Mohon tunggu...
Bang Syaiha
Bang Syaiha Mohon Tunggu... Guru | Penulis | Blogger | Writer | Trainer -

www.bangsyaiha.com | https://www.facebook.com/bangsyaiha

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Hubungan Mesra Gadis SMA dan Gurunya!

31 Mei 2016   09:08 Diperbarui: 31 Mei 2016   09:27 100
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Kemarin sore, seorang gadis remaja berseragam putih abu-abu tergopoh-gopoh melangkah ke arah saya dengan langkah besar-besar. Sebuah tas berwarna biru langit menempel di punggungnya dan dari gesture tubuhnya, saya tahu tas itu tidak ringan.

Tidak sampai disitu saja, tangannya masih memeluk tas jinjing yang lain, yang juga penuh dengan buku-buku pelajaran sekolah.

Ah, kasihan sekali anak-anak sekolah jaman sekarang. Buku yang harus dibawanya banyak. Berat. Dan lagi, tidak cukup sampai disitu, beban kepalanya juga pasti tidak ringan.

Banyak hal yang harus mereka hapalkan, banyak hal yang harus mereka pahami. Tidak peduli apakah ilmu itu sesuai dengan hobi dan minat mereka atau tidak. Tidak peduli ilmu itu berguna untuk kehidupan mereka atau tidak. Mereka harus hapal dan mengerti semuanya.

Dengan napas tersengal ia berhenti tepat di depan saya yang sedang duduk membaca koran. Segelas kopi yang masih mengepul menemani. Mendapatinya sudah di hadapan, saya berhenti membaca koran. Menatap ke arahnya dengan tatapan bertanya, “Ada apa?”

Setelah napasnya sedikit stabil, ia berkata, “Mas, tau nggak?” tanyanya. Saya mengernyitkan dahi. Tentu saja saya tidak tahu. Lah wong dia belum cerita apa-apa.

“Nilai ulangan kimia ku udah keluar, Mas..” katanya sumringah. Suaranya juga menebarkan aroma kegembiraan yang dalam.

Saya ikut-ikutan sumringah sekarang. Bahagia. Walau saya tahu raut wajahnya mengatakan nilainya memuaskan, saya tetap bertanya, “Dapet berapa?”

“Sembilan, Mas. Cuma salah satu” katanya lagi dengan kegembiraan yang berlipat. Ia melompat-lompat, persis seperti anak-anak yang mendapatkan mainan baru.

Saya ingin mengajarkannya agar tidak cepat puas, maka saya kemudian berkata, “Kenapa nggak dapet seratus?” dengan intonasi agak kecewa.

Sekali lagi, saya hanya ingin mengajarkan bahwa sembilan bukan nilai maksimal, jangan cepat puas hingga kau mendapatkan nilai paling tinggi. Jangan pernah berhenti sebelum kau mengerahkan segala daya untuk sebuah pencapaian luar biasa. Juara dua tetap pecundang! Pemenangnya hanya yang juara 1!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun