Era pandemi Covid-19 “menerjang” bumi ini dengan korban jiwa yang tidak sedikit. Fenomena ini juga dirasakan di nusatara ini khususnya negeri paling barat yang terkenal dengan sebutan “Serambi Mekkah” meskipun tidak sedikit warganya yang jauh dari nilai-nilai “Serambi Mekkah”nya.
Era pandemi masih menggema, namun roda dan semangat pendidikan tidak boleh luntur. Terlebih penuntut ilmu dengan usia yang sudah menanjak umur berkepala dua atau lebih di samping tugas dan kewajiban dalam keseharian baik di rumah atau pekerjaan atau dinas masing-masing.
Belajar level doctoral dengan mahasiswa “ureng ka syiek” tentunya suasananya berbeda tanpa mengurangi norma keadaban dan tatakrama di dunia taklim (belajar mengajar). Angkatan unit dua ini terasa hampa tanpa hadir beberapa “motivator” dan tokoh “kunci” meskpipun sebenarnya semua ada sfesifiknya tersendiri yang berbeda nuansa dan aura sehingga lewat perbedaan itu selalu “hidup” dan semangatnya belajar.
Suasana belajar dengan mata kuliah matematika (statistik) zoom telah dirintis dan di era ini meskipun terkadang dengan mata kuliah dengan label yang “menakutkan” dan memerlukan energy khusus dalam memahaminya seperti halnya dengan statistic.
Sentuhan dosen “bertangan dingin” kelahiran Pidie ini mampu meracik dengan segudang pengalaman menjadikan mata kuliah statistik dari status “maop” menjadi “santapan” yang “memuaskan” bahkan mampu di cerna dengan mudah.
Selanjutnya “jamaah” senior juga seorang cek gu di negeri Kutaraja kelahiran daerah Paru (Cubo), Pijay dengan tampilan sederhana bahkan sepintas terlihat jelas sosok apa adanya tanpa meninggalkan jejak dan tanda kandidat doctor itu. Abdul Aziz namanya dan AA (Abdul Aziz) sang senior berkacamata dan berkulit hitam manis meskipun umurnya sudah lanjut namun semangat masih membara dan menggebu-gebu. Memori kehidupan dengan negeri Cubo saat musim durian masih menjadi kenangan dan keinginan AA untuk kembali seperti kala itu, namun waktu itu tidak dapat di putar balik, biarlah itu menjadi kenangan indah untuk diceritakan kepada anak cucu kita bahwa hidup itu jihad dan perjuangan dengan kesabaran.
Bahkan pengalaman tak terlupakan perayaan maulid Nabi Muhammad perdana unit dua PAI Program S3 angkatan 2019 di adakan di “istana”nya sabagai ‘kado” istimewanya dan kenangan tak terlupakan sebelum hijrah ke MPA.
Perempuan tangguh yang mampu membagi waktu untuk “jak beut’ (kuliah).Empat srikandi di ruang tersebut, dua cek gu di wilayah negeri Blahdeh Seulawah meskipun lahirnya di Pidie, Erfianti M. Adam (bukan Erianti, terkadang sering salah sebut) lulusan magister negeri Hitler kerap “dueter” dengan salah cek gu berkulit hitam manis pencetus ungkapan“Jak Beut”.
Mengupas Kata-kata “hitam manis” terkenang kembali meretas memori lama sebuah lirik lagu sendu bombastis saat naik Bus BE dan L-300 era konflik tahun dengan bunyinya: “Hitam memang kulitmu biar hitam tapi manis di Eropa,…” yang di bawakan Asoka Band.
Salah seorang Srikandi bernama Maria Ulfa namanya tertera di absensi unit dua seorang Cek Gu di sekolah yang di bawah Yang Mulia Dr. Iqbal Muhammad, MA dan sekolah tersebut terletak di negeri yang dipimpin Mawardi-Waled.
Para skrikandi “murah tangan” termasuk “istri bupati Aceh Timur” membawakan “oleh-oleh” khas dan makanan ringan ke Balee “beut” dengan meniatkan pahalanya untuk orang tua dan segala arwah. Srikandi hebat selanjutnya Meutia Delima Ibr sosok wanita penganyom di “istina jeruji” besi yang kini bertugas bersama wanita binaanya di LP Perempuan Sigli. Perempuan murah senyum meskipun bukan berstatus guru atau dosen namun semangatnya meraih impiannya dan mimpinya dalam berjihad menggapai doctor penuh lika-liku dan penghambat terus dijalaninya.
Tentunya UAN sebagaimana dikatakan oleh Doktor Qiasmullah dengan pahala-pahala berantai dari murid dan cucu rohani sudah mendapatkan pahala tidak terhitung jumlahnya tentunya akan mendapatkan “tiket” surga? Hal sama juga bisa dirasakan cek gu atau “muallim lainnya baik guru ngjaji, teungku, guru atau dosen dan ulama sebagaimana disebutkan dalam hadist dari Abu Ma’ud Uqbah bin Amir berbunyi: “ Barangsiapa yang menunjuki kepada kebaikan maka dia akan mendapatkan pahala seperti pahala orang yang mengerjakannnya” (HR. Muslim n0. 1893)
Satu lagi ini tergolong unik, Tgk. Adek panggilan “jamaah” unit dua karena mahasiswa termuda dan enerjik serta mampu dan menjadi pahlawan saat genting, kerap memberikan solusi dan kemudahan jamaah unit dua dalam proses “jak beut” di doctoral UIN Ar-Raniry. Kerap membantu “jamaah” yang “gaptek” dalam kuliah. Terlebih saat belajar dengan aplikasi zoom dan sejenisnya kala Pandemi Covid-19 tiba hingga hari ini.
Kesibukannya Tgk Adek luar biasa selain mengajar di Dayah Jami’ah Al-Aziziyah (DJA) Batee Iliek, Samalanga, juga Kaprodi MPI IAIA Samalanga juga mengurusi orang tak mampu di PKH serta segudang kesibukannya lainnya namun kepiawaannya membagi waktu ini menjadi teladan untuk kita semua.
Berkat kegigihannya, kini Tgk. Adek menunggu promosi doctor tahun 2021 dan termasuk salah seorang nominator mahasiswa tercepat meraih doctor dalam usia yang masih terbilang muda itu. Putra lhok Weng Nisam berkacamata dan berkulit putih sawo matang ini dengan nama lengkap Tgk. Amiruddin, MA menjadi penyemangat dan motivator kaum tua dan senior serta kemurahan tangaannya ikut membantu “jamaah” beut lainnya.
Jamaah terakhir merupakan “penari jemari” yang merangkaikan lembaran yang tercecer dalam narasi yang terkadang amburadul, namun berusaha mencatat dan menggoyangkan jemari menulis sejumlah coretan untuk sejarah hari esok. Lelaki kelahiran Lamkawe Kembang Tanjung Pidie bertubuh kurus nan hitam tidak manis itu populer tersemat el-langkawi di akhir nama hanya pelengkap jamaah yang ke-15 di Balee Unit dua.
Menjadi "penonton" yang mendengar dan menyimak dengan setianya sehari-hari bertugas bolak-balik Ulee Glee-Samalanga menghitung angka meteran dan sesekali menemani “penghuni penjara suci” mengajarkan alif, bat tsa di balee dan bercerita dengan para maha di bangunan berlantai lima yang di bangun bapak Jokowi di Dayah MUDI Mesjid Raya Samalanga dan IAIA Samalanga.
Tulisan singkat merangkai selayang pandang merupakan imajinasi yang penulis rekam dalam keseharian para “jamaah beut” 15 orang unit dua angkatan 2019 di kampus Jantong Hatee masyarakat, Darussalam UIN AR-Raniry Banda Aceh menjadi catatan sejarah untuk hari esok dan menjadi renungan serta motivasi untuk penulis sendiri juga dan mungkin jamaah beut juga pembaca yang telah berkenan mengeja rangkaian kata yang di tulis via benda canggih berukuran empat persegi bermerek Oppo ini. Berharap maaf apabila ada kesalahan juga seuntai doa dan alfatihah diniatkan untuk kita semua.
Akhirul Kalam, penulis juga berharap ulasan singkat catatan akhir tahun ini, para jamaah Balee Beut unit dua menjadi lampu penerang kepada umat bukan hanya mengejar title dua huruf “Dr” juga ladang mengais pahala untuk hari esok kelak nantinya yang lebih baik sebagaimana petuah ayahanda Qismullah Yusuf an-nasyru (menyebar ilmu dan kebaikan) plus keikhlasannya bekal untuk ATM akhirat nantinya. Sudahkah kita melakukannya?? Semoga
Wallahu Muwaffiq Ila ‘Aqwamith Thariq
Tgk. Helmi Abu Bakar El-Langkawi
Jamaah “Balee Beut” (Mahasiswa) unit 2 PAI UIN Ar-Raniry Banda Aceh Program Doktoral Tahun 2019 tinggal di gubuk Blang Dalam, Ulee Glee, Pijay
Ditulis Tanggal 31 Desember 2020, Pukul 23. 58 WIB, Ulee Glee Pidie Jaya
.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H