Mohon tunggu...
Abdullah Muzi Marpaung
Abdullah Muzi Marpaung Mohon Tunggu... Dosen - Seorang pejalan kaki

Tak rutin, tapi terus...

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

"Menikahlah Denganku"

19 Agustus 2020   18:16 Diperbarui: 19 Agustus 2020   18:36 237
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Cempaka nama saya", ujar perempuan berbaju kurung putih sambil agak membungkukkan badan.

"Sudilah kiranya Tuan singgah sekejap di rumah atok saya di tepi jalan itu. Bolehlah saya sediakan segelas air untuk melepas penat."

Itu adalah tanda yang nyata bagi Bujang Ramli, bahwa Cempaka ingin dirinya dipahami. Ia tak lagi sekadar menantang untuk dinikahi, melainkan ia ingin agar lelaki menyelami perasaannya. Bujang Ramli mengerti, itulah asal mula cinta yang sejati. Perasaan yang terselami dan dipahami. Karenanya, sangatlah ingin ia memenuhi permintaan perempuan itu. Akan tetapi...

"Banyak terima kasih Puan Cempaka. Maafkan, saya terpaksa meneruskan perjalanan. Saya terburu-buru. Kedatangan saya sudah ditunggu oleh Tuan Guru."

Pemuda itu tidaklah sedang menghindar atau berdusta. Ia memang sedang dalam perjalanan menuju sebuah perguruan untuk mempelajari ilmu agama dan bela diri. Ia diperintahkan oleh Ayahandanya untuk mempersiapkan diri.  Bujang Ramli bukanlah nama sebenarnya. Nama aslinya ialah Pangeran Abdurrahman, putera mahkota kerajaan seberang.

Cempaka kecewa dengan penolakan Bujang Ramli. Terlihat nyata pada perubahan air mukanya. Bujang Ramli yang dapat merasakan kekecewaan itu lalu berkata,

"Kalaulah Puan Cempaka berkenan. Tunggulah dua puluh purnama ke depan. Saya akan kembali ke jalan ini menjumpai Puan. "

Pemuda itu pamit dan meneruskan perjalanan. Tinggallah Cempaka seorang diri di jalan itu dengan wajah merona merah dan hati yang merekah.

Itulah hari terakhir Cempaka merayu lelaki yang melewati jalan itu. Duapuluh purnama ia arungi dengan banyak menenun kain dan mengaji. Orang-orang yang setengah gila terkena rayuan Cempaka satu per satu waras kembali. Hidup terus berlanjut di kampung kecil itu. Jalan depan rumah Mat Gani ramai kembali.

Kabar ini akhirnya sampailah pula ke telinga Raja. Raja dibuat senang karenanya. Lepas sudah satu kesedihan yang selama ini merundungnya. Walaupun pahit jalan ceritanya, Cempaka tetaplah anak dari adiknya. Cempaka adalah kemenakan yang harus ia jaga keselamatannya dengan tak mengorbankan marwah kerajaan.

Tak seorangpun tahu, Rajalah yang memohon kepada raja seberang yang masih satu garis keturunan dengannya untuk memerintahkan Bujang Ramli melewati jalan itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun