Puas berkeliling, saya melambaikan tangan pada arca Dwarapala yang saling berhadapan di pintu selatan. Katanya ada juga yang di pintu utara, tapi tidak sempat ke sana. Arca setinggi manusia ini berada dalam posisi duduk, kaki kanannya terlipat atau bersila sementara kaki kirinya ditekuk berdiri di depan tubuh. Tangan kanannya memegang gada, sedangkan tangan kiri diletakkan di atas lutut kiri. Sebuah arca yang menyeramkan, sebenarnya. Perjalanan kembali ke kota Yogyakarta jelas akan melelahkan mengingat teriknya sinar matahari. Jalan desa yang sudah diaspal dan sepi dari kendaraan bermotor sudah menanti di depan. Paling tidak suasana pedesaan sedikit memberi hawa kesejukan. Apalagi nanti ada rencana mampir juga ke Candi Prambanan lewat jalan belakang, menyusuri sebuah kali yang entah namanya apa dan mencoba merasakan aura legenda yang begitu mahsyur. Hingga pada akhirnya kembali ke Bandung keesokan harinya dengan kereta api.[]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H