3. Peran Manajemen Pendidikan sebagai Faktor Pendukung Menghadapi MEA
Pendidikan tinggi merupakan kelanjutan dari pendidikan menengah, bertujuan untuk mempersiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat dengan kemampuan akademik dan/atau profesional dalam menerapkan, mengembangkan, dan/atau menciptakan ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau seni. Perguruan tinggi memiliki tanggung jawab dalam menyelenggarakan pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat, di mana universitas sebagai bentuk perguruan tinggi terdiri dari beberapa fakultas yang menyelenggarakan pendidikan akademik dan/atau profesional dalam disiplin ilmu tertentu.
Perguruan tinggi bukan hanya alat penyedia tenaga kerja, melainkan juga menjadi wahana untuk mewujudkan cita-cita pembebasan bangsa. Pendidikan dianggap sebagai jalan menuju pembebasan yang terdiri dari dua tahap: pertama, kesadaran manusia akan pembebasan melalui praksis yang mengubah keadaan, dan kedua, proses tindakan kultural yang membebaskan. Perguruan tinggi diharapkan tidak hanya menghasilkan lulusan siap kerja, tetapi juga menciptakan lulusan yang mampu membuka lapangan pekerjaan dan memiliki pemikiran kritis transformatif.
Perguruan tinggi berkontribusi pada pembentukan human capital yang memiliki daya saing tinggi dalam menghadapi MEA. Shumpeter menekankan bahwa inovasi, sebagai motor produktivitas, diperlukan untuk menciptakan manusia berkualitas. Inovasi, dengan kreativitas tinggi, harus berorientasi global menurut Stigliz. Peningkatan kapasitas sumber daya manusia, sebagai perhatian utama, dapat dipercepat melalui investasi dalam human capital yang disusun secara sistematis.
Manajemen Pendidikan menjadi program yang mendukung perubahan paradigma dari job seeker menjadi job creator. Program ini menyediakan mata kuliah yang mendukung lulusan untuk memiliki orientasi sebagai job creator, dengan menanamkan nilai-nilai pendidikan, ekonomi, dan kewirausahaan. Manajemen Pendidikan dapat melahirkan lulusan yang memiliki hard skills dan soft skills.
Kemampuan kewirausahaan yang dimiliki lulusan dapat mendorong mereka untuk tidak hanya menjadi pelamar kerja, tetapi juga membuka lapangan pekerjaan. Lulusan yang mampu menciptakan lapangan pekerjaan baru berdampak pada penyerapan tenaga kerja dan pemerataan pendapatan. McClelland mencatat bahwa suatu negara dapat dikatakan makmur jika memiliki jumlah wirausahawan sebanyak dua persen dari total populasi penduduk.
Kemajuan wirausaha di Indonesia akan berkontribusi pada kemakmuran negara. Usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) memiliki peran penting dalam pembangunan dan pertumbuhan negara, seperti yang terlihat pada negara maju seperti Jepang, Jerman, Prancis, dan Kanada. UMKM dijadikan motor penting dalam pertumbuhan ekonomi, inovasi, dan progres teknologi.
Semakin majunya teknologi akan mendorong individu untuk terus melakukan inovasi. Melalui inovasi, dapat merubah orientasi dari menjadi importir menjadi ekspor. Namun, bagi UMKM, berorientasi ekspor tidaklah tanpa tantangan. Beberapa masalah yang dihadapi mencakup:
a. Terdapat hambatan-hambatan kelembagaan dan bisnis yang sulit dipecahkan oleh UMKM, karena:
- Kurangnya akses yang kuat ke pasar ekspor dan kurangnya informasi mengenai peluang pasar global serta persyaratan yang diperlukan.
- Kesulitan dalam menyesuaikan diri terhadap perubahan yang berlangsung cepat di pasar ekspor.
- Risiko besar terkait pembayaran dan penipuan produk ekspor, khususnya risiko pembayaran yang terlambat yang dapat merugikan perusahaan ekspor kecil yang bergantung pada pembiayaan harian.
- Biaya yang signifikan terlibat dalam kegiatan ekspor langsung, yang banyak UMKM tidak mampu tanggung karena keterbatasan modal kerja.
b. Tantangan Finansial
- Modal yang dimiliki oleh sebagian besar UMKM, terutama Usaha Mikro, sangat terbatas, mencakup tidak hanya modal kerja tetapi juga modal investasi.
- UMKM seringkali kurang mendapat dukungan yang memadai dari lembaga-lembaga keuangan dan penjaminan yang ada di Indonesia.
- Untuk mendukung para wirausahawan muda yang baru memulai usaha, dukungan diperlukan dari berbagai pihak, termasuk pemerintah, perusahaan, dan masyarakat.
Ketiga elemen ini saling terkait satu sama lain; inovator yang berhasil membuka lapangan pekerjaan, menyerap tenaga kerja, dan mencapai pemerataan pendapatan perlu dijaga oleh pemerintah melalui kebijakan yang mendukung pengembangan usaha. Bisnis besar dapat mendukung perkembangan usaha kecil, dan sebaliknya. Ada hubungan simbiosis mutualisme di antara ketiga elemen ini, yang dapat diilustrasikan sebagai berikut.