleh manusia pada umumnya.
Penjelasan tentang Satriyo Piningit ini, dapat dikaji dalam surat An Nuur ayat 35. Allah ( pemberi ) Cahaya  ( kepada ) langit dan bumi. Perumpamaan cahaya Allah, adalah  seperti  sebuah lubang yang tak tembus yang didalamnya ada pelita besar. Pelita itu didalam kaca ( dan ) kaca itu  seakan--akan bintang ( yang bercahaya ) seperti mutiara, yang dinyala kan dengan minyak dari pohon yang banyak berkahnya, (yaitu) pohon zaitun yang tumbuh tidak disebelah timur ( sesuatu ) dan tidak pula disebelah barat(nya), yang minyaknya (saja) hampir-hampir menerangi, walaupun tidak disentuh api. Cahaya diatas cahaya ( berlapis-lapis ), Allah  membimbing  kepada  cahaya-Nya  siapa  yang Dia kehendaki, dan Allah membuat perumpamaan -- perumpamaan bagi manusia, dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.            Â
Ketika anak bungsu penulis, yang saat itu masih kuliah di Fakultas Teknik Jurusan Kimia Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, pulang ke Lampung bertanya, pah siapa sesungguhnya Satriyo Piningit itu? Mengapa hal ini ditanyakan? Karena waktu itu sedang ramai-ramainya masyarakat membicarakan seseorang yang mengaku sebagai Satriyo Piningit, akan mendaftarkan diri menjadi calon Presiden.
Penulis menjawab kalau ingin tahu tentang siapa sesungguhnya Satriyo Piningit, coba diambil kitab Al Qur'an dan Terjemahnya itu, dan tolong dikaji dengan seksama surat An Nuur  ayat 35. Selang beberapa saat, pah sudah saya baca surat An Nuur ayat 35, tetapi tidak memahami makna batiniyahnya, bagaimana pah?
Adik ingin mengetahui keberadaan Satriyo Piningit? Benar, pah! Baik, tolong dibawa kitab Al Qur'an dan Terjemahnya. Lalu silahkan mengambil posisi tegak berdiri menghadap kearah Utara, dengan melangkahi ( Jawa=mengangkangi ) garis yang membujur dari Utara ke Selatan ini. Dengan demikian kaki kiri menapak disebelah Barat garis, sedangkan kaki kanan menapak di sebelah Timur garis.
Kepada sahabat - sahabat yang ingin mengetahui keberadaan Satriyo Piningit itu dimana, silahkan memposisikan  diri  dan  mengikuti arahan layaknya peragaan ini.                    Â
Siap? kata penulis, siap sahut si bungsu. Silahkan dibaca surat An Nuur ayat 35 tadi dengan tenang, dan dirasakan melalui roso pangroso. Si bungsu mulai membacanya. Allah (pemberi) Cahaya (kepada) langit  dan  bumi.  Perumpamaan cahaya Allah, adalah seperti sebuah lubang yang tak tembus yang didalamnya ada pelita besar. Pelita itu didalam kaca ( dan ) kaca itu  seakan-akan bintang  ( yang bercahaya ) seperti mutiara, yang dinyala-kan dengan minyak dari pohon yang banyak berkahnya, (yaitu) pohon zaitun yang tumbuh tidak disebelah timur (sesuatu ), .....................................................Â
Stop kata penulis. Tolong direntangkan tangan kanan adik ke arah timur, yang mengisyaratkan pohon zaitun tidak tumbuh disebelah timur ( sesuatu ). Setelah  dilaksanakan, tolong  dibaca selanjutnya kata penulis, ...................... dan tidak pula disebelah barat(nya), ............................... Stop kata penulis lagi. Tolong direntangkan tangan kiri adik ke arah barat ( tangan kanan sudah boleh istirahat untuk membawa kitab Al Qur'annya ), yang mengisyaratkan pohon yang banyak berkahnya (pohon zaitun) tidak tumbuh di sebelah barat (sesuatu). Selanjutnya penulis berkata silahkan dari peragaan tadi adik simpulkan sendiri, dimana kira -- kira tumbuhnya pohon zaitun atau pohon yang banyak berkahnya tersebut.