Mohon tunggu...
Abdullah Muzi Marpaung
Abdullah Muzi Marpaung Mohon Tunggu... Dosen - Seorang pejalan kaki

Tak rutin, tapi terus...

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

"Menikahlah Denganku"

19 Agustus 2020   18:16 Diperbarui: 19 Agustus 2020   18:36 237
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Tidak warasnya hampir separuh lelaki dewasa di kampung itu, belum lagi ditambah banyak lelaki dari kampung-kampung lain, akibat rayuan Cempaka tak hanya menciptakan kengerian.  Melainkan juga kemarahan. Meski disadari bahwa kejadian tak masuk akal itu terjadi juga karena gatalnya si lelaki, penduduk kampung menganggap Cempaka biang keladinya. Mereka, terutama perempuan, mendesak kepala kampung untuk mengusir Cempaka. Tak mempan. Kepala kampung malah menakut-nakuti orang kampung bahwa Cempaka itu sakti mandraguna. Jika dia diusir, musibah besar akan terjadi di kampung itu. Rupa-rupanya kepala kampung sudah mendapat petunjuk dari istana, agar Cempaka tak diusik.

"Puan..." Ucapan pemuda itu memecah kebisuan. Cempaka tersentak dari lamunan.

"Saya nak melanjutkan perjalanan"

Cempaka tergagap. Tiba-tiba ia merasakan perasaan yang asing. Ia tak ingin pemuda itu berlalu. Ia tak ingin kehilangan pemuda itu.

"Sekejap Tuan." Suara Cempaka sedikit serak. Entah apa sebab.

"Apakah saya tak layak untuk Tuan cintakan?"

Kali ini Bujang Ramli yang tergagap. Suara perempuan yang masih belum memperkenalkan namanya itu terasa seperti menyimpan lara, duka, dan terutama sepi. Ia seperti bisa merasakan penatnya jiwa dan raga perempuan itu.

Ya, sesungguhnyalah Cempaka memang sudah penat. Hampir satu purnama ia berseru, "Menikahlah denganku" kepada setiap lelaki yang melewati jalan depan rumah atoknya itu, selalu berakhir dengan lara. Ia sudah hampir sampai pada kesimpulan, bahwa cinta sejati itu tak ada. Siapapun lelaki pasti akan terpikat akan indahnya paras dan tubuh perempuan. Siapapun lelaki akan mencari-cari cara untuk mendapatkan itu. Seorang lelaki mungkin akan menikahi seorang perempuan atas nama cinta. Tapi Cempaka yakin lelaki itu akan bersedia mengorbankan cinta itu jika ada kesempatan mendapatkan perempuan lain yang lebih memesona.

Di sisi lain ia merasa kalaulah nanti ada lelaki hendak menikahinya, itu bukan karena dirinya. Melainkan karena kulitnya. Selaput tipis yang membungkus tubuhnya. Oleh sebab itu ia berencana dalam beberapa hari ini akan kembali berguru. Lepas itu ia akan terus di sana dan tak akan menikah selamanya. Ia telah muak dengan asmara meski belum pernah merasakannya.

"Mmm, bukan macam tu Puan. "Semua perempuan bolehlah mendapatkan cinta. Tapi saya tak kenal puan. Sayapun tak tahu siapa nama puan. Bolehlah kita berkenalan dahulu. Lepas tu, sama kita tengok apa yang terjadi"

Sikap Bujang Ramli betul-betul membuat Cempaka jatuh hati. Ia tersenyum. Elok parasnya menjadi bertambah elok dibuatnya. Berapa lama sudah ia tak tersenyum? Hati Bujang Ramli berdebar. Kalaulah tak kuat ia tahankan, mungkin ia sudah mabuk kepayang. Lelaki mana yang tak terpesona akan kecantikan perempuan? Apa lagi yang cantiknya hampir sempurna begini? Segera saja pemuda itu kembali menundukkan pandangan, sembari terus berdoa kepada Tuhan agar kokoh melawan godaan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun