Mendirikan shalat, bukan bersifat kuratip atau pengobatan. Ilustrasinya. Setelah kita marah, setelah kita memukul, dan setelah kita memaki orang lain, kemudian cepat--cepat berwudhu lalu shalat. Dan setelah shalat seketika itu juga, hilang amarah, dan rasa dongkol kita karena memukul dan memaki orang lain. Benarkah?
Kalau kita mau jujur, dan mau mengakui kepada diri sendiri, selama shalatpun yang teringat paling banter ya amarah, dan rasa dongkol itu tadi. Jangankan sehabis shalat secara otomatis hilang, sampai besoknya sekalipun aneka rasa tadi masih tetap melekat pada diri si pemarah atau si pemukul atau si pemaki itu. Dan bahkan tak jarang, sampai tidak bertegur sapa hingga beberapa saat lo. Itu kalau, kita mau jujur mengakuinya.Â
Kalau memang demikian adanya, sebaiknya ya diakui saja karena mengakui kesalahan diri sendiri hakekatnya untuk perbaikan diri kita sendiri. Kemudian berani mengambil sikap, jalan mana yang harus kita ambil, preventip atau kuratip! Mumpung masih ada waktu, untuk memperbaiki arah jalan yang akan kita dituju.
Hal lain yang masih sering kita dengar, dan perlu dikaji ulang pernyataan penganut agama selain Islam dikatakan kafir? Ada teman mengatakan kepada penulis, kok mau -- maunya keluarga penulis ketempatan, dan memelihara orang kafir. Pasalnya dikeluarga penulis ikut anak Bali (suku Bali maksudnya) yang sudah barang tentu menganut agama Hindu. Mendengar perkataan demikian, penulis merasa prihatin atas pemahaman seperti itu. Karena pernyataan itu menunjukkan bahwa yang mengatakan, belum mengkaji Al Qur'annya dengan benar dan tepat.
Surat Al Baqarah ayat 62. Sesungguhnya orang -- orang yang beriman, orang -- orang Yahudi, orang -- orang Nasrani dan orang -- orang Sabiin, siapa saja diantara mereka yang benar -- benar beriman kepada Allah, hari kemudian dan beramal saleh, mereka akan menerima pahala dari Tuhan mereka, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka, dan tidak (pula) mereka bersedih hati.
Penulis ulangi penggalan kalimatnya, .......... mereka akan menerima pahala dari Tuhan mereka, ................ Bukankah ini menyiratkan, Allah akan memberikan imbalan atau hadiah atau ganjaran  atau pahala, atau gift, atau apapun istilahnya terserah, kepada siapapun orangnya, dan apa pun agama yang diyakininya? Tanpa ada pembedaan antar satu agama dengan agama yang lain, atau tanpa menyebut satu agama tertentu. Tetapi dinyatakan kepada mereka yang benar -- benar meyakini adanya Allah dan hari kemudian, serta mengerjakan perbuatan baik (amal saleh).Â
Mengapa hanya masalah sebutan yang sifatnya hanya lahiriyah atau tingkatan sareat yang selalu dipermasalahkan, dan diributkan, sampai -- sampai mengatakan orang yang berbeda cara penyebutan saja, dikatakan kafir. Padahal sebutan ditingkatan lahiriyah atau ditingkatan sareat yang berbeda tadi, bila dikaji ditingkatan hakekat akan sama maknanya yaitu sama -- sama sebutan bagi Tuhan Yang Maha Esa.
Bukankah kita sudah akrab dengan lakum dinukum waliadin, yang arti harfiahnya kamu agamamu, aku agamaku. Ya sudah dilaksanakan itu, jangan hanya berhenti diucapkan saja. Tidak usah penganut agama yang satu, menilai penganut agama yang lain, karena semua yang kita perbuat di dunia ini akan kita pertanggung jawabkan sendiri kelak dihadapan Tuhan Yang Maha Esa, apapun agamanya.
Sekitar 15 tahun yang silam penulis dimintai pertolongan oleh seseorang yang belum penulis kenal, beliau beragama Hindu. Dengan nada sendu, dan air mata bercucuran si ibu menceritakan kalau anak perempuannya sudah divonis dokter, dengan mengatakan kalau kondisi si anak normal masih dapat bertahan 1,5 sampai dengan 2 tahun lagi. Singkat ceritanya dengan cara penulis yang orang Jawa, dan beragama Islam mencoba membantunya dengan memberikan air putih yang telah penulis do'a kan, dan kapsul JSN ( Jamu Sambung Nyowo ), dan atas izin Allah si anak sampai sekarang masih sehat, bekerja di Rumah Sakit, dan menganggap penulis sekeluarga seperti orang tuanya sendiri. Dan yang perlu dicatat, anak tersebut sampai sekarang tetap orang Bali dan beragama Hindu, bukannya spontan jadi orang Jawa, dan beragama Islam karena penulis penganut Islam.
Surat Yunus ayat 9. Sesungguhnya orang -- orang yang beriman dan mengerjakan amal -- amal saleh, mereka diberi petunjuk oleh Tuhan mereka karena keimanannya, dibawah mereka mengalir sungai -- sungai didalam surga yang penuh kenikmatan.
Disini dijelaskan wujud imbalan atau ganjaran ( pahala ), yang diperuntukkan bagi orang yang beriman ( apapun agama yang yakininya dan tidak menyebut satu agama tertentu ) dan mengerjakan perbuatan baik atau amal saleh. Walau tidak diminta sekalipun, Allah akan memberikan petunjuk kepada mereka sesuai dengan keimanannya.