Dari plataran Hotel Garuda, aku naik becak ke Skip mencari tempat kos teman yang sudah lebih dahulu kuliah di Fakultas Pertanian UGM. Dari tempat pemberhentian bus ini, aku sudah mengetahui kearah mana menuju ke Skip. Karena aku telah dibekali denah lokasi oleh guruku SMA, dan beliau juga menitipkan bingkisan buat orang tuanya yang beralamat di Wirobrajan gang VII / 142 Yogyakarta.
Alhamdulillah, Allah telah mengatur sebelumnya. Aku bersyukur karena begitu becak berbelok kearah jalan Kaliurang, teman juga tepat mau berbelok dari arah jalan Kaliurang ke jalan Jendral Soedirman. Betapa senang hatiku bak mendapat durian runtuh rasanya, ketika bertemu teman dalam perjalanan sehingga tidak susah -- susah aku mencarinya. Akhirnya teman balik kanan lalu pulang, dan aku bermalam ditempat kos -- kosannya.Â
Aku menginap di kos - kosan teman ini selama 2 hari 2 malam, di Desa Blimbingsari Skip. Kemudian aku pindah ke Sendowo, karena kebetulan ada kamar kosong. Kamar ini kosong, karena penghuni sebelumnya baru saja lulus Sarjana Muda dan akan pulang ke Lampung. Telusur punya telusur, ternyata teman yang baru lulus ini adalah putra pedagang beras yang tokonya berdampingan dengan toko bapakku. Karena teman akan pulang ke Lampung, maka sepedanya digantikan kepadaku dengan harga Rp 4.500,-. Aku setuju, dengan syarat aku bayar dulu Rp 1.000,- dan sisanya akan dilunasi bapak di Lampung.
Dengan demikian aku sudah punya sepeda, walau belum mendapat tempat studi. Alhamdulillah pula aku ucapkan, karena segala apa yang telah, sedang dan akan terjadi memang sudah diatur Allah Swt. Tuhan Yang Maha Kuasa. Kok ya kebetulan pula, dibelakang rumah tempat aku indekos terdapat lapangan badminton. Jadi, kalau mau main badminton tinggal kebelakang rumah saja. Ketemu duniaku, pikirku.
Melalui teman yang akan pulang ke Lampung, aku menitipkan surat buat orang tua di Lampung. Isi suratnya antara lain, mengabarkan kalau aku sudah sampai di Yogyakarta dalam keadaan sehat. Bapak, aku harapkan agar melunasi kekurangan pembayaran sepeda, kepada yang membawa surat ini. Kecuali itu aku juga menyampaikan tekad, bahwa aku tidak akan pulang ke Lampung sebelum diterima di Perguruan Tinggi.
Hari hari selanjutnya dengan dipandu teman, aku mendaftarkan di 3 Fakultas, yang  kesemuanya di UGM. Hitung-punya hitung, uang tinggal sisa Rp 1.000,-. Dengan sejumlah uang inilah yang aku pergunakan untuk bertahan hidup, selama aku mengikuti testing dan menunggu pengumuman hasil tes.
Kos -- kosan aku, dekat dengan kos - kosan teman lain, yang juga berasal dari Lampung. Hari pertama, teman ini yang mengajari aku menanak nasi. Malamnya kami makan bersama, dengan lauk lotek, maklum aku indekos ditempat penjual lotek. Hari keduanya si teman pergi entah kemana, sedangkan nasi tidak ada. Mau tidak mau, aku yang menanak nasi. Aku mengambil beras 1 kaleng milk, dimasukkan kedalam periuk. Setelah dicuci, ditambah air seperlunya seperti yang diajarkan teman.
Lalu periuk aku tempatkan diatas kompor, kemudian kompor kunyalakan. Tiba saat makan, kami semua tertawa geli, karena nasinya tidak matang     ( Jawa = ngletis). Hal ini terjadi karena begitu periuk isi beras naik kompor, sejak kompor dinyalakan sampai dimatikan, isi periuk tidak pernah aku aduk. Maklum saja, karena memang selama di Lampung, aku tidak pernah melakukan pekerjaan seperti itu. Apa boleh buat karena memang perut sudah keroncongan, nasi setengah matang atau ngletispun habis pula dimakan.
Testing demi testing aku ikuti dengan baik, dan setelah menunggu selama lebih kurang 2 minggu aku menerima panggilan dari Fakultas Farmasi UGM di Karangmalang. Dalam surat panggilan dinyatakan, aku diterima di Fakultas Farmasi UGM dan harus mendaftar kembali bersama orang tua atau wali, pada tanggal 5 sampai 11 Januari 1969.
Perasaan aku saat itu sangatlah gembira dan bersyukur kehadirat Allah Swt. Tuhan Yang Maha Kuasa, atas diterimanya aku di Fakultas Farmasi UGM. Disini aku diingatkan dengan masa laluku. Yang saat itu, setiap malam menjelang pertandingan sepak bola aku biasa meracik jamu sendiri, eehh ternyata kebiasaanku tadi merupakan petunjuk yang mengantarkan aku ke Fakultas Farmasi.
Disisi lain akupun agak galau dan bersedih karena jauh dari orang tua, dan harus mencari pinjaman uang sekedar untuk ongkos pulang ke Lampung menjemput orang tua. Belum lagi berpikir, mungkinkah dalam waktu singkat bapak - ibuku dapat menyiapkan sejumlah dana untuk pendaftaran ulang.