Generasi Zilenial benar-benar dihadapkan dalam situasi yang tak sama sekali menguntungkan. Anda yang kelahiran tahun 1998, 1999, hingga 2000-an mungkin pernah melihat suatu fenomena yang akhir-akhir ini viral di Tiktok maupun di beberapa media massa seperti kompasiana, liputan 6, tv one news. dan lain sebagainya.Â
Bukan yang berhubungan joget-joget tidak jelas atau bahkan hal-hal viral yang biasanya mengandung sensasi yang kerap digoreng-goreng oleh para influencer.Â
Hal viral yang dimaksud adalah unggahan beberapa story mahasiswa yang di tahun 2022 ini yang sedang berjuang menyelesaikan skripsi khususnya bagi mahasiswa yang sedang menyelesaikan pendidikan di Fakultas Keguruan dan Ilmu Kependidikan atau jurusan perkuliahan lainnya yang mengatakan bahwa "Udah capek-capek kuliah dan dapet gelar tahun ini, eh tahun depan tenaga honorer bakal dihapus dan pengadaan cpns bakal ditiadakan".Â
Tentu pernyataan tersebut jika dibaca sepintas hanya akan tampak seperti suatu keluhan yang biasa diucapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Akan tetapi, jika dicermati secara mendalam ungkapan tersebut tak hanya mengandung suatu keluhan melainkan juga mengandung suatu makna konotatif yang juga sebagai kritik mendalam terkait dengan kebijakan pemerintah beberapa waktu yang lalu.Â
Dalam putusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Reformasi Birokrasi (Menpan RB) Tjahjo Kumolo, Nomor B/185/M.SM.02.03/2022 tertanggal 31 Mei 2022.Â
Dalam surat tersebut tertulis bahwa penataan ASN sesuai dengan ketentuan yang berlaku, maka diminta untuk dilakukan penataan, yakni penataan pegawai non-ASN (Aparatur Sipil Negara). Lebih jelasnya, Pemerintah terkait resmi melakukan penghapusan status pegawai honorer, baik di lingkungan kementerian maupun lembaga instansi pusat dan daerah.Â
Usut punya usut dari berbagai sumber serta referensi terkait seperti dari Tempo dan Viva.com, kebijakan tersebut diambil oleh pemerintah terkait dalam upaya ingin meningkatkan kualitas SDM serta membantu meningkatkan kesejahteraan para tenaga nonpegawai yang telah memenuhi syarat termasuk kinerja yang baik agar dapat menjadi PPPK atau CPNS melalui skema seleksi yang telah diatur oleh pemerintah atau pemangku kebijakan terkait.
Lalu yang menjadi pertanyaan, mengapa kebijakan tersebut diambil pemerintah padahal Indonesia sedang dalam fase pemulihan pasca dilanda pandemi yang sempat menyebabkan menurunnya secara drasitis ketersediaan lapangan kerja dan merosotnya kesejahteraan masyarakat di bidang ekonomi?
Ada beberapa penyebab yang menjadi