2. Utang Luar Negeri yang Meningkat Tajam
Sri Lanka mengalami krisis ekonomi terburuk sejak merdeka dari Inggris pada tahun 1948. Negara di Asia Selatan itu gagal membayar utang luar negeri yang terus membengkak hingga imbasnya negara berpenduduk sekitar 21,92 juta orang pada tahun 2020 tersebut dikatakan bangkrut.Â
Negara Sri Lanka dikabarkan telah gagal membayar utang luar negerinya sebesar US$ 51 miliar atau jika dirupiahkan sekitar Rp 729 trilliun (kurs Rp 14.300).Â
Lalu mengapa negara tersebut gagal membayar utangya? Penyebab paling utama dirasakan di saat pandemi Covid-19 melanda, hampir 22 juta penduduk di negara tersebut mengalami kekurangan bahan makanan, bahan bakar minyak (BBM), serta pemadaman listrik berkepanjangan.
Sehingga, pemerintah dalam hal ini bekerjasama dengan Bank Central Sri Lanka melakukan upaya lain yakni berusaha memprioritaskan pemenuhan kebutuhan dalam negeri dan mengesampingkan kewajiban mencicil utang luar negeri yang mayoritas didapatkan dari Cina seperti dikutip dari pihak pemimpin Bank Central Sri Lanka (pada waktu setempat).
3. Proyek mewah nan ambisius mangkrak
Jika mendengar kata mangkrak, tentu dibenak kita akan teringat dengan satu isu yang pernah viral di Indonesia yakni wisma atlet. Namun, kita tak akan membahas tentang proyek mangkraknya proyek wisma atlet di Indonesia yang pernah mangkrak. Tetapi akan membahas tentang kebijakan Sri Lanka yang telah menghabiskan bayak uang untuk membangun proyek infrastruktur yang berasal dari pinjaman China sehingga ini membuat utang negara Sri Lanka kian menumpuk.
Pembangunan sebuah pelabuhan besar di Sri Lanka sudah menjadi beban keuangan semenjak mulai beroperasi. Kerugian yang ditaksir mencapai angka Rp 4,4 trilliun dalam kurun waktu 6 tahun.
Selain itu, pembangunan bandara senilai Rp 3 trilliun yang sempat mengalami macet karena pihak pemerintah yang tak mampu membayar tagihan listrik juga menambah buruknya  situasi ekonomi negara tersebut.
4. Salah prioritas
Pemerintah Sri Lanka telah menjadikan sektor pariwisata sebagai pendapatan ekonomi utama sehingga akibatnya menjadi salah perhitungan. Saat pandemi melanda dan segala aktivitas perjalanan antarkota dan negara menjadi sangat terbatas, dan imbasnya Sri Lanka harus mengalami kerugian yang banyak.