Mohon tunggu...
Bangun Sayekti
Bangun Sayekti Mohon Tunggu... Apoteker - Pensiunan Pegawai Negeri Sipil

Lahir di Metro Lampung. Pendidikan terakhir, lulus Sarjana dan Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada di Yogyakarta.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Ketika Covid-19 Menyapa

12 Januari 2021   13:04 Diperbarui: 12 Januari 2021   13:18 173
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Semoga keselamatan dan rahmat Allah tercurah bagi kita semua, amiin. Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.

Perumpamaan Jawa mengatakan "Ora ono banyu miline munggah", arti harfiahnya tidak ada air yang mengalir naik. Perumpamaan ini merupakan hukum alam, namun bila dikaji secara mendalam melalui roso pangroso dapat memberikan tuntunan bagi kehidupan penulis pada khususnya, dan tuntunan bagi kehidupan kita pada umumnya.  

Penulis memahami, menyadari, dan sekaligus mengalami. Setelah penulis bekerja, merasa belum dapat berbuat sesuatu bagi orang tua semasa hidupnya. Namun penulis juga menyadari apapun yang penulis perbuat bagi orang tua tidak akan mungkin dapat setimpal dengan jerih payah orang tua, selama mendidik penulis sejak lahir hingga dewasanya. Karena setelah dewasa tentu penulis akan mempunyai istri, dan akhirnya punya anak. 

Sudah pasti akan berbuat sama dengan orang tua, yaitu mendidik anak sejak lahir hingga dewasanya. Usaha apapun akan penulis jalani demi kebahagiaan keluarga. Ibarat kaki untuk kepala, kepala untuk kaki. Sepanjang pekerjaan tersebut tidak bertentangan dengan petunjuk, dan perintah Allah serta tidak bertentangan dengan peraturan perundangan yang berlaku di negara yang sama-sama kita cintai.

Meski kedua orang tua telah tiada, insya-Allah beliau berdua akan merasa bangga, dan bahagia di alam langgeng sana. Bila anak-anak penulis yang tidak lain adalah cucu -- cucu beliau dapat tumbuh, dan terbangun sedemikian rupa sehingga menjadi anak yang berakhlak mulia, berbudi pekerti luhur, pintar, cerdas, dan berguna bagi nusa bangsa, serta berbakti kepada orang tua. 

Analog dengan uraian tersebut adalah merupakan balasan yang setimpal bagi penulis ( layaknya hidup di dalam surga ), manakala anak -- anak dapat mendidik semua anak -- anaknya yang tidak lain adalah cucu -- cucu penulis, menjadi anak -- anak yang berakhlak mulia, dan berbudi pekerti luhur, pintar dan cerdas, berguna bagi nusa bangsa, serta berbakti kepada orang tua.

Sebaliknya penulis akan merasa sengsara dan menderita layaknya hidup di dalam neraka, hidup di dunia maupun hidup di alam kelanggengan atau di alam keabadian kelak; Bila anak -- cucu penulis, dan keturunannya sampai terlantar dan menjadi beban masyarakat, gara - gara orang tuanya mencurahkan segenap perhatian, daya dan upaya, serta pikirannya hanya untuk membahagiakan penulis selaku orang tuanya. Tidak ada pikiran sedikitpun, untuk minta balasan dari anak. Karena hakekatnya keprihatinan penulis selaku orang tua, hanyalah semata-mata untuk kebahagiaan, dan kemuliaan keluarga, anak -- cucu, dan keturunannya.

Jujur saja, sampai kedua orang tua kembali menghadap Allah Swt. Tuhan Yang Maha Suci, penulis merasa belum dapat berbuat apa-apa. Kecuali ungkapan rasa syukur, ketika ibu sembuh dari sakit dan penulis lulus ujian Apoteker. Dimana ibu didampingi bapak, berkenan untuk bertindak mewakili penulis menerima ijazah dalam acara penyumpahan Apoteker. Baru sebatas itu yang dapat penulis berikan kepada orang tua, walau sesungguhnya ingin berbuat lebih banyak lagi.

Meskipun secara naluriah, sudah pasti ada keinginan anak untuk memberikan sesuatu yang dapat mem-bahagiakan orang tua, layaknya seperti yang penulis alami sendiri. Pada bulan Desember tahun 2008 penulis diajak istri ke Bank Mandiri, untuk membuka rekening tabungan haji, penulis tidak mengetahui sebelumnya. Baru setelah selesai dari Bank Mandiri, dalam perjalanan pulang istri mengatakan kalau mendapat bantuan dari anak untuk menunaikan rukun Islam ke 5.

Semua anak -- anak berperan dalam keberangkatan penulis sekalian ke Arab Saudi, meski domisili mereka jauh dan berbeda satu dengan lainnya. Si Sulung dengan keluarganya berdomisili di Semarang Jawa Tengah, si Penengah dengan keluarganya berdomisili di Sangatta Kalimantan Timur, sedangkan si Bungsu belum berkeluarga berdomisili di Yogyakarta. Si Sulung dan si Bungsu menyatakan, insya-Allah pada saatnya nanti dapat turut melepas keberangkatan penulis sekalian di Bandar Lampung, sedangkan si Penengah belum dapat memastikan.

Sehari menjelang keberangkatan penulis sekalian menunaikan rukun Islam ke lima, sekitar pukul 14 siang si Bungsu pergi entah kemana membawa kendaraan. Kepergian si Bungsu memang tidak memberi tahu kepada penulis atau kakaknya. Sekitar pukul 17 wib. ada anak kecil masuk ke rumah dengan mengucap salam assalamu'alaikum. Penulis menjawab salamnya, sambil keluar melihat siapa tamu yang datang tersebut. Eee tak tahunya cucu dari Sangatta Kalimantan Timur yang datang, memberi kejutan kepada eyang rupanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun