Seusai acara yudisium, dengan mengayuh sepeda ontel pulang ke rumah dan setibanya di rumah menyampaikan kabar kelulusan kepada istri. Kabar kelulusan, disambut dengan suka cita oleh istri, yang sedang mengandung anak kedua penulis.
Selanjutnya, berbincang dengan istri. Hendaklah kita wajib bersyukur atas segala karunia yang telah dilimpahkan Allah Swt. Tuhan Yang Maha Kuasa kepada kita. Baik berupa kesehatan kita sekeluarga, ibu sembuh dari sakit dan papa lulus dalam ujian Apoteker, kata penulis.Â
Selanjutnya penulis mengusulkan kepada istri, sebagai ungkapan rasa syukur kita kepada Allah Swt. bagaimana kalau pada saat acara penyumpahan Apoteker 19 Maret 1977 di Yogyakarta nanti, ibu didampingi bapak yang menerima ijazah Apotekernya, sedangkan kita mengikuti dibelakangnya, kata penulis. Istri sangat menyetujui, atas usulan penulis tersebut.
Singkat ceritanya orang tua penulis dari Lampung, penulis harapkan tiba di Semarang sebelum tanggal 18 Maret 1977. Demikian juga orang tua istri dari Demak, penulis harap tiba di Semarang tanggal 18 Maret 1977 pagi.Â
Alhamdulillah, rencana dapat berjalan sebagaimana diharapkan, dan selanjutnya penulis bersama keluarga besar berangkat ke Yogyakarta tanggal 18 Maret 1977 siang.
Keesokan harinya, rombongan menuju ke Fakultas Farmasi UGM di Skip Utara Yogyakarta. Setelah acara penyumpahan Apoteker selesai, dilanjutkan penerimaan ijazah Apoteker. Begitu giliran penulis dipanggil, rombongan berjalan mendekati mimbar, selanjutnya ibu didampingi bapak yang menerima ijazah Apoteker. Sedangkan penulis, istri dan anak, beserta ibu, bapak dari Demak mengikuti dibelakangnya. Purna mengikuti acara penyumpahan Apoteker, keesokan harinya rombongan kembali ke Semarang dan selanjutnya ibu dan bapak pulang ke Lampung dan Demak. Â
Sebelumnya penulis telah menginformasikan, bahwa kejadian yang penulis alami ini dipergunakan oleh bapak dosen Koordinator tingkat sebagai contoh untuk menyemangati dan atau memotivasi teman-teman, manakala mendapat masalah dan berkonsultasi kepada beliau. Â Kok penulis dapat mengetahui hal tersebut, begini kisahnya.
Bapak dosen Koordinator tingkat yang inisial namanya Drs. S.M, Apt. sudah penulis anggap layaknya orang tua sendiri, di rantau. Oleh karena itu tidak jarang penulis mengajak istri dan anak-anak, sowan (berkunjung) ke rumah beliau ( keluarga dibiasakan dengan menyebutnya Eyang).Â
Tanpa pemberitahuan sebelumnya, penulis sekeluarga berkunjung ke rumah Eyang S.M. Bapak dan ibu S.M. sangat senang menyambut kedatangan kami dan keluarga, lebih -- lebih semua anak -- anak penulis memanggil kedua beliau dengan sebutan Eyang kakung buat bapak, dan Eyang putri buat ibu.Â
Kalau dengan bapak sudah tidak dapat dihitung lagi berapa kali penulis bertemu, karena memang beliau adalah dosen penulis. Tetapi kalau dengan ibu, baru sekali itu penulis bertemu. Demikian pula ibu, juga baru kali pertama itu bertemu penulis.Â
Setelah duduk dan beristirahat sejenak, ibu mulai bercerita. Selanjutnya berujar, ooo ini to yang namanya mas B.S. Bapak sering menceritakan tentang mas B.S, dan bahkan digunakan sebagai contoh bagi mahasiswa dan atau bekas mahasiswa yang berkonsultasi kepada bapak.