Semoga keselamatan dan rahmat Allah tercurah bagi kita semua, amiin. Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
Perumpamaan Jawa mengatakan "Ora ono banyu miline munggah", arti harfiahnya tidak ada air yang mengalir naik. Perumpamaan ini merupakan hukum alam, namun bila dikaji secara mendalam melalui roso pangroso dapat memberikan tuntunan bagi kehidupan penulis pada khususnya, dan tuntunan bagi kehidupan kita pada umumnya. Â
Penulis memahami, menyadari, dan sekaligus mengalami. Setelah penulis bekerja, merasa belum dapat berbuat sesuatu bagi orang tua semasa hidupnya. Namun penulis juga menyadari apapun yang penulis perbuat bagi orang tua tidak akan mungkin dapat setimpal dengan jerih payah orang tua, selama mendidik penulis sejak lahir hingga dewasanya. Karena setelah dewasa tentu penulis akan mempunyai istri, dan akhirnya punya anak.Â
Sudah pasti akan berbuat sama dengan orang tua, yaitu mendidik anak sejak lahir hingga dewasanya. Usaha apapun akan penulis jalani demi kebahagiaan keluarga. Ibarat kaki untuk kepala, kepala untuk kaki. Sepanjang pekerjaan tersebut tidak bertentangan dengan petunjuk, dan perintah Allah serta tidak bertentangan dengan peraturan perundangan yang berlaku di negara yang sama-sama kita cintai.
Meski kedua orang tua telah tiada, insya-Allah beliau berdua akan merasa bangga, dan bahagia di alam langgeng sana. Bila anak-anak penulis yang tidak lain adalah cucu -- cucu beliau dapat tumbuh, dan terbangun sedemikian rupa sehingga menjadi anak yang berakhlak mulia, berbudi pekerti luhur, pintar, cerdas, dan berguna bagi nusa bangsa, serta berbakti kepada orang tua.Â
Analog dengan uraian tersebut adalah merupakan balasan yang setimpal bagi penulis ( layaknya hidup di dalam surga ), manakala anak -- anak dapat mendidik semua anak -- anaknya yang tidak lain adalah cucu -- cucu penulis, menjadi anak -- anak yang berakhlak mulia, dan berbudi pekerti luhur, pintar dan cerdas, berguna bagi nusa bangsa, serta berbakti kepada orang tua.
Sebaliknya penulis akan merasa sengsara dan menderita layaknya hidup di dalam neraka, hidup di dunia maupun hidup di alam kelanggengan atau di alam keabadian kelak; Bila anak -- cucu penulis, dan keturunannya sampai terlantar dan menjadi beban masyarakat, gara - gara orang tuanya mencurahkan segenap perhatian, daya dan upaya, serta pikirannya hanya untuk membahagiakan penulis selaku orang tuanya. Tidak ada pikiran sedikitpun, untuk minta balasan dari anak. Karena hakekatnya keprihatinan penulis selaku orang tua, hanyalah semata-mata untuk kebahagiaan, dan kemuliaan keluarga, anak -- cucu, dan keturunannya.
Jujur saja, sampai kedua orang tua kembali menghadap Allah Swt. Tuhan Yang Maha Suci, penulis merasa belum dapat berbuat apa-apa. Kecuali ungkapan rasa syukur, ketika ibu sembuh dari sakit dan penulis lulus ujian Apoteker. Dimana ibu didampingi bapak, berkenan untuk bertindak mewakili penulis menerima ijazah dalam acara penyumpahan Apoteker. Baru sebatas itu yang dapat penulis berikan kepada orang tua, walau sesungguhnya ingin berbuat lebih banyak lagi.
Meskipun secara naluriah, sudah pasti ada keinginan anak untuk memberikan sesuatu yang dapat mem-bahagiakan orang tua, layaknya seperti yang penulis alami sendiri. Pada bulan Desember tahun 2008 penulis diajak istri ke Bank Mandiri, untuk membuka rekening tabungan haji, penulis tidak mengetahui sebelumnya. Baru setelah selesai dari Bank Mandiri, dalam perjalanan pulang istri mengatakan kalau mendapat bantuan dari anak untuk menunaikan rukun Islam ke 5.
Semua anak -- anak berperan dalam keberangkatan penulis sekalian ke Arab Saudi, meski domisili mereka jauh dan berbeda satu dengan lainnya. Si Sulung dengan keluarganya berdomisili di Semarang Jawa Tengah, si Penengah dengan keluarganya berdomisili di Sangatta Kalimantan Timur, sedangkan si Bungsu belum berkeluarga berdomisili di Yogyakarta. Si Sulung dan si Bungsu menyatakan, insya-Allah pada saatnya nanti dapat turut melepas keberangkatan penulis sekalian di Bandar Lampung, sedangkan si Penengah belum dapat memastikan.
Sehari menjelang keberangkatan penulis sekalian menunaikan rukun Islam ke lima, sekitar pukul 14 siang si Bungsu pergi entah kemana membawa kendaraan. Kepergian si Bungsu memang tidak memberi tahu kepada penulis atau kakaknya. Sekitar pukul 17 wib. ada anak kecil masuk ke rumah dengan mengucap salam assalamu'alaikum. Penulis menjawab salamnya, sambil keluar melihat siapa tamu yang datang tersebut. Eee tak tahunya cucu dari Sangatta Kalimantan Timur yang datang, memberi kejutan kepada eyang rupanya.
Baru tahu alasannya mengapa si Bungsu pergi tanpa pamit, karena memang tidak biasanya demikian. Kemanapun mau pergi biasanya pamitan kepada orang  tua, lebih - lebih membawa kendaraan. Tidak lain menjemput mbak dan keluarganya ke Bandar Udara Branti, sekaligus menyembunyikan kedatangannya dari Sangatta. Alhamdulillah penulis sekeluarga dapat berkumpul, menjelang mau berangkat menunaikan rukun Islam ke 5.
Pada saat begini penulis merasa sangat bangga dan bahagia, bukan karena dibantu dana dalam menunaikan rukun Islam ke 5; Tetapi lebih dari itu, penulis dapat menyaksikan kerukunan dan kekompakan anak-anak dalam mempersiapkan, dan mengantarkan orang tuanya menunaikan rukun Islam ke 5, alhamdulillah.
Papa - mama mengucapkan banyak terima kasih atas perhatian, dan bantuan kalian semua nak, baik berupa dana, pikiran, tenaga maupun do'a, sehingga orang tua kalian dapat menunaikan rukun Islam ke 5 di tahun 2010. Insya-Allah atas keikhlasan kalian semua, Â orang tua kalian diperjalankan Allah Swt. Tuhan Yang Maha Suci dengan lancar atas izin-Nya. Dan mendapat ridho Allah Swt. Tuhan Yang Maha Suci dalam menunaikan rukun Islam ke 5 ke tanah para nabi.
Namun sebelum keberangkatan ke tanah Arab ini, penulis harus melalui pendadaran terlebih dahulu dari Allah Swt. Tuhan Yang Maha Suci, berikut cerita singkatnya.Â
Kisah nyata penulis ini terjadi sekitar 11 tahun yang lalu, beberapa waktu sebelum berangkat ke tanah para nabi di Arab Saudi. Waktu itu penulis bersama istri naik bus DAMRI ke Bogor menjenguk saudara, dan teman -- teman paguyuban Ngupoyo Upo kependekan dari Ngupadi Pondasining Driyo Utamane Panaliti Roso (bahasa Jawa). Yang arti harfiahnya lebih kurang sebagai berikut: mencari jati diri pribadi, utamanya lewat penelitian rasa.Â
Dalam silaturahmi tersebut disamping saling bertukar kabar, bercanda ria layaknya orang bernostalgia karena memang sudah lama tidak berjumpa; Sudah barang tentu penulis menyampaikan pula niat penulis sekalian akan menunaikan rukun Islam ke 5 di tahun 2010 ini, sekalian mohon do'a restu saudara dan teman - teman agar penulis sekalian dilancarkan dalam perjalanan napak tilas nabi Ibrahim As, nabi Musa As, dan nabi Muhammad SAW.
Tidak lama penulis bersama istri di Bogor hanya sekitar 3 hari saja, namun ketika akan pulang kondisi penulis tampaknya kurang mendukung, badan terasa panas -- dingin. Tetapi tidak mungkin penulis dan istri menunda kepulangan ke Bandar Lampung, akhirnya malam hari penulis sekalian diantarkan ke pool DAMRI di dekat terminal bus Baranang Siang Bogor.Â
Selama dalam perjalanan pulang dari Bogor ke Bandar Lampung badan tetap terasa panas -- dingin, dan kerongkongan terasa sakit bila untuk menelan ludah. Dengan menahan kondisi tubuh yang kurang mendukung, akhirnya penulis sekalian sampai di rumah sekitar subuh. Eee begitu di rumah meskipun telah minum obat, Â kok badan malah terasa semakin panas - dingin, dan kerongkongan untuk menelan ludah saja sakitnya setengah mati, apalagi untuk menelan makanan.
Singkat ceritanya penulis terus dibawa ke Rumah Sakit, dan sekitar pukul 9 wib. pagi itu juga setelah menjalani pemeriksaan di Unit Gawat Darurat penulis harus menjalani rawat inap di RS Abdul Muluk Bandar Lampung selama 8 hari. Karena untuk menelan kerongkongan terasa sangat sakit, maka penulis lalu di infus, dan setiap harinya hanya makan bubur. Dengan keadaan badan terasa panas -- dingin, sudah barang tentu penulispun tidak berani untuk mandi, jadi selama 8 hari rawat inap di RS praktis penulis tidak mandi.
Ternyata rawat inap selama 8 hari di RS penulis dapat menikmati hikmahnya, dan ini semua penulis anggap sebagai tambahan bekal dari Allah Swt. bagi penulis sekalian dalam melaksanakan rukun Islam ke 5 di tanah Arab. Apa hikmah yang penulis rasakan selama di tanah Arab? Kita semua tahu bahwa cuaca di tanah Arab berbeda dengan di tempat kita Indonesia.Â
Dataran disana terdiri dari gurun pasir, panas, minim pepohonan, hembusan angin keras, dan jauh dari laut sehingga kelembaban udaranya rendah atau udaranya kering. Dengan kondisi cuaca yang demikian, bila di malam hari kita mencuci kaos ibaratnya, dan setelah dicuci kaos di gantungkan di kamar mandi saja, esok harinya kaos sudah kering, dan dapat dipakai lagi.
Oleh orang Arab, orang -- orang Indonesia dikatakan boros penggunaan air. Hal ini disebabkan, karena umumnya jama'ah haji dari Indonesia merasa kepanasan, dan untuk mendinginkan badan mereka lalu sering mandi. Berbeda dengan penulis, saat pertama mandi memang terasa segar, tetapi setelah agak lama dan dengan kecepatan penguapan air yang melekat di badan, penulis merasakan badan menjadi dingin dan bahkan menggigil. Hal ini disebabkan karena, dengan penguapan air yang melekat di badan sekaligus mengambil kalori dari tubuh penulis.
Atas dasar tersebut, akhirnya penulis tidak mandi setiap hari selama di tanah arab, dan bahkan seringnya ya 3 hari sekali saja, itupun hanya sekedar membilas badan untuk menghilangkan debu atau kotoran yang melekat di badan saja. Dalam hati penulis bersyukur kehadirat Allah Swt. Tuhan Yang Maha Suci, mungkin inilah hikmah yang penulis terima atas pendadaran Allah melalui 8 hari tidak mandi selama menjalani rawat inap di Rumah Sakit Abdul Muluk Bandar Lampung, alhamdulillah.
Dari cerita tersebut, lalu apa kaitannya dengan artikel yang berjudul: Ketika Covid 19 Menyapa? Sudah barang tentu ada kaitannya, mari kita simak dan mudah -- mudahan kita dapat mengambil hikmah dari kejadian nyata ini. Â
Tanggal 25 Desember 2020 yang lalu, penulis mulai merasakan kondisi kesehatan memburuk.  Dan gejala yang penulis rasakan, sama persis seperti gejala yang penulis alami sekitar 11 tahun yang silam, yaitu badan terasa panas -- dingin, dan kerongkongan terasa sakit untuk menelan ludah, apalagi untuk menelan makanan sakitnya setengah mati. Karena gejalanya sama persis seperti itu, maka apa yang penulis  rasakan ini, tidak berpikir ada sangkut pautnya dengan covid 19.
Dengan berpikiran bahwa sakit penulis seperti yang terjadi sekitar 11 tahun yang silam, dengan tanpa berpikir covid 19 Â minta di infus, minum parasetamol, penghilang rasa nyeri, dan antibiotik layaknya napak tilas 11 tahun yang lalu. Semula antibiotiknya ampisilin, oleh anak disarankan ganti azithromycin 500 mg sehari 1 kaplet. Istri lalu konsul dengan seorang dokter, ternyata beliau menyatakan tidak berani memberi infus, bahkan menyarankan agar dibawa ke UGD agar mendapat pemeriksaan, untuk penanganan lebih lanjut, kata istri. Dari informasi istri spontan penulis tidak mau ke UGD, sama saja cari penyakit lebih -- lebih dalam masa pandemi covid -- 19.
