Saya kembali tertegun ketika membaca sebuah judul berita online kemarin sore. Kira-kira begini:
“Akhirnya, polisi berhasil mengungkap pelaku pembunuhan perempuan cantik, Eno Parihah. Dia adalah pacar korban yang masih berusia 15 tahun dan merupakan salah satu siswa sekolah menengah pertama (SMP).”
“Tolak Bersetubuh, Ini Kronologi Pembunuhan Eno Versi Pelaku.”
“Pacar Korban Cemburu Karena Eno Dijodohkan pada Lelaki Lain yang Lebih Mapan.”
...dan sebagainya.
Sejak kisah tragis Yuyun beberapa waktu lalu, perlahan tapi pasti, satu demi satu kasus yang bertema sama, pelecehan dan pembunuhan, muncul ke media dan terungkap.
Persis seperti kayu yang mulanya terikat dan tenggelam di dasar laut. Lalu muncul ke permukaan karena tali yang menahannya putus.
Kasus Yuyun menjadi pemicunya. Ia menjadi berita nasional, dianalisis di beberapa program televisi, dan membuat banyak warga negara kita berang. Kok bisa-bisanya, 14 anak yang rata-rata masih remaja tega memperkosa dan membunuh seorang bocah?
Kasus yang membuat saya, juga sebagian orang lain, menggeleng-gelengkan kepala. Indonesia benar-benar sudah darurat! Kita harus siaga enam belas!
Kasus Yuyun ‘selesai’, muncul kemudian beberapa kasus lain: seorang bocah perempuan di lampung dikabarkan hilang setelah dibawa oleh sepuluh orang lelaki, seorang anak TK diperkosa oleh temannya yang masih kelas tiga SD, bocah 2,5 tahun diperkosa hingga meninggal, dan sebagainya.
Buka saja portal berita online dan lihatlah, beberapa hari ini banyak sekali kasus demikian.