Metro adalah sebuah kota kecil, sekitar 60 km di Utara Tanjungkarang, Bandar Lampung. Kota ini dulunya adalah ibukota Kabupaten Lampung Tengah. Seiring dengan tuntutan pemekaran daerah, maka kota ini berkembang menjadi sebuah Kota. Di kota inilah penulis dilahirkan, tepatnya di Desa Iringmulyo atau Bedeng 15 A, Metro, Lampung, pada tanggal 09 September 1948. Sejak Sekolah Rakyat ( sekarang Sekolah Dasar ) sampai dengan Sekolah Menengah Atas, penulis tempuh di kota kelahiran penulis ini.Â
Karena setelah lulus Sekolah Menengah Atas, penulis bertekat akan melanjutkan studi ke Yogyakarta, bapak selalu berpesan dan mewanti -- wanti penulis sebagai berikut: Lhe  mbesuk yen kowe kepingin ngrasuk ilmu kebatinan ojo meguru karo wong liyo, mergo guru kang sejati iku dumunung ono ing awakmu dewe. Golek ono seko pucuk rambut, tumeko ing pucuk driji sikilmu insya-Allah bakal ketemu.Â
Bahasa Indonesianya: Nak, besuk kalau kamu ingin membekali diri dengan ilmu kebatinan, jangan berguru kepada orang lain, karena sesungguhnya guru yang sejati itu terdapat dalam dirimu sendiri. Carilah dari pucuk rambut, hingga pucuk jari kakimu, insya-Allah bakal ketemu. Meski tidak diberi tahu cara mencarinya, penulis tetap menyatakan siap.
Allah telah mengatur segalanya, meskipun bapak tidak memberi tahu cara menemukan guru yang sejati, tanpa penulis duga sebelumnya justru mendapat bekal laku atau cara pengamalan pondasi dari om, Moertidjo namanya, saudara dari ibu yang baru penulis temukan.Â
Laku atau cara pengamalan pondasi tersebut, tidak lain adalah cara yang harus penulis tempuh untuk membekali batiniyah, dan yang harus penulis pelajari sendiri berdasarkan Al Qur'an dan hadits, karena penulis penganut Islam.Â
Ternyata laku pondasi ini adalah cara untuk mengenal diri sejatinya penulis sendiri khususnya, atau diri sejatinya manusia pada umumnya. Dan secara langsung dapat dikatakan sebagai laku atau cara melaksanakan sabda nabi, "kenalilah dirimu niscaya mengenal Tuhanmu", yang dalam bahasa Arab nya "man arofa nafsahu faqad arofa robbahu".
Mudah -- mudahan dengan berbekal pondasi kokoh yang telah dipersiapkan, penulis dapat membangun si'ar Islam diatasnya, demi terwujudnya insan yang berakhlak mulia dan berbudi pekerti luhur, amiin. Karena pada hakekatnya, agama apapun agamanya adalah untuk membangun manusia menjadi insan yang berakhlak mulia, dan berbudi pekerti luhur.
Mudah -- mudahan dari studi yang penulis tempuh hingga Perguruan Tinggi guna membekali diri (lahiriyah), dengan keterampilan, ilmu pengetahuan dan teknologi ini, dapat bermanfaat bagi masyarakat. Dengan bekal ini mudah - mudahan penulis akan dapat turut berperan serta, bersama pemerintah dan seluruh komponen bangsa lainnya, mewujudkan masyarakat yang sejahtera lahir dan batin.Â
Sedangkan di sisi batiniyah mudah -- mudahan terbangun  kendali diri, berupa akhlak mulia dan berbudi pekerti luhur. Dengan demikian insya-Allah penulis dapat memelihara keseimbangan kebutuhan lahiriyah, dan kebutuhan batiniyah dalam diri penulis.                           Â
Dipertengahan tahun 1973, penulis mendapat surat dari Lampung. Mengabarkan kalau adik yang no 4 Â ( laki -- laki ), tidak sekolah lagi karena dikeluarkan pihak Sekolah, atas permintaan bapak. Penulis lalu memutuskan, untuk mengajaknya ke Yogyakarta. Singkat ceritanya, adik laki - laki satu - satunya ini sudah berkumpul di Yogyakarta. Â
Untuk membekali adik yang jauh dari orang tua ini, penulis berusaha menularkan laku penulis dalam membangun pondasi diri. Melalui media kisah pewayangan yang penulis sampaikan kepada adik, diantaranya cerita Begawan Dwi Hasto. Dalam cerita ini dikisahkan, sebagai wahana dalam membentuk sifat, dan karakter seorang kesatriya.Â
Penulis menceritakan kepada adik, bahwa umumnya wejangan atau nasehat luhur itu diberikan oleh para pendeta, kepada para kesatriya Pandawa. Para pendeta memberikan wejangannya, bahwa kesatriya itu hendaklah dapat melaksanakan Dwi Hasto, yang berarti 2 (Dwi)Â laku, dan memiliki 8 (Hasto) sifat dari isinya alam semesta atau jagad raya ciptaan Allah ini.Â
Dwi atau dua. Dari kata dua ini dapat mengingatkan kita, akan 2 keadaan berpasangan secara harmonis atas ciptaan Allah. Ada siang, ada malam. Ada laki -- laki, ada perempuan. Ada benar dan ada salah. Ada baik, ada buruk. Ada lembut, ada kasar. Ada batiniyah, ada lahiriyah. Ada nyata, ada gaib. Ada habluminallah, ada habluminannas, dan sebagainya, silahkan dikembangkan sendiri.
Dalam kisah begawan Dwi Hasto ini, kesatriya hendaklah selalu ingat dan melaksanakan, habluminallah dan habluminannas secara seimbang. Artinya, dalam pengamalan atau dalam pelaksanaan dari keduanya, jangan sampai kita beranggapan bahwa habluminallah lebih utama dari pada habluminannas, atau sebaliknya beranggapan bahwa habluminannas lebih utama dari habluminallah.
Kita sebagai manusia diciptakan di atas dunia ini, tentunya harus ingat ( Jawa = eling ) bahwa sesungguhnya ada yang menciptakan kita. Kita sebagai manusia hidup di atas dunia ini, tentunya harus ingat bahwa sesungguhnya ada yang menghidupkan kita. Siapa dia? Tidak lain Dia adalah Allah Swt. Tuhan Yang Maha Kuasa.
Kita dapat hidup di atas dunia ini karena diberi dzat hidup berupa Ruh Suci, yang merupakan sebagian dan bagian yang tidak terpisahkan dari Allah Swt. Tuhan Yang Maha Suci. Oleh karena itu, sesungguhnya kita atau manusia pada umumnya memiliki sifat -- sifat kesucian, atau sifat -- sifat ke-Illahian, layaknya sifat -- sifat Yang Maha Suci.
Kita harus dapat memelihara sifat -- sifat tersebut dengan benar dan baik, melalui agama yang kita anut, apapun agamanya. Karena apapun agama yang dianut seseorang meski berbeda nama, tetapi hakekatnya adalah sama, yaitu sama - sama untuk membangun manusia, agar menjadi insan yang berakhlak mulia dan berbudi pekerti luhur, sesuai syarat rukun agamanya masing -- masing.Â
Agar dapat memelihara sifat -- sifat kesucian atau sifat -- sifat ke-Illahian tersebut, kita wajib  membangun hubungan kita sebagai makhluk yang diciptakan, dengan Dia yang menciptakan. Membangun hubungan vertikal ini, umumnya dikenal dengan Habluminallah.
Dengan terbangunnya kita menjadi orang yang memiliki akhlak mulia dan berbudi pekerti luhur, tidak akan ada artinya apa -- apa bila kita tidak dapat memberikan manfaat kepada pihak lain.Â
Oleh karena itu kita pun wajib berupaya memberikan manfaat kepada pihak lain, melalui tingkah laku, perbuatan dan tutur kata kita sehari -- hari, dengan selalu mengedepankan sifat pengasih dan penyayang kepada sesama. Bukan hanya kasih sayang kepada sesama manusia, tetapi juga kasih sayang kepada sesama makhluk ciptaan Allah. Membangun hubungan baik kepada pihak lain atau membangun hibungan horizontal ini, umumnya dikenal dengan Habluminannas.
Tetapi kita harus selalu ingat ( Jawa =Â eling ) bahwa hukum Allah atau hukum alam ini, cercipta dalam keadaan seimbang. Jadi pelaksanaan keduanya wajib seiring sejalan, tidak ada yang satu lebih utama dari yang lain. Karena kalau menganggap Habluminallah lebih utama dari yang lain, ini akan menggiring kita menjadi orang yang egois. Dan yang hanya mementingkan diri sendiri, yaitu hanya terfokus memelihara kemuliaan akhlak dan budi pekerti luhur kita saja, melalui agama yang kita anut apapun agamanya, Â tidak memperdulikan kepentingan pihak lain.
Sebaliknya bila kita menganggap Habluminannas lebih utama dari yang lain, ini akan menggiring kita menjadi orang yang takabur dan sombong. Karena hanya mementingkan diri sendiri untuk memenuhi kebutuhan lahiriyahnya saja berupa: sandang, pangan dan papan belaka. Dan yang tidak menutup kemungkinan akan dilupakan memelihara kemuliaan akhlak, dan budi pekerti luhur, oleh nafsu kita sendiri yang nyata -- nyata berkiprah atas kendali oleh iblis, setan dan sebangsanya.
Oleh karena itu kita harus selalu ingat ( Jawa = eling ) dan waspada, agar dalam pelaksanaan atau pengamalan Habluminallah wajib harmonis dengan pelaksanaan atau pengamalan Habluminannas. Dan ini merupakan perwujudan dari seseorang yang telah mencapai derajat takwa, apapun agama yang dianutnya. Diuraikan lebih lanjut oleh penulis, dalam buku Serial Kehidupan Manusia Menurut Islam.Â
Hasto atau delapan. Karena adik setiap menjelang tidur sering minta agar penulis bercerita, maka kesempatan itu penulis pergunakan untuk menjelaskan, antara lain 8 (hasto) isi jagad raya ciptaan Allah untuk membekali adik, agar dapat memelihara sifat -- sifat kesuciannya.Â
Perintah dan petunjuk Allah atau firman Allah, diberikan dalam bentuk ayat -- ayat yang tertulis berupa kitab suci sesuai agama yang dianutnya masing - masing, dan ayat -- ayat yang tidak tertulis berupa jagad raya atau semesta alam seisinya termasuk diri manusia. Dan harus diingat bahwa perintah dan petunjuk Allah tersebut, umumnya disampaikan dalam bentuk perumpamaan, hal ini dimaksudkan agar manusia itu mau berpikir. Dan tidak hanya sekedar menelan apa yang dikatakan orang saja, apapun sebutan atau predikat orang tersebut.Â
Dari ayat -- ayat Allah yang tertulis, hendaklah kita berupaya agar menggali makna batiniyah, atau makna yang tersembunyi, atau makna yang tersirat didalamnya, agar kita dapat mengamalkannya dengan benar dan tepat. Jadi tidak cukup ayat -- ayat Allah yang tertulis hanya sekedar dibaca, dan dihafalkan an sich, lebih -- lebih dibaca atau dihafalkan dalam bahasa yang tidak kita pahami.
Demikian juga ayat -- ayat Allah yang tidak tertulis, berupa semesta alam atau jagad raya seisinya, termasuk diri manusia. Kita pun harus berupaya agar dapat menggali makna batiniyah, atau makna yang tersembunyi, atau makna yang tersirat didalamnya, agar kita dapat mengamalkannya dengan benar dan tepat. Jadi ayat-ayat Allah yang tidak tertulis, tidak cukup hanya sekedar dilihat, dan dinikmati an sich. Selanjutnya, penulis lalu mencerikan 8 (hasto) sifat dari ciptaan Allah, diantaranya. Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â
1). Kismo ( Tanah ). Tanah tentunya bukan hal asing bagi kita semua bukan? Bahkan kita telah menggunakan untuk keperluan kita, dan telah mengolahnya sebagai lahan untuk bercocok tanam, hasilnya kita makan. Mari kita coba merasakan, andaikan tanah mempunyai syaraf perasa layaknya manusia. Betapa sakit dan menderitanya sang tanah, yang  setiap harinya dicangkul, atau  dibajak, dan digaru kemudian ditanami oleh petani.Â
Kita semua dapat membayangkan, betapa pekaknya telinga manusia yang setiap harinya harus mendengar jerit tangis, dan raungan sang tanah merasakan sakit yang diderita, akibat perbuatan petani. Namun demikian, sampai dengan detik ini kita tidak pernah mendengar kabar ada petani yang menderita sakit atau sekarat, akibat perbuatannya dibalas dengan timpukan bongkahan tanah, oleh tanah yang disakiti petani. Tanah tidak sakit hati, walau mendapat perlakuan yang menyakitkan.
Sebaliknya justru benih yang diselipkan petani ke tubuhnya, pada saatnya tumbuh. Dan apabila dirawat dengan baik oleh petani, malah memberikan hasil panen sesuai dengan benih yang ditanamnya. Dan yang sangat di butuhkan bagi kelangsungan hidup dan kehidupan petani dan keluarganya. Misal benih yang ditanamkan padi, pada saatnya memberikan hasil panen padi. Bila benih yang ditanamkan jagung, pada saatnya memberikan hasil panen jagung. Bila benih yang ditanamkan batang singkon, pada saatnya tentu akan menuai singkong, dan lain sebagainya.
Maknanya, manusia hendaklah memiliki watak, layaknya watak tanah tersebut. Tanah yang nyata-nyata disakiti, alih-alih marah lalu membalasnya dengan perbuatan yang setimpal. Justru sebaliknya petani yang menyakiti, malah dibalas dengan hasil panen yang melimpah, dan bermanfaat bagi kelangsungan hidup dan kehidupan petani bersama keluarganya.Â
Atau dengan kata lain, kejahatan seseorang terhadap diri kita, hendaklah tidak harus dengan serta merta dibalas dengan kejahatan serupa. Tetapi akan sangat mulia, bila kita dapat membalasnya dengan kebaikan. Bukankah ini merupakan kejadian nyata, yang dapat dilihat dan dicontoh setiap saat?
2). Maruto ( Angin / udara ). Udara, yang oleh masyarakat Jawa umumnya disama artikan dengan angin. Udara merupakan benda ringan, mudah bergerak, tidak berbau. Dapat terdapat dimana saja, baik di atas daratan, di atas lautan, di atas gunung, di dalam lembah dan ngarai, di atas sungai, di atas danau, dan lain -- lain tempat. Udara dapat menempati ruang kosong dimanapun berada, dan menempatkan diri sesuai bentuk ruang dimana dia berada.
Hendaklah manusia memiliki sifat, atau watak layaknya udara. Artinya, manusia itu hendaklah dapat dan mau bergaul dengan sesama, tanpa membeda -- bedakan derajat, pangkat dan jabatan, serta agama, ras dan status sosial ekonominya. Tidak mentang -- mentang menjadi pejabat, maunya hanya bergaul dengan sesama pejabat yang setingkat dan atau pejabat yang lebih tinggi saja; Tidak  mau bergaul dengan pejabat di tingkat bawahnya, dan atau lebih -- lebih tidak mau bergaul dengan masyarakat luas pada umumnya.
Hendaklah tidak mentang -- mentang menjadi orang yang membayari ( majikan ), lalu bertindak semena -- mena terhadap orang yang dibayari (buruh / pembantu). Tidak mentang mentang jumlahnya banyak, ada kelompok yang jumlahnya sedikit berbeda pendapat lalu dianiaya, layaknya pesakitan. Tidak mentang -- mentang menganut suatu agama, lalu tidak mau bergaul dengan teman - teman yang tidak se agama, dan seterusnya dan seterusnya dan seterusnya.Â
Maknanya, menjadi manusia hendaklah dapat bergaul, dengan sesama makhluk lain ciptaan Allah pada umumnya. Baik berupa tumbuhan maupun binatang yang tampak, maupun yang tidak tampak. Dan sesama manusia pada khususnya, tanpa membeda - bedakan kelompok yang satu, dengan kelompok yang lain. Tanpa membeda-bedakan warna kulit, dan bahasanya. Tanpa membeda -- bedakan derajat, pangkat dan status sosial ekonominya. Tanpa membeda--bedakan bangsa, suku bangsa, golongan dan agama, serta keyakinannya. Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â
3). Suryo ( Matahari ). Matahari menerangi jagad raya seisinya tanpa membeda - bedakan satu sama lainnya, apakah itu daratan, manusia, binatang, tumbuhan, gunung, bebatuan, lautan, padang pasir dan lain -- lain, kesemuanya akan diterangi oleh sinarnya. Matahari bersinar di siang hari, dengan memancarkan sinarnya yang berhawa panas, tetapi sangat bermanfaat bagi hidup dan kehidupan manusia, dan makhluk hidup lainnya.
Hangatnya sinar matahari di pagi hari, baik untuk berolah raga dan berjemur (Jawa = dhedhe) sekaligus mendapatkan vitamin D yang dibutuhkan tubuh. Karena sinar matahari pagi tersebut dapat mensintesa pro vitamin D dalam tubuh, menjadi vitamin D. Semakin siang intensitas sinar ultra violet yang ada didalamnya semakin meningkat, sehingga dapat membunuh kehidupan bakteri maupun virus, dengan demikian udara menjadi bersih dari sumber penyakit.
Sinar matahari keberadaannya juga sangat dibutuhkan untuk hidup, dan kehidupan tumbuhan yang berhijau daun. Â Karena dengan adanya bantuan sinar matahari, daun lalu dapat melakukan fotosintesa atau assimilasi C layaknya dapur untuk menghasilkan karbohidrat, yang dibutuhkan bagi hidupnya tumbuh-tumbuhan. Sekaligus melepaskan oksigen yang sesungguhnya berupa limbah, tetapi sangat dibutuhkan bagi hidup dan kehidupan manusia, dan binatang.Â
Dengan demikian terjadi simbiose mutualistis antara manusia dan binatang dengan tumbuh-tumbuhan, saat di siang hari. Hal ini dapat terjadi karena daun dalam melakukan fotosintesa atau assimilasi C, memerlukan CO2 ( karbon dioksida ) untuk menghasilkan karbohidrat. Kemudian karbohidrat diproses menghasilkan energi untuk hidupnya, dan melepaskan O2 yang sesungguhnya merupakan limbah, namun sangat dibutuhkan oleh manusia dan binatang untuk hidupnya.Â
Oleh manusia O2 ( oksigen ) digunakan untuk mencerna makanan dalam tubuh, agar menghasilkan energi untuk hidupnya, dengan melepaskan karbon dioksida yang sesungguhnya merupakan limbah, namun keberadaannya sangat dibutuhkan oleh tumbuh -- tumbuhan untuk hidupnya. Sehubungan dengan hal tersebut, kita sebagai manusia yang merupakan makhluk paling sempurna diantara makhluk lain ciptaan Allah, wajib menjaga keseimbangnnya. Â Mengingat semesta alam atau jagad raya seisinya ini, adalah karunia Allah yang wajib dilestarikan demi keharmonisan hidup, bagi makhluk yang ada di dalamnya.
Pada saatnya, tumbuhan berbunga dan akhirnya menjadi buah. Buah -- buahan ini, sangat bermanfaat bagi kelangsungan hidup manusia, dan binatang pemakan buah-buahan. Bagian tumbuhan lainnya, antara lain daun dapat digunakan sebagai pakan ternak. Kemudian ternak dimanfaatkan oleh manusia untuk bekerja, dapat untuk membantu mengolah tanah, Â sebagai sarana transportasi, dan yang sebagiannya dapat dimakan. Â
Artinya, manusia hendaklah dapat hidup dan memberikan penghidupan bagi sesama, tanpa membeda - bedakan suku bangsa, dengan suku bangsa lainnya. Tanpa membeda - bedakan bangsa, dengan bangsa lainnya. Tanpa membeda - bedakan warna kulit, bahasa dan agamanya. Tanpa membeda-bedakan derajad, pangkat dan golongan, serta status sosial ekonominya. Layaknya sifat matahari, apa yang ada di dalam jagad raya atau semesta alam ini, semua akan diterangi dengan sinarnya, tidak pilih kasih.
4). Condro ( Bulan ). Dengan bergantinya siang ke malam, berganti pula yang menerangi jagad raya seisinya ini. Saat siang diterangi dengan sinar matahari, sedangkan malam hari diterangi dengan cahaya bulan. Hanya bedanya, penerangan di siang hari dilakukan dengan pancaran sinar matahari yang membawa hawa panas, sedangkan dikegelapan malam diterangi dengan cahaya bulan, yang tidak disertai hawa panas.Â
Adapun kesamaan dengan matahari, bulan juga menerangi jagad raya seisinya tanpa membeda - bedakan satu sama lainnya. Apakah itu berupa: daratan, hutan, manusia, binatang, tumbuhan, gunung, bebatuan, lautan, padang pasir, lembah dan ngarai, dan lain - lain, kesemuanya akan diterangi oleh cahayanya. Menerangi jagad raya seisinya di malam hari, tanpa efek panas yang ditimbulkannya.Â
Artinya, manusia hendaklah memiliki sifat atau wataknya bulan, dapat memberikan nasehat, atau solusi, atau jalan keluar, kepada sesama, yang sedang mengalami kesulitan, atau mendapat musibah, dengan sabar dan ikhlas, tanpa pamrih. Layaknya sifat bulan, semua yang ada di jagad raya seisinya termasuk diri manusia ini akan diterangi dengan cahayanya, tanpa hawa panas dan tidak pilih kasih.
5). Kartiko ( Bintang ). Sesungguhnya bintang itu bersinar abadi, baik di siang maupun di malam hari. Tetapi di siang hari, bintang tidak kelihatan karena sinarnya di kalahkan dengan besarnya sinar matahari. Namun bila di malam hari bintang tetap kelihatan sinarnya, meskipun ada cahaya bulan purnama sekalipun.Â
Artinya, manusia hendaklah memiliki sifat atau karakter atau watak, atau pribadi yang tangguh. Yang benar dikatakan benar, dan yang salah dikatakan salah. Tidak mudah  terpengaruh dengan iming -- iming kebendaan, seberapapun besar nilainya. Tidak mudah terpengaruh, apakah itu orang lain atau saudaranya. Tidak mudah terpengaruh, apakah itu se keyakinan atau se agama atau se golongan, atau se kelompok atau tidak. Singkat ceritanya, seseorang yang sudah tidak mudah terpengaruh oleh harta, tahta dan wanita, ibaratnya.
Atau dengan kata lain, pengaruh negative berhembus keras, bila diibaratkan sungai airnya mengalir sangat deras, tetapi seseorang tetap harus dapat menyeberanginya. Dengan menggunakan akal sehatnya, orang tadi lalu menyeberang dengan mengikuti aliran arus, namun tetap harus sampai di seberang sungai.Â
Istilah Jawa mengatakan, orang yang menyeberang tadi diistilahkan ngeli ning ora keli katut ilining banyu. Yang arti harfiahnya, orang tadi menghanyutkan diri dalam arus deras, tetapi tidak hanyut dan yang akhirnya sampai ke seberang sungai. Disamping itu, manusia hendaklah dapat menjadi tuntunan bagi sesama, baik dalam bertingkah laku, berbuat dan bertutur kata dalam kesehariannya. Juga hendaklah dapat memberi petunjuk bagi yang memerlukan, dan tidak harus ikut -- ikutan orang lain, tanpa dinalar sebelumnya.
6). Samodro ( Samudera ). Kita semua tentunya sudah tidak asing lagi dengan samudera atau laut, mengingat negara kita 2/3 bagian terdiri dari laut. Samudera dapat menerima apapun benda yang dilemparkan kedalamnya, tanpa pilih -- pilih benda semuanya dapat diterima, tidak ada satupun jenis benda yang ditolak.Â
Sebesar apapun bendanya, seperti apapun bentuknya, serta apapun jenis benda yang dilemparkan kedalam samudera, air samudera bergolak sesaat. Kemudian permukaan air samudera tenang, dan yang akhirnya rata kembali permukaannya. Permukaan air tidak lalu menjadi benjol - benjol, sesuai besarnya benda yang dilemparkan ke dalamnya. Permukaan air tidak lalu menyerupai bentuk benda yang dilemparkan ke dalamnya. Air tidak lalu menyerupai jenis benda, yang dilemparkan ke dalamnya.Â
Artinya, manusia hendaklah memiliki karakter atau sifat atau watak adil, dan dapat berlaku adil kepada siapapun, layaknya watak Samudera. Tanpa melihat, bangsa dan suku bangsanya. Tanpa melihat, warna kulit dan bahasanya. Tanpa melihat, apa kelompok dan golongannya. Dan tanpa melihat, apa agama atau keyakinannya, semuanya mendapat perlakuan yang sama, atau perlakuan yang adil.Â
7). Angkoso ( Angkasa ). Angkasa tak ubahnya seperti sebuah ruangan sangat besar yang dapat mewadahi semua ciptaan Allah, baik berupa benda hidup maupun benda mati. Benda hidup dapat berupa: manusia, binatang dan tumbuh -- tumbuhan, dan lain sebagainya. Benda mati dapat berupa: daratan, hutan,  gunung, batu, sungai, samudera, dan lain sebagainya.Â
Apapun benda yang ada, dapat terwadahi didalamnya tanpa merasa sesak atau pengap dibuatnya. Apapun situasi dan kondisi yang ada, diwadahinya tanpa keluhan. Tercium bau harum  diwadahi, muncul bau busuk sekalipun tetap diwadahi, tidak pernah mengeluh, kemudian dinetralisasikan. Demikian juga terjadinya banjir akibat hujanpun, tetap diwadahi tanpa keluhan.Â
Artinya, manusia hendaklah memiliki watak, atau karakter atau sifat, yang  dapat menerima segala macam kesulitan, penderitaan dan kesempitan dengan sabar dan ikhlas, layaknya sifat angkasa. Kemudian mencari jalan keluar terbaik, tanpa harus mencederai atau menyalahkan pihak lain. Atau dengan kata lain, manusia hendaklah lapang dada atau legowo. Dapat menerima masukan atau kritikan dari pihak lain, apakah itu hal baik atau hal buruk, lalu mengembalikannya dalam bentuk yang menyenangkan dan melegakan. Â
8). Dahono ( Api ). Kita semua tentunya sudah tidak asing lagi dengan apa yang dinamakan api, dan bahkan sudah menggunakannya untuk berbagai keperluan. Saat api masih kecil, dapat dikendalikan dan dapat menjadi teman. Sangat bermanfaat buat kita, dapat untuk penerangan, dapat untuk memasak, dan lain-lain keperluan. Tetapi bila api sudah membesar dan tidak dapat dikendalikan, sangat berbahaya dan dapat menjadi musuh. Karena apapun jenis benda yang ada disekitarnya, tanpa pandang bulu tentu akan luluh lantak dibuatnya. Â
Artinya, manusia hendaklah memiliki karakter, atau sifat atau watak layaknya api. Sehingga dituntut agar dapat memperlakukan sama, kepada siapapun. Apakah dia orang lain, saudara atau bahkan keluarga dekat sekalipun, kalau memang bersalah ya harus disalahkan, dan dihukum sesuai dengan kesalahannya. Selanjutnya dibimbing dan dibina agar menyadari kesalahannya, sehingga akhirnya tidak mengulangi kembali perbuatan tercelanya. Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â
Demikian yang sering penulis ceritakan, kepada adik menjelang tidur. Dengan harapan, agar adik dapat menjadi anak yang baik, pandai dan tabah dalam menghadapi cobaan hidup. Sehingga nantinya menjadi anak yang berguna bagi nusa dan bangsa, serta berbakti kepada orang tua. Mudah -- mudahan sekelumit cerita ini dapat  menginspirasi adik, dalam menyeimbangkan kebutuhan batiniyah dan lahiriyahnya. Syukur bila cerita yang sesungguhnya tertuju kepada adik penulis, dapat menginspirasi anak -- cucu penerus bangsa dalam arti luas, sehingga sekaligus kita dapat menjawab kata-kata bijak bahwa untuk menggapai suatu sasaran, apapun itu: not depend on the gun, but depend on man behind the gun.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H