Akhirnya istri minta tolong perawat, untuk membantu memberi infus kepada penulis karena asupan makanan sangat terbatas. Atas bantuan perawat, penulis lalu diinfus mulai tgl 30 Desember 2020 pagi. Mengetahui kondisi orang tuanya demikian, sudah barang tentu anak -- anak lalu berusaha untuk turut mengatasi kondisi orang tuanya, lebih -- lebih di masa pandemi covid-19. Kalau si Sulung yang memang beromisili di Bandar Lampung, selalu menengok kondisi orang tuanya. Si Penengah yang berdomisili di Sangatta Kaltim melalui telepon bertanya kepada penulis, mengenai penciumannya bagaimana pa? Penulis menjawab, penciuman papa biasa saja mbak, malah kalau papa lagi tiduran terus bangun saat mencium wedang kopi kok. Ya syukurlah kalau begitu pa, semoga cepat sehat kembali.
Si Bungsu yang berdomisili di Pamulang Tangsel, menunjukkan via WA hasil test antigen-nya tgl 31 Desember 2020, dan dinyatakan hasilnya negatif, dia lalu ke Bandar Lampung menjenguk papanya pada tanggal 1 Januari 2021, tiba di rumah sore hari. Tanggal  2 Januari 2021 pagi infus dilepas, karena penulis sekalian istri akan melakukan rapid test PCR diantar si Bungsu ke Laboratorium Kesehatan Daerah, di Bandar Lampung.Â
Sore harinya si Bungsu berkomentar, wah sudah sehat pa kok sudah nonton wayang kulit. Alhamdulillah sehat dan tetap semangat, santai aja dik, papa sudah merasakan tidak panas dingin, dan untuk menelan kerongkongan sudah tidak merasakan sakit lagi. Alhamdulillah pa, sembuh timpal si Bungsu. 3 hari setelah test, hasil test diambil ternyata hasilnya istri dinyatakan negatif, sedangkan penulis dinyatakan positif covid 19, dan yang menurut analisis anak kondisi penulis sudah ditahap pemulihan.
Atas hasil rapid test PCR ini penulis tetap biasa saja dalam beraktivitas sehari -- hari, sudah barang tentu tetap disiplin mematuhi protokol kesehatan, karena sejak awal memang tidak berpikir ke arah covid-19, tidak ada rasa was - was, tidak ada rasa panik, dan tidak merasa khawatir tentang  covid-19. Dengan tanpa menyepelekan keberadaan covid -- 19 di jagad raya ini, dan dengan tiada henti - hentinya penulis mengucap syukur kehadirat Allah Swt. Tuhan Yang Maha Penyayang, yang  telah berkenan menguji penulis melalui sapaan covid-19, dan sekaligus memberikan kelulusan.
Dengan kelulusan atas izin Allah Swt. ini, kedepannya insya-Allah penulis telah dibekali Allah kekebalan untuk menghadapi covid -19 khususnya, dan sumber penyakit lain pada umumnya, sehingga penulis masih diberi kesehatan dan kesempatan untuk menyaksikan kesuksesan dan keberhasilan anak -- cucu semua, amiin.
Mengapa penulis dapat mengatakan demikian? Karena penulis meyakini bahwa semua kejadian di jagad raya ini terjadi atas kehendak Allah, dan tidak ada satu kejadianpun yang luput dari sepengetahuannya, sebagaimana difirmankan dalam surat Al An'aam ayat 59. Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang ghaib; tidak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri, dan Dia mengetahui apa yang di daratan dan di lautan, dan tiada sehelai daun pun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya (pula), dan tidak jatuh sebutir biji-pun dalam kegelapan bumi, dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfudz)" Â
Atas dasar ayat tersebut hendaklah kita selalu berhati -- hati, dan waspada saat berkata, jangan malah menyombongkan diri dan menantang Allah. Jelas - jelas dunia sedang diuji Allah dengan wabah covid-19, malah mengatakan saya tidak takut dengan covid-19, saya hanya takut kepada Allah. Memangnya covid-19 itu datang dari mana? Adakah kejadian di semesta alam ini yang terjadi di luar kehendak Allah? Kalau kita meyakini bahwa semua yang terjadi diatas dunia ini atas kehendak Allah, mestinya kita ini menyadari kalau kita sedang di uji, dan agar lulus ujian Allah dengan predikat baik, mari kita patuhi protokol kesehatan.
Semoga pengalaman nyata penulis dalam menyikapi dan menghadapi covid - 19 ini, dapat menginspirasi kita semua dalam menghadapi wabah yang kita tidak tahu pasti kapan akan berakhirnya. Untuk sekedar mengingatkan berikut yang penulis lakukan: Dengan tanpa menyepelekan keberadaan covid -- 19 di jagad raya ini, menghindari berpikir ke arah covid-19, tidak ada rasa was - was, tidak ada rasa panik berlebihan, tidak merasa khawatir tentang covid-19, minum obat sesuai dianjurkan, dan sudah barang tentu mematuhi protokol kesehatan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H