Mohon tunggu...
Ardi Bagus Prasetyo
Ardi Bagus Prasetyo Mohon Tunggu... Guru - Praktisi Pendidikan
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Seorang Guru Muda, ASN, lulusan Universitas Mulawarman tahun 2020, Pendidikan, Biografi, sepakbola, E-sport, Teknologi, Politik, dan sejarah Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Sri Lanka Bangkrut, Apa yang Sebenarnya Terjadi?

28 Juni 2022   07:40 Diperbarui: 28 Juni 2022   16:10 3109
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(hidayatullah.com/Potret Negara Sri Lanka)

Dua hari lalu kala membaca beberapa artikel dari beberapa website seperti cnnindonesia.com, liputan6.com, kompas.com, dan lain sebagainya semua memberitakan tentang "Kebangkrutan Sri Lanka" membaca lebih lanjut dari beberapa website  penyedia artikel tersebut ternyata fakta tersebut memang adanya. 

Tapi sebentar, jika kita mencoba menarik kembali ingatan kita hingga 24 tahun ke belakang tepatnya pada tahun 1998 tentu siapapun dari kita pernah mengetahui jika negara Indonesia pernah merasakan dampak terburuk dari krisis moneter yang melanda pada masa awal-awal digaungkannya era reformasi. 

Langkanya bahan pokok, mahalnya harga bahan pokok, bangkrutnya perusahaan-perusahaan di Indonesia, macetnya kredit beberapa bank di Indonesia, pecahnya demonstrasi di beberapa wolayah, hingga aksi kekerasan dan kejahatan yang merajalela menjadi gambaran pahit dan menyedihkan dari pengalaman Indonesia yang pernah mengalami krisis moneter pada akhir-akhir periode pemerintahan orde baru. 

Lalu, jika dikaitkan dengan fenomena yang terjadi di negara Sri Lanka, apa yang terjadi dengan negara tersebut? dan Sampai separah apa krisis yang terjadi hingga banyak media di Indonesia memberitakan kebangkrutan negara yang memiliki Ibu Kota Negara bernama Kolombo, Sri Jayawardennapura Kotte tersebut?

1. Efek Pandemi Covid-19

Dalam kurun waktu  tahun terakhir, hampir seluruh negra di dunia telah terlibat langsung mempertahankan keberlangsungan hidup masyarakat di negaranya dalam upaya melawan pandemi covid-19. 

Hingga tanggal 26 Juni 2022 saja melansir dari laman Our World in Data, data kasus baru dan kematian akibat wabah covid-19 telah mencapai total 543 juta kasus, sementara korban meninggal dunia akibat virus tersebut mencapai angka 6,33 juta. 

Beberapa negara dari berbagai benua mulai dari eropa, asia, amerika, afrika, hingga benua australia pun sebagian besar terlibat dalam upaya melawan pandemi covid-19. Tak terkecuali negara  Sri Lanka, berbagai kebijakan dan upaya telah dilakukan pemerintahan negara tersebut demi dapat bertahan. Kebijakan yang dikeluarkan di antaranya dengan menekan banyak pendanaan dan subsidi kepada masyarakatnya dalam menghadapi pandemi. 

Padahal jika melihat dari rekam jejaknya, pemerintahan Sri Lanka sendiri baru terbentuk secara formal pada tahun 2019. Namun, tak berselang lama pemerintahan tersebut berjalan, pandemi tiba-tiba melanda dan membuat para negarawan yang ada di dalam pemerintahan tersebut ketar-ketir menghadapi situasi darurat di awal pandemi. 

Akibatnya, subsidi besar-besaran yan diberikan kepada masyarkat pun dicabut  secara keseuruhan dan hal tersebut berdampak pada protes yang pecah di sana-sini  dari masyarakat. Krisis pangan yang meluas dan pengambilan kebijakan yang kurang tepat seakan mejadi pemicu makin buruknnya keadaan negara Sri Lanka dalam menghadapi situasi pandemi Covid-19.

2. Utang Luar Negeri yang Meningkat Tajam

Sri Lanka mengalami krisis ekonomi terburuk sejak merdeka dari Inggris pada tahun 1948. Negara di Asia Selatan itu gagal membayar utang luar negeri yang terus membengkak hingga imbasnya negara berpenduduk sekitar 21,92 juta orang pada tahun 2020 tersebut dikatakan bangkrut. 

Negara Sri Lanka dikabarkan telah gagal membayar utang luar negerinya sebesar US$ 51 miliar atau jika dirupiahkan sekitar Rp 729 trilliun (kurs Rp 14.300). 

Lalu mengapa negara tersebut gagal membayar utangya? Penyebab paling utama dirasakan di saat pandemi Covid-19 melanda, hampir 22 juta penduduk di negara tersebut mengalami kekurangan bahan makanan, bahan bakar minyak (BBM), serta pemadaman listrik berkepanjangan.

Sehingga, pemerintah dalam hal ini bekerjasama dengan Bank Central Sri Lanka melakukan upaya lain yakni berusaha memprioritaskan pemenuhan kebutuhan dalam negeri dan mengesampingkan kewajiban mencicil utang luar negeri yang mayoritas didapatkan dari Cina seperti dikutip dari pihak pemimpin Bank Central Sri Lanka (pada waktu setempat).

3. Proyek mewah nan ambisius mangkrak

Jika mendengar kata mangkrak, tentu dibenak kita akan teringat dengan satu isu yang pernah viral di Indonesia yakni wisma atlet. Namun, kita tak akan membahas tentang proyek mangkraknya proyek wisma atlet di Indonesia yang pernah mangkrak. Tetapi akan membahas tentang kebijakan Sri Lanka yang telah menghabiskan bayak uang untuk membangun proyek infrastruktur yang berasal dari pinjaman China sehingga ini membuat utang negara Sri Lanka kian menumpuk.

Pembangunan sebuah pelabuhan besar di Sri Lanka sudah menjadi beban keuangan semenjak mulai beroperasi. Kerugian yang ditaksir mencapai angka Rp 4,4 trilliun dalam kurun waktu 6 tahun.

Selain itu, pembangunan bandara senilai Rp 3 trilliun yang sempat mengalami macet karena pihak pemerintah yang tak mampu membayar tagihan listrik juga menambah buruknya  situasi ekonomi negara tersebut.

4. Salah prioritas

Pemerintah Sri Lanka telah menjadikan sektor pariwisata sebagai pendapatan ekonomi utama sehingga akibatnya menjadi salah perhitungan. Saat pandemi melanda dan segala aktivitas perjalanan antarkota dan negara menjadi sangat terbatas, dan imbasnya Sri Lanka harus mengalami kerugian yang banyak.

Mengandalkan bisnis pariwisata di masa pandemi sangatlah berisiko. Tahun 2020 dan 2021, pendapatan pariwisata untuk negara Sr Lanka menurun drastis dari tahun sebelumnya. Bahkan, kedatangan turis internasional sempat turun menjadi nol. 

Data dari ceidata.com, di tahun 2021, Sri Lanka hanya mendapatkan USD mn 261.416. Sedangkan pada tahun 2018, Sri Lanka mampu meraih pendapatan negara hingga USD mn 4.380.628.

Itulah beberapa penyebab yang menjadi pemicu munculnya krisis ekonomi di negara Sri Lanka dan sekaligus memberikan gambaran umum tentang apa yang sebenarnya terjadi di Negara tersebut. 

#SalamLiterasi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun