Sebagai intermezo, berikut sebuah kisah nyata. Dulu sebelum tahun 1968, dilingkungan penulis Desa Iringmulyo 15A Metro Lampung,  banyak teman - teman  ( Tionghoa ) memelihara ternak babi. Menurut mereka berternak babi sangat menguntungkan, karena cepat berkembang dan banyak anaknya. Bagi penulis silahkan saja, mau memelihara ternak apapun silahkan. Namun oleh kelompok tertentu, peternak babi tadi seolah -- olah dikucilkan. Mengapa demikian? Karena menurut mereka, babi itu haram. Dan bahkan uang hasil penjualan babipun, dikatakan haram. Konsekuensinya si peternak babi dijauhi, karena menghasilkan dan memelihara barang haram. Tolong dipikir ulang, Allah yang menciptakan babi, kok manusia mengharamkannya. Apakah kelompok orang yang mengharamkan tadi, merasa bahwa dirinya lebih kuasa dari pada Allah Tuhan Yang Maha Kuasa? Â
Eh ternyata pemahaman seperti itu, terus berlanjut sampai sekarang. Kok bisa -- bisanya mengatakan babi haram, dan uang hasil penjualan babipun dikatakan haram. Lalu apa dasarnya? Kalau ada pertanyaan demikian, jawaban klasik pasti terlontar. Menurut banyak orang, babi itu hukumnya haram. Lagi -- lagi kata orang. Al Qur'an (kitab suci) hendaklah dikaji atau dipelajari dengan arif dan bijaksana, agar hasil kajian tidak membingungkan dan menyesatkan umat, yang akhirnya akan merugikan diri sendiri dan umat. Sebaiknya orang dan atau lebih -- lebih pemuka agama apapun sebutannya; penyampai risalah, ustadz, kiai, ulama, tidak selalu menyampaikan pendapat hanya atas dasar kata orang. Mengingat umat sudah terlanjur percaya, bahwa apa yang disampaikan pemuka agama adalah benar adanya.
Al Qur'an adalah kitab suci bagi penganut Islam, tentunya sudah menjadi kewajiban umat Islam untuk mengaji atau mempelajarinya dengan benar dan tepat. Agar dapat memahami dan mengerti makna yang terkandung didalamnya, sebagai dasar bertindak dan menyampaikan pendapat, dan atau untuk menyelesaikan perbedaan pendapat, sehingga tidak membuat bingung umat.
Mari bersama dicermati Surat An Nahl ayat 115. Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan atasmu  (memakan) bangkai, darah, daging babi dan apa yang disembelih dengan menyebut nama selain Allah; tetapi barang siapa yang terpaksa memakannya dengan tidak menganiaya dan tidak pula melampaui batas, maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Â
Dalam ayat tersebut dinyatakan yang diharamkan adalah memakan daging babi, dan bukan babinya yang diharamkan. Itupun Allah masih memberi toleransi kepada seseorang, di bolehkanmemakan daging babi, apabila dalam keadaan terpaksa, dengan tidak menganiaya dan tidak melampaui batas. Misalnya ditengah hutan kehabisan bekal makanan yang dibawa, dan untuk memenuhi tuntutan perut apa yang harus dilakukan? Sudah barang tentu apapun yang ada disekitarnya akan dimakan, demi untuk menyambung hidupnya. Bila ketemu buah -- buahan, dimakanlah buah - buahan tersebut. Bila ketemu ular, dimakanlah ular tersebut. Tidak terkecuali bila ketemu babi ya dimakan, karena sudah tidak ditemukan binatang lainnya.
Meskipun sudah dijelaskan seperti itu, Â kelompok tertentu tadi tetap saja bersikukuh mengata kan, bahwa uang hasil penjualan babi haram, babi itu haram dan memakan daging babi itu dosa. Disinilah kelemahannya, kalau penjelasan atau pernyataan hanya mendasarkan atas kata orang. Padahal bila mau mengaji Al Qur'annya dengan baik, semua yang dipertentangkan sudah ada penjelasan didalamnya. Karena memang disitulah keunikan Al Qur'an itu, pernyataan satu ayat dalam surat tertentu, ada penjelasan dan atau solusinya dalam ayat yang terdapat dalam surat yang sama, dan atau dalam surat yang berbeda.
Juga hendaklah dihindari, jangan sampai baru menemukan satu pernyataan dalam suatu ayat langsung digunakan sebagai topik bahasan dan disampaikan kepada umat, tanpa check and recheck terlebih dahulu dengan ayat - ayat sejenis atau senada dengan surat lainnya dalam Al Qur'an. Hal dimaksud sangat perlu dilakukan, agar bahasan yang disampaikan tidak menjadi masalah, membingungkan dan menjerumuskan umat kelembah sesat. Sebagai contoh nyata. Saat akan menunaikan ibadah haji, calon jama'ah diwajibkan vaksinasi meningitis, menuai pro kontra karena bahan pembuat vaksin ada unsur babi. Demikian juga  pemberian vaksin MR untuk mencegah meluasnya virus Rubella, menuai pro kontra dalam pelaksanaannya dimasyarakat. Akan dijelaskan dalam artikel selanjutnya.
Oleh karena itu orang atau lebih -- lebih sebagai pemuka agama apapun sebutannya, dan yang sudah terlanjur dipercaya bahwa setiap apa yang dikatakan adalah benar adanya, hendaklah dapat berlaku bijak dalam menyampaikan suatu kebenaran dan tidak lekas berputus asa. Dengan  niat memperbaiki agar umat tidak terbelenggu dengan pemahaman yang keliru, karena bertolak belakang dengan perintah dan petunjuk Allah. Mengingat kebiasaan tersebut sudah terjadi sejak lama, dan telah membudaya di masyarakat.
Memang tidak mudah, untuk mengubah kebiasaan yang sudah lama berkembang di masyarakat. Memerlukan waktu yang tidak sebentar, membutuhkan kesabaran dan berulang. Layaknya Nabi Muhammad SAW, dalam mensyi'arkan agama Islam pada mulanya, juga mengalami hambatan dan rintangan yang tidak ringan, dan bahkan bertaruh nyawa. Karena kebenaran yang beliau sampaikan, dianggapnya sebagai penghalang atas kebiasaan buruk yang telah lama berkembang dan membudaya di masyarakat saat itu. Alangkah nistanya sebagai penganut Islam, bila perintah dan petunjuk Tuhan yang disi'arkan Nabi dengan bertaruh nyawa, pelaksanaannya hanya berhenti sampai dibaca saja ( an sich ), itupun masih mengharap pahala dan surga sebagai imbalannya.Â
Surat Al Baqarah ayat 173. Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi, dan binatang yang ( ketika disembelih ) disebut ( nama ) selain Allah. Tetapi barang siapa dalam keadaan terpaksa ( memakannya ) sedang ia tidak mengingin kannya dan tidak ( pula ) melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Â
Mari dirasakan melalui rasa yang merasakan ( Jawa =  pangroso roso ), apa yang dinyatakan dalam ayat tersebut. Apakah pemahaman kelompok yang bersikukuh mengatakan memakan daging babi  dosa, mengandung kebenaran atau tidak? Allah saja menyatakan, tidak ada dosa bila terpaksa harus memakannya. Kok manusia yang nota bene hanya merupakan makhluk ciptaan-Nya, menyatakan hal yang bertolak belakang dengan kehendak Allah Tuhan Yang Maha Pencipta. Bukankah kebiasaan seperti itu mengindikasikan, bahwa orang tersebut menganggap dirinya lebihkuasa dari pada Allah Tuhan Yang Maha Kuasa?