Mohon tunggu...
Bangun Sayekti
Bangun Sayekti Mohon Tunggu... Apoteker - Pensiunan Pegawai Negeri Sipil

Lahir di Metro Lampung. Pendidikan terakhir, lulus Sarjana dan Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada di Yogyakarta.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Hidup Karena Kebiasaan

9 Januari 2021   07:12 Diperbarui: 9 Januari 2021   07:28 759
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sejak kecil anak -- anak sudah dibiasakan untuk berlaku disiplin, dimulai dengan hal -- hal yang sangat sepele atau sederhana. Karena dengan pembiasaan pada saatnya nanti, apa yang dibiasakan akan dapat terjadi secara spontan. Merupakan contoh nyata ketika penulis sekeluarga, berkunjung ke Demak tepatnya di desa Sidomulyo, kecamatan Pilangsari yang tidak lain adalah tempat lahir istri, dan anak - anak. Saat berkumpul banyak orang, tiba -- tiba terdengar suara orang bersin ( Jawa = wahing ).

Penulis menoleh ke arah datangnya suara, karena saat bersin terdengar suara yang agak aneh. Saat bersin, bersamaan dengan keluarnya suara berbunyi "wajiiiik" ( penganan yang dibuat dari beras ketan, santan dan gula kelapa ). Mengapa dapat berbunyi demikian saat bersin? Sudah barang tentu, karena yang bersangkutan membiasakan diri ketika bersin mengucapkan kata tersebut. Oleh karena itu, bila bersin spontan yang keluar ya kata itu.

Lain lagi ketika berkujung ke Tulungagung Jawa Timur, tempat lahir ibu penulis. Juga saat banyak orang berkumpul, terdengar seseorang bersin. Dan yang menurut hemat penulis, kata yang keluar dari orang tersebut juga terbilang aneh. Seseorang yang bersin secara spontan mengeluarkan perkataan yang berbunyi "bajiii.....gur"( minuman dari Jahe), meski setelah berucap seperti itu yang bersangkutan terus tertawa ( kelakar maksudnya ). Mengapa dapat berbunyi demikian saat bersin? Karena yang bersangkutan membiasakan diri ketika bersin mengucapkan kata tersebut. Oleh karena itu, bila bersin spontan yang keluar ya kata itu.

Penulis merasa bersyukur karena sejak awal membiasakan diri, saat bersin mengeluarkan kata yang berbunyi alhamdulillah. Karena sejak awal, memang membiasakan diri kalau bersin mengeluarkan kata alhamdulillah, jadi kapanpun, dimanapun dan dalam keadaan apapun bila bersin, secara spontan yang keluar kata alhamdulillah. Belajar dari kenyataan tersebut, setiap anggota keluarga diupayakan agar dalam setiap tingkah laku, perbuatan dan tutur kata dalam kesehariannya, membiasakan diri dengan hal -- hal yang baik dan benar.

Anak pertama dan kedua berbeda usia sekitar 16 bulan, jadi saat sekolah hampir bersamaan.  Sedangkan anak ketiga berbeda usia dengan anak kedua sekitar 3 tahun. Di keluarga penulis, tidak dikenalkan dengan kebiasaan antar jemput anak sejak awal sekolahnya. Pembiasaan ini, memang dimaksudkan untuk membentuk mental kemandirian anak.

Oleh mamanya setiap anak dibekali makanan dari rumah, tidak dibiasakan membeli makanan  yang dijual di sekolah. Disamping tidak mendidik, juga untuk menghindarkan penganan yang tidak layak dikonsumsi. Anak -- anak berangkat ke sekolah sendiri, dengan berjalan kaki. Namun kami selaku orang tua tidak bosan -- bosannya, menanyakan dan mengingatkan cara menyeberang jalan, saat mau berangkat atau pulang sekolah.

Bila ditanya, bagaimana cara menyeberang jalan nak?  Anak - anak menjelaskan, sebelum menyeberang jalan melihat ke arah kiri dan kanan jalan. Bila jalan sepi baru menyeberang, jelas anak -- anak. Bahkan ditambahkan lagi, kalau jalan terlalu ramai sepulang sekolah, kami minta tolong satpam supermarket untuk menyeberangkan. Setelah diseberangkan, kami mengucapkan terima kasih kepada pak satpam, jelas anak - anak. Kalau berangkat sekolah pagi jalanan terlalu ramai, kami minta tolong penjaga rumah dinas Polda untuk menyeberangkannya. Setelah diseberangkan, kami mengucapkan terima kasih kepada pak petugas jaga, jelas anak - anak lagi. Bagus, hati -- hati dan tidak bermain - main selama dalam perjalanan.

Meski anak - anak dibekali makanan dari rumah oleh mamanya, kadang -- kadang diberi sangu. Dan sangu tadi ditabung, istilah anak -- anak dicelengi. Nanti kalau sudah banyak mau dipecah untuk membeli sepeda, kata anak - anak. Setelah 1 tahun celengan akhirnya dipecah, isi celengan masing -- masing dihitung. Berapapun jumlah isi celengan masing -- masing, isinya disatukan dan diserahkan kepada mamanya untuk membeli sepeda. Dengan tambahan dari mamanya dapat 1 sepeda kecil, dan yang pegang kakaknya. Setelah dapat naik sepeda dengan baik, berangkat dan pulang sekolah kakak beradik berboncengan naik sepeda. Tabungan tetap dilanjutkan, sama seperti sebelumnya. Pada saatnya celengan dipecah isinya disatukan, dan kemudian diserahkan kepada mamanya, lalu dibelikan sepeda untuk adiknya. Akhirnya anak -- anak berangkat dan pulang sekolah naik sepeda sendiri -- sendiri. Cara -- cara seperti itu, terus berlanjut hingga anak ketiga.

Setiap waktu makan dan atau setiap minta makan, anak -- anak sudah membiasakan diri duduk di kursi mengelilingi meja makan. Sebelum makan dibiasakan berdo'a, dipimpin kakak beradik secara bergantian. Tidak dibiasakan makan dan minum, sambil berjalan atau lebih -- lebih sambil berlari atau sambil bermain -- main. Dibiasakan saat makan tidak terdengar decaknya, sehabis makan kursi dikembalikan dan ditata kembali ke tempat semula, serta tidak meninggalkan sisa makanan.

Orang tua dulu kalau anaknya makan akan berkata makanannya dihabiskan, kalau tidak habis nanti ayamnya mati. Tidak ada penjelasan lebih lanjut. Inipun sebenarnya merupakan pembiasaan, agar anak -- anak dapat mensyukuri pemberian Allah. Umumnya dalam 1 hari, orang makan nasi sebanyak 2 sampai 3 kali. Andaikan dalam 1 hari ( bukan setiap kali makan ) orang membuang nasi, setara dengan 5 gram beras. Maka beras yang dibuang setiap harinya, bila dilakukan oleh orang sebanyak 200 juta jiwa adalah  200.000.000 x 5 gram, sama dengan 1.000.000.000 gram, alias 1.000.000 kg beras.

Andaikan setiap orang memerlukan beras 2,5 ons untuk makan setiap harinya, maka beras yang dibuang setiap harinya tadi, sebenarnya dapat digunakan untuk memberi makan 4. 000.000 orang. Dari penjelasan singkat ini, mudah - mudahan dapat tertanam dalam sanubari anak -- anak penulis dan keturunannya. Jangan mentang -- mentang dapat membeli lalu dengan gampangnya menyisakan, lalu membuangnya. Sekaligus sebagai media pembelajaran untuk dapat memahami, dan merasakan denyut jantung keberadaan masyarakat yang hidup belum berkecukupan.  

Setiap berangkat dan pulang sekolah atau saat meninggalkan atau masuk ke rumah, anak -- anak sudah terbiasa mencium tangan orang tua dengan mengucap assalamu'alaikum warohmatullahi wabarokatuh. Kebiasaan seperti ini bukan hanya dilakukan kepada orang tuanya saja, namun juga dilakukan kepada orang lain.

Olah raga sudah  dikenalkan sejak anak -- anak dapat berjalan. Olah raga yang dikenalkan sejak dini diantaranya adalah koprol. Seterusnya sang kakak yang mengajari adik -- adiknya. Olah raga yang dilakukan bukan hanya koprol, tetapi anak -- anak sejak dini sudah mahir dengan gerakan - gerakan sit up, kops stand dll.

Disiplin waktupun telah terbentuk dalam diri anak -- anak. Hal ini dapat terjadi karena anak -- anak  sudah dibiasakan berlaku disiplin sejak kecil. Suatu saat anak -- anak berlatih tari, dalam rangka persiapan memeriahkan Hari Ulang Tahun Kemerdekaan RI. Kebetulan rumah pelatih tari tidak jauh dari rumah, hanya berselang 3 atau 4 rumah saja. Oleh pelatih tari, anak -- anak diminta datang setiap latihan ke rumah beliau pukul 7 malam.

Kira -- kira pukul 6.30 bahkan kurang, anak -- anak teman menarinya sudah berdatangan ke rumah, dan mengajaknya berangkat ke rumah pelatih tari. Tetapi anak -- anak belum mau berangkat, akhirnya ditinggal oleh teman -- temannya. Tanpa diingatkan lagi, sekitar pukul 6.55 anak -- anak lari menuju rumah pelatih tari, bergabung dengan teman -- temannya tanpa dikomando lagi.

Serupa tetapi tidak sama kejadiannya. Bila kami mau berpergian, anak -- anak tidak bisa menerima alasan keluar hanya sekedar kata -- kata: papa, mama mau keluar sebentar. Kami harus menjelaskan, kemana akan pergi dan berapa lama. Pukul berapa kira -- kira kami tiba di rumah. Kesemuanya harus jelas dan rinci.

Ada teman yang berkomentar setelah mengetahui kebiasaan anak -- anak tersebut, ah orang tua kok mau - maunya diatur anak, komentarnya. Penulis menjawab, maaf tidak demikian maksudnya. Anak -- anak minta penjelasan rinci tersebut ada maksudnya. Maksudnya, bila kebetulan ada tamu dan atau ada telepon; Kebetulan kami sedang tidak ada di rumah, anak -- anak dapat memberi jawaban pasti kepada tamu dan atau penelepon. Sehingga tamu dan atau penelepon tadi, bila ingin bertemu dengan kami tinggal menyesuaikan saja waktunya.

Sudah jamak bila anak-anak minta dibelikan sesuatu kepada orang tuanya, namun demikian sejak kecil anak -- anak sudah terbiasa bila minta dibelikan sesuatu; Kalimat permintaannya selalu diawali dengan kata -- kata, "mangke menawi papa atau mama kanggungan arto" ( nanti bila papa atau mama punya uang ), mas, mbak, adik minta dibelikan ini atau itu.

Walau mereka adalah anak -- anak penulis sendiri, tetapi sejak kecil dan bahkan sampai sekarang, anak -- anak sudah berumah tangga; Kami memanggil anak -- anak, tetap masih menggunakan sebutan mas atau mbak kepada yang lebih tua, dan dik kepada yang lebih muda. Maksudnya tidak lain memberi contoh kepada anak -- anak, agar yang tua memanggil kepada yang lebih muda dengan sebutan dik, dan yang muda memanggil kepada yang lebih tua dengan sebutan mas atau mbak sebelum menyebut namanya.

Sebagai cara untuk membiasakannya tidak jarang penulis sengaja mengkondisikan suatu perbuatan, dengan tujuan menunjukkan kepada anak -- anak agar secara spontan dapat menghargai perbuatan orang lain.  Misal, penulis mau menulis atau mau membaca. Alat tulis atau koran sebenarnya sangat dekat, diambil sendiripun bisa sesungguhnya. Namun saat mau menulis atau mau membaca, penulis sengaja memanggil mas, atau mbak, atau dik, tolong papa diambilkan itu. Setelah diambil dan disampaikan, penulis mengucap terima kasih mas atau terima kasih mbak atau terima kasih dik, dan spontan dijawab sama -- sama pa. Sudah barang tentu tujuan penulis, agar anak -- anak terbiasa berucap terima kasih kepada siapapun yang berbuat kepadanya, bukan hanya kepada orang tuanya saja.

Kami berusaha keras menghindarkan kata -- kata jangan, bila anak -- anak mengerjakan sesuatu. Walau mereka menggunakan pisau atau silet, atau gunting dan atau benda tajam lainnya, saat mengerjakan kliping koran atau majalah dan atau kegiatan lainnya. Kami membiarkan mereka menggunakan alat -- alat tersebut, dan sudah barang tentu sebelum menggunakannya diberi pengertian tentang cara menggunakan, bahaya dan akibat penggunaan alat -- alat tadi bila tidak hati -- hati dalam menggunakannya. Dengan demikian akan muncul keberanian untuk bertindak, sekaligus telah terbiasa berpikir tentang bahaya, dan akibat bila keliru dalam melaksanakan tindakannya.

Masalah belajar anak -- anakpun tidak pernah kami memerintah dan mengawasinya, mereka sudah mengerti apa yang menjadi kewajibannya. Baik itu pelajaran di sekolah maupun pelajaran agama, karena anak -- anak di rumah diasuh oleh orang yang mengerti tentang agama ( orang tua dan mendatangkan guru ). Dan lain - lain pembiasaan, yang tentunya tidak dapat dituangkan dalam tulisan ini semuanya. 

Pembiasaan perbuatan sepele atau sederhana tadi, sesungguhnya bukan hanya tertuju untuk anak -- anak saja, namun juga tertuju bagi kami selaku orang tua. Saat senggang dan untuk menghilangkan kejenuhan atau kepenatan atas pekerjaan sehari -- hari, tidak jarang kami berkunjung ke tempat saudara di desa. Modal yang kami bawa sangat -- sangat ringan, dan tidak membeli hanya berupa kata -- kata: nderek langkung ( numpang lewat ), monggo  ( mari ), matur nuwun ( terima kasih ) dan sapaan sesuai apa yang sedang dikerjakan orang.

Selama dalam perjalanan ke desa, tidak jarang bertemu dengan sekelompok orang di pinggir jalan, kami lewat sambil berucap numpang lewat bu / pak. Bila berkaitan dengan perbuatan seseorang, kami mengucapkan terima kasih bu / pak. Bila berpapasan dengan orang yang sedang menggembala ternak, kami sapa mereka dengan sapaan sedang menggembala ternak bu / pak? Bertemu dengan orang yang sedang mencangkul, bercocok tanam, membawa rumput, bergotong royong dan lain sebagainya, kami sapa dengan sapaan sedang mencangkul bu/pak? Sedang bercocok tanam bu / pak? Sedang mencari rumput  bu / pak? Sedang bergotong royong bu / pak? dan lain -- lain sapaan. Saat penulis merokok dulu, tak jarang pula berhenti dan memberikan sekedar sebatang dua batang rokok, kalau orangnya banyak diberikan beserta bungkusnya. 

Kesemua tingkah laku, perbuatan dan tutur kata selama dalam perjalanan ini, diharapkan dapat menjadi pembelajaran dan pembiasaan bagi anak -- anak. Karena mereka dapat mengetahui dan melihat secara langsung, bahwa orang tuanya tidak hanya sebatas berkata -- kata saja, tetapi menunjukkan dengan perbuatan nyata.

Meski saling maaf memaafkan hendaknya dilakukan setiap saat, namun sejak anak -- anak masih kecil, kami membuat kebisaan khusus di hari Raya Idul Fitri. Usai sembayang sunah Idul Fitri berjama'ah, sesampainya di rumah dan sebelum saling maaf memaafkan dengan orang lain, kami melakukan acara saling maaf memaafkan antar anggota keluarga terlebih dahulu.

Di atas hamparan tikar atau kursi penulis duduk, lalu istri sungkem saling maaf memaafkan kepada penulis; Setelah selesai, istri lalu duduk disamping kanan penulis seringnya disamping kiri penulis. Posisi istri di sebelah kanan memang sengaja dikondisikan, agar anak -- anak saling maaf memaafkan kepada mamanya terlebih dahulu, baru kepada papanya.

Selanjutnya anak pertama atau si sulung sungkem saling maaf memaafkan kepada mamanya, lalu dilanjutkan sungkem saling maaf memaafkan kepada papanya; Setelah selesai si sulung lalu duduk disamping kiri penulis. Saat si sulung sungkem kepada penulis, menyusul anak kedua atau penengah sungkem saling maaf memaafkan kepada mamanya, dilanjutkan si penengah sungkem dengan penulis; Lalu dengan kakaknya dan akhirnya penengah duduk disamping kiri kakaknya. Saat si penengah sungkem kepada penulis, menyusul anak ketiga atau si bungsu sungkem saling maaf memaafkan kepada mamanya, lalu dilanjutkan sungkem dengan penulis, berikutnya sungkem kepada kakak dan terakhir kepada mbakyunya.

Kebiasaan sungkem saling maaf memaafkan ini terus berlanjut, hingga dewasa meski masing -- masing telah berkeluarga. Hanya bedanya, tidak dapat berkumpul bersama seperti saat masih kecil dahulu. Tetapi bagi anak dan keluarganya yang berkesempatan silaturahmi kepada orang tua saat Idul Fitri, acara sungkem saling maaf memaafkan tetap berlanjut, tentunya sudah diikuti dengan anak dan cucu.

Bila tidak ada satupun anak dan keluarganya yang berkesempatan silaturahmi kepada orang tua saat Hari Raya Idul Fitri, acara sungkem saling maaf memaafkan tetap dilaksanakan walau sebatas antar penulis dan istri. Alhamhamdulillah kebiasaan sungkem saling maaf memaafkan ini terus berlanjut, dan semoga acara sungkem saling maaf memaafkan  ini juga dilakukan oleh anak -- anak dan keturunan, di dalam keluarganya masing -- masing. 

Semua pembiasaan yang dilakukan, tidak lain untuk membiasakan diri penulis, istri, dan anak - anak, agar mau:  bertegur sapa, bergaul, sopan dan santun, mau menghormati dan menghargai orang lain. Kecuali kesemuanya itu, juga membiasakan diri penulis, istri, dan anak -- anak untuk saling memaafkan diantaranya. Sudah barang tentu juga penulis bermohon kepada Allah Swt. Tuhan Yang Maha Suci, kiranya kebiasaan tersebut juga dilakukan oleh keluarga besar penulis, kepada siapapun dan dimanapun mereka berada. Amiin.

Hal -- hal sepele ini yang selalu kami tanamkan kepada anak -- anak sejak kecil, dan alhamdulillah sampai anak -- anak dewasa kebiasaan tersebut tetap tertanam dan tercermin di dalam tingkah laku, perbuatan dan tutur katanya sehari -- hari. Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Swt. Tuhan Yang Maha Suci, dapat membangun keluarga sedemikian rupa. Walau sejujurnya sejak anak -- anak kecil hingga dewasa atau penulis sampai usia sekarang ini lebih dari 72 tahun, belum pernah rasanya penulis mengeluarkan sepatah kata keras atau membentak, dan mencubit atau apalagi menempeleng  anak -- anak.

Baik selama penulis berdomisili di Semarang atau setelah penulis pindah berdomisili di Bandar Lampung, kebiasaan penulis bila datang dari kantor atau dari berpergian, secara spontan lalu melepas pakaian ditempat tertentu dan berganti pakaian. Biasanya memakai kaos singlet dan celana pendek saja bila di rumah. Asessoris lainnya seperti jam tangan, HP, kaca mata, kunci kendaraan, catatan nomor telepon teman, tas kecil dan lain--lain, juga secara spontan penulis tempatkan pada tempat tertentu lainnya. Dan tidak akan memulai dengan kegiatan di rumah apapun kegiatannya, sebelum kesemuanya tadi berada pada tempat biasanya.

Hal ini dimaksudkan agar, penulis dapat dengan cepat menemukan barang -- barang tadi saat mau pergi meninggalkan rumah. Demikian juga bila ada barang -- barang yang tertinggal. Meski tidak berada di rumah sekalipun, namun penulis dapat memberi tahu kepada keluarga yang ada di rumah, barang apa yang tertinggal dan dimana tempatnya.

Sebagai ilustrasi, berikut kejadian setelah puluhan tahun pindah dari Semarang, dan berdomisili di Bandar Lampung. Suatu saat penulis akan mengantarkan pembantu rumah tangga, buat momong cucu di Sangatta Kaltim. Sekalian menjemput istri yang sudah beberapa waktu menemani cucu di Sangatta, karena belum ada pembantu. Tiket pesawat Garuda Indonesia, sudah disiapkan oleh saudara yang berdomisili di Bogor.

Waktu keberangkatan sudah diatur sedemikian rupa, sehingga tersambung dengan pesawat dari Balikpapan ke Sangatta. Garuda Indonesia dari Bandara Soekarno Hatta Jakarta  berangkat sekitar pukul 7 wib. dan tiba di Bandara Sepinggan Balikpapan, sekitar pukul 10 wita. Dengan demikian masih punya waktu cukup untuk istirahat, sebelum melanjutkan penerbangan ke Sangatta dengan Air Fast sekitar pukul 12 wita.

Karena jadual penerbangannya ketat seperti itu, maka penulis dari rumah saudara disekitar komplek Paspamres Bogor, berangkat pukul 3 wib. dini hari. Menuju pool DAMRI tujuan Bandara Soekarno - Hatta, yang lokasinya dekat terminal bus Baranang Siang Bogor. Sampai Bandara Soekarno - Hatta sekitar pukul 5.30 wib. Masih punya waktu cukup untuk istirahat, sampai keberangkatan pesawat Garuda Indonesia ke Balikpapan, pikir penulis.

Tunggu punya tunggu, ternyata keberangkatan pesawat Garuda Indonesia ditunda sampai sekitar pukul 9 wib.  Karena pesawat yang sedianya berangkat ada gangguan teknik, dan harus menunggu pesawat dari Ujung Pandang untuk menggantikannya. Atas informasi penundaan tersebut, penulis lalu ke konter Garuda minta penjelasan pastinya. Karena bila terjadi penundaan, dapat dimungkinkan penulis tertinggal dari penerbangan pesawat yang menuju ke Tanjungbara, Sangatta.  Petugas konter Garuda minta maaf atas kejadian ini, dan berupaya akan membantu dengan mengontak Perwakilan Garuda di Bandara Sepinggan Balikpapan, agar berkoordinasi dengan Perwakilan Kaltim Prima Coal ( KPC ).

Mengetahui kepastian penundaan ini, penulis akan mengontak petugas KPC agar membantu bila pesawat Garuda Indonesia tiba di Bandara Sepinggan waktunya berdekatan dengan waktu penerbangan ke Tanjungbara. Sayangnya nomor HP petugas KPC di Bandara Sepinggan tidak tersimpan dalam HP. Penulis lalu menelepon si sulung di Lampung, untuk mencarikan nomor HP petugas KPC dan meng SMS kan.

Dalam pembicaraan pertelepon penulis berkata, mas tolong papa dicarikan nomor HP petugas KPC, dicatatan nomor telepon berupa buku kecil berwarna hitam. Buku kecil berwarna hitam ada 2, dicari dalam buku kecil yang baru ( buku kecil yang lama kulit warna hitamnya sudah lepas ). Buku itu terletak pada rak buku paling atas, yang posisinya jejer dengan pintu masuk ke kamar papa. Setelah buku hitam ditemukan, tolong mas mencari nomor HP-nya dibagian buku agak terakhir. Disana ada tertulis KPC dan 2 nama orang dengan 2 nomor HP. Selang beberapa saat SMS masuk, dan alhamdulillah 2 nomor HP dikirimkan semuanya. Penulis membalas SMS, dengan mengucapkan terima kasih atas bantuannya.

Dengan salah satu nomor HP yang penulis terima, kemudian menelepon petugas KPC di Bandara Sepinggan. Selamat pagi pak, ini saya dari Lampung yang rencananya akan ikut penerbangan ke Tanjungbara pukul 12 wita nanti. Tetapi pesawat Garuda dari Bandara Soekarno - Hatta ada penundaan waktu, sehingga diperkirakan tiba di Sepinggan waktunya mepet dengan waktu keberangkatan pesawat ke Tanjungbara. Untuk hal tersebut, tolong saya dibantu pak, terima kasih sebelumnya.

Singkat ceritanya penulis mendarat di Bandara Sepinggan dengan lancar, setelah turun dari pesawat lalu  naik bus menuju ruang kedatangan penumpang. Di dalam bus penulis menerima telepon dari petugas KPC. Beliau bertanya bapak naik bus atau jalan kaki, naik bus jawab penulis. Setelah mendekat ruang kedatangan, penulis sudah dapat melihat beliau, dan seorang petugas perempuan dari Garuda sudah menunggu, selanjutnya penulis salami dan mengucapkan terima kasih atas bantuannya.

Penulis langsung menuju ruang keberangkatan pesawat, dipandu petugas KPC. Slip pengambilan bagasi penulis berikan, agar beliau berkenan membantu untuk mengambil dan mengirimkan bawaan berupa 2 kopor ke Tanjungbara pada penerbangan berikutnya. Alhamdulillah semuanya berjalan lancar, dan barang bawaan esoknya telah sampai ke tangan penulis.

Uraian ini sesungguhnya hanya untuk menggambarkan, meski tidak ada di rumah sekalipun, namun penulis dapat memberikan tuntunan atau arahan kepada anak untuk menemukan sesuatu yang dibutuhkan. Hal ini merupakan bukti nyata bahwa kebiasaan menteraturkan diri sendiri, akan dapat memberikan kemudahan, baik bagi diri sendiri, maupun orang lain.

Penulis juga membiasakan agar secara spontan dapat mengedepankan rasa syukur, dengan cara meniadakan istilah murah atau mahal dan atau tidak punya uang dalam keseharian penulis. Karena istilah murah atau mahal hanyalah merupakan nilai sesuatu, yang dapat berubah dari tahun ke tahun dan atau dari jaman ke jaman.

Puji syukur kehadirat Allah Swt. Tuhan Yang Maha Penyayang,  saat ini penulis dapat melihat banyak masyarakat yang makanan pokoknya beras, masih dapat makan nasi setiap harinya meski harga beras per kg Rp 8.000,- bahkan lebih. Sedangkan menurut cerita orang tua, pada jaman Jepang dahulu dengan mengeluarkan uang 1 sen ( 1 rupiah = 100 sen ) saja sudah dapat beras puluhan kg. Tetapi mengapa rakyat waktu itu, kok masih banyak yang makan bonggol pisang?  

Dari kenyataan tersebut dapat disimpulkan, bahwa beras 1 kg dengan harga Rp 8.000,-  atau lebih sekarang ini, jauh lebih murah bila dibanding dengan nilai uang 1 sen pada jaman Jepang. Penulis tidak mengatakan harga beras yang 1 kg Rp 8.000,- mahal, karena toh kenyataannya penulis masih mampu untuk membelinya. Dan bersyukur sehingga penulis sekeluarga tidak sampai makan bonggol pisang, walau harga per kg beras Rp 8.000,- atau lebih.

Demikian pula saat musim buah -- buahan. Umumnya buah yang muncul diawal dan diakhir musim akan mempunyai nilai jual tinggi. Bila dibandingkan dengan, nilai jual buah saat masa panen rayanya. Disinipun dapat digunakan sebagai ujian, atas rasa syukur atas karunia Allah.

Untuk menyikapi agar terhindar dari mengingkari rasa syukur, bila harga masih tinggi menurut ukuran penulis, ya membeli separuhnya. Bila separuhnya juga masih dirasa tinggi ya beli seperempatnya, sesuai dengan uang yang penulis miliki. Tetapi bila dibeli separuhnya atau seperempatnya tidak boleh, penulis cenderung minta maaf, belum jadi membeli karena uangnya belum mencukupi; Bukannya berkata tidak jadi membeli, karena tidak punya uang.

Dengan demikian penulis tidak memvonis atau menghukum diri, dengan mengatakan tidak punya uang. Khawatir kalau uang yang penulis miliki dan yang memang hanya pas -- pasan, lalu hilang beneran akibat omongan penulis sendiri, karena Gusti Allah ora sare (Allah tidak tidur).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun