Selama ini BKKBN lebih terkonsentrasi pada upaya menaikan pencapaian peserta baru atau ganti cara ke metode kontrasepsi jangka panjang. Hampir di setiap seminar, pelatihan dan paparan program, pihak BKKBN selalu mengulas ini sehingga memberikan pemahaman kepada petugas KB di lapangan bahwa hal paling utama dalam program KB adalah bagaimana mencari peserta KB sebanyak mungkin agar LPP dapat ditekan.Â
Semuanya mengarah pada istilah menurunnya TFR, meningkatkan CPR, menurunkan unmet need, meningkatkan usia kawin, menurunkan ASFR.
Menurut pemahaman penulis, hal ini cenderung mereduksi peran, fungsi dan tanggung jawab BKKBN sebagai lembaga pemerintah yang menangani masalah kependudukan di Indonesia.Â
Seharusnya BKKBN punya strategi jitu dalam upaya membangun keluarga Indonesia yang berkualitas dan sejahtera. Apalagi saat ini dalam Sembilan Agenda Prioritas Pembangunan atau yang populer dikenal dengan 'Nawacita', pemerintah berupaya meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia (lihat nawacita poin ke 5).Â
Ini mengartikan bahwa tugas BKKBN menjadi kompleks. Tidak hanya sebagai lembaga kontrol pertumbuhan penduduk saja, tetapi juga berperan aktif dalam membangun penduduk Indonesia yang berkarakter yang tertuang dalam poin ke delapan nawacita: melakukan revolusi karakter bangsa.
Memang tak bisa dinafikan bahwa ada program BKKBN yang sudah berperan dalam pembangunan keluarga. Sebagai seorang petugas KB, penulis juga sudah menjalankan kegiatan tersebut seperti tribina, UPPKS, PIK dan program Genre. Namun program tersebut terkesan hanya sebagai pelengkap dan formalitas saja.Â
Belum ada dukungan serius dari BKKBN sendiri. Padahal untuk membentuk keluarga Indonesia yang berkarakter dan berbudi luhur, harus dimulai dari institusi keluarga dan pendidikan dengan menyasar generasi muda.
BKKBN perlu mereformulasi kembali sasaran dan program prioritas ke arah yang lebih strategis dan cerdas. Strategis artinya efektifitas tujuan membangun keluarga Indonesia yang berkualitas dan berkarakter bisa dicapai sesuai rencana. Sedangkan cerdas maksudnya menempatkan program unggulan dalam skala prioritas yang benar.Â
Agar nantinya BKKBN tidak perlu lagi bekerja keras. Karena di awal telah menerapkan grand desain program yang tepat, berkesinambungan serta sejalan dengan tujuan pemerintah. Karenanya agar tercapainya visi dan misi pembangunan Indonesia 2015-2019 maka BKKBN perlu menempatkan generasi muda sebagai sasaran utama program Keluarga Berencana.
Dalam strategi pembangunan nasional 2015-2019; pada poin pertama berupa dimensi pembangunan manusia, dijabarkan empat pokok kebijakan pembangunan.Â
Salah satunya adalah pembangunan mental dan karakter. BKKBN mempunyai program untuk mendukung peningkatan kualitas manusia dan masyarakat (baca: pembangunan karakter) dengan penguatan peran keluarga seperti menanamkan delapan fungsi keluarga, pendidikan dini melalui BKB holistik integratif, bina remaja dengan program genre, lansia dengan BKL dan ketahanan keluarga melalui UPPKS dan PPKS.
Sebenarnya program BKKBN yang tertuang dalam strategi pembangunan nasional 2015-2019 tersebut merupakan program lama yang telah dijalankan dan kembali dimuat dalam program tahun berikutnya.Â
Lalu mengapa program ini belum bisa mencapai tujuannya? Seperti yang telah dijelaskan, walaupun isu pembangunan keluarga merupakan hal yang strategis, tetapi program yang dijalankan tidak mendapat support maksimal di tingkat lapangan, dan juga karena sasaran yang dituju kurang tepat.
Padahal kita semua mengetahui bahwa sasaran yang paling ampuh untuk membentuk keluarga Indonesia yang berkarakter adalah generasi muda atau Milenial.Â
Berdasarkan data Proyeksi Penduduk Indonesia dari BPS, bahwa generasi yang berusia 20 -- 30 tahun akan disebut sebagai kelompok milenial.Â
Laporan memperlihatkan generasi ini menyumbang 23,95 persen dari total populasi Indonesia pada 2018 yang menurut proyeksi BPS jumlah penduduk Indonesia mencapai 265 juta jiwa.Â
Sedangkan tahun 2019, diproyeksikan akan sebanyak 23,77 persen dari total populasi yang mencapai 268 juta jiwa. hal tersebut berarti  satu dari lima orang di Indonesia adalah generasi muda.Â
Semua sepakat bahwa generasi muda adalah penerus bangsa. Kemajuan suatu bangsa bisa dilihat dari bagaimana generasi mudanya berkarya. Sedangkan generasi muda Indonesia saat ini sedang dalam kondisi darurat, karena kita sedang dilanda krisis moral (karakter).Â
Krisis tersebut antara lain berupa meningkatnya pergaulan bebas, maraknya angka kekerasan anak-anak dan remaja, kejahatan dan aksi premanisme di kalangan remaja, tawuran sekolah, penyalahgunaan obat-obatan, pornografi, aborsi. Masalah tersebut  hingga saat ini belum dapat ditangani dengan baik.
Hasil survei yang dilakukan BKKBN pada 2010 menunjukkan sebanyak 51 persen remaja di Jabodetabek tidak perawan lagi karena telah melakukan hubungan seks pranikah.Â
Hal serupa juga terjadi di kota besar lainnya. Misalnya saja di Surabaya tercatat 54 persen, Bandung 47 persen, dan 52 persen di Medan sudah tidak perawan.Â
Terlebih lagi yang terjadi di Yogyakarta di mana hasil penelitian pada tahun 2010 menunjukkan setidaknya tercatat sebanyak 37 persen dari 1.160 mahasiswi di Kota Pelajar tersebut menerima gelar MBA (marriage by accident) alias menikah akibat hamil maupun kehamilan diluar pernikahan.Â
Puncaknya adalah survei Komisi Perlindungan Anak Indonesia yang dilakukan terhadap 4.500 remaja di 12 kota besar seluruh Indonesia juga menemukan 93 persen remaja pernah berciuman, dan 62,7 persen pernah berhubungan badan, dan 21 persen remaja telah melakukan aborsi.
Dengan sedikit data dan fakta yang telah diungkapkan, sangat cukup dan beralasan jika penulis mengatakan bahwa generasi muda khususnya remaja Indonesia harus menjadi sasaran program strategis BKKBN yang wajib dikelola secara serius, simultan dan mendapat atensi penuh dari pemerintah dan segenap lapisan masyarakat.Â
Bisa dibayangkan apa yang akan terjadi jika Indonesia diwarisi oleh generasi mudanya yang amburadul. Generasi gagal yang suka tawuran, seks, dan kriminal. Sangat pantas kiranya apa yang terjadi pada bangsa Indonesia saat ini merupakan cerminan gagalnya kita membentuk dan menanamkan pendidikan moral terhadap generasi muda Indonesia di masa lalu dan sekarang.
Sudah saatnya BKKBN mulai membidik generasi muda sebagai "sasaran tembak" programnya. Jangan hanya menjadi program pelengkap yang terkesan formalitas untuk dikerjakan.Â
Pendidikan karakter sangat efektif bila disemai pada lahan generasi muda dengan media tanam institusi sekolah dan keluarga. Pendidikan karakter merupakan usaha yang dapat dilakukan untuk dapat memengaruhi karakter siswa atau remaja.Â
Menurut Kertajaya karakter adalah ciri khas yang dimiliki oleh suatu benda atau individu. Ciri khas tersebut adalah asli dan mengakar pada kepribadian benda atau individu tersebut, serta merupakan "mesin" yang mendorong bagaimana seorang bertindak, bersikap, berucap, dan merespon sesuatu.Â
Sedangkan menurut KBBI karakter merupakan sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dari yang lain. Dengan demikian karakter adalah nilai-nilai yang unik, baik yang terpatri dalam diri dan terejawantahkan dalam perilaku. Karakter secara koheren memancar dari hasil olah pikir, olah hati, olah rasa dan karsa, serta olahraga seseorang atau sekelompok orang.
Pendidikan karakter telah menjadi perhatian berbagai negara dalam rangka mempersiapkan generasi yang berkualitas, bukan hanya untuk kepentingan individu warga negara, tetapi juga untuk warga masyarakat secara keseluruhan.Â
Pendidikan karakter dapat diartikan sebagai the deliberate us of all dimensions of school life to foster optimal character development. Terjemahan bebasnya adalah usaha kita secara sengaja dari seluruh dimensi kehidupan sekolah/madrasah untuk membantu pembentukan karakter secara optimal.
Dalam buku Pengembangan dan Pendidikan Budaya & Karakter Bangsa: Pedoman Sekolah Tahun 2009 disebutkan bahwa nilai-nilai pendidikan karakter yang perlu ditanam berupa religiusitas, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, bersahabat/ komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial, dan tanggung jawab.
Menurut FW Foerster pendidikan karakter menekankan setiap tindakan berpedoman terhadap nilai normatif, adanya koherensi atau membangun rasa percaya diri dan keberanian, adanya otonomi yang menghendaki anak didik menghayati dan mengamalkan aturan dari luar sampai menjadi nilai-nilai bagi pribadinya, serta berciri keteguhan dan kesetiaan.
Jika BKKBN berani membuat terobosan dengan menjalin kemitraan penuh dengan institusi pendidikan dan keluarga dalam membidik sasaran generasi muda Indonesia, maka adalah suatu  keniscayaan jika tujuan membentuk keluarga berkarakter menuju Indonesia sejahtera dapat terwujud.Â
Hal ini akan menjadi sangat sempurna karena unsur-unsur pendidikan karakter dipadu dengan pembelajaran generasi berencana di Pusat Informasi dan Konseling di sekolah-sekolah atau di lembaga non formal lain.
Generasi muda Indonesia nantinya akan sangat paham dampak negatif penyalahgunaan obat terlarang. Mereka juga sadar akan bahaya penularan HIV AIDS dan infeksi menular seksual.Â
Selain itu remaja kita bisa mengisi kegiatan luangnya dengan hal yang produktif melalui program pengembangan diri, kecakapan hidup yang ada di PIK.Â
Konsentrasi mereka setidaknya akan bergeser untuk peningkatan kualitas diri, tidak melulu memikirkan pacar, gengnya, seksualitas, tawuran. Karena di dalam diri mereka sudah terpatri nilai-nilai pendidikan karakter yang membedakan mereka dengan generasi gagal sebelumnya.Â
Di samping itu mereka juga akan paham dan tahu pentingnya menjaga kualitas keluarga dengan dua anak cukup. Karena sedari awal sudah diberikan informasi dan sosialisasi kependudukan. Materi di PIK akan membuat mereka paham fungsi dan tujuan dari alat kontrasepsi serta penggunaannya di waktu dan tempat semestinya.
Karena mereka sudah dibekali dengan berbagai pengetahuan karakter dan kependudukan, maka nantinya mereka ini akan menjadi agen-agen perubahan yang bisa menduplikasikan pengetahuannya kepada lingkungan tempat mereka tinggal.Â
BKKBN tidak perlu lagi bekerja keras untuk mencari akseptor baru, tidak lagi memboroskan triliunan rupiah untuk sosialisasi dan pengadaan alokon.Â
Orang-orang nantinya akan secara sadar dengan sendirinya menjadikan KB (kontrasepsi) sebagai kebutuhan. Bahkan rela membayar untuk mendapatkannya. Karena mereka sudah paham dan yakin bahwa keluarga sejahtera yang berkualitas bukan ditentukan oleh kuantitas anggota keluarganya, tetapi ditentukan bagaimana mereka merencanakan, menentukan hidupnya dengan dua anak cukup.Â
Penulis berharap dengan adanya rebranding BKKBN yaitu dengan logo dan tagline baru di 2020 ini pola dan strategi yang dijalankan harus berubah sesuai target market BKKBN: Generasi Milenial.Â
Dengan harapan yang besar bahwa Milenial Indonesia mampu merencanakan kehidupannya, mengukir prestasi gemilang dengan cita-cita menciptakan keluarga berkualitas.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H