Jadi, hati dan qalbu yang lembut dan penuh kasih sayang tanpa pandang bulu itu, adalah hati dengan nuansa surgawi.
Hati yang lapang tidak sempit, jernih dari prasangka adalah tujuan daripada semua perilaku ibadah.
Hati yang tenteram adalah milik hamba Tuhan yang diridhaii.
Tidak Membenci mereka yang tidak berpuasa adalah cermin lembutnya hati. Sedangkan melihat mereka sesama muslim yang tidak berpuasa dengan tidak membenci adalah juga cermin kesadaran yang lebih tinggi. Adalah sebuah cara pandang dengan kacamata kasih sayang ala Nabi.Â
Tidak menghakimi mereka yang tidak berpuasa meskipun mengaku muslim, adalah manifestasi kelembutan hati. Dengan memohonkan doa supaya mereka bisa berpuasa. Tidak dengan mencaci maki dan menghakimi mereka, layaknya kita sudah lebih baik dari mereka.
Bisa jadi, orang yang mungkin kita nilai sesat dan penuh dosa akan mendapatkan karunia khusnul khotimah.Â
Kelalaian dan kezaliman mereka kepada diri mereka sendiri, bukan wewenang kita menghukumnya. Sebaliknya, sebagai seorang muslim kepada saudaranya, jika kita memiliki kelembutan jiwa, maka biasanya kita akan merasa kasihan kepada mereka dan mendoakan agar mereka mendapat hidayah.
Adapun dengan mereka yang tidak berpuasa dan beda agama, maka sikap kita adalah memahami bahwa mereka memang tidak berpuasa. Seyogyanya, kita berperilaku biasa saja, ketika mengetahui umat beragama lain makan dan tidak berpuasa.
Toh, makannya mereka di hadapan kita tidak mempengaruhi tekad kita berpuasa, jika niat kita berpuasa memang bulat dan ikhlas.
Kita, tidak sontak minta dihormati dengan mungkin menghardik dan mengusir mereka dari hadapan kita.
Dan Nabi SAW, tidak pernah memaksakan kehendak dan agama pada pemeluk agama yang lain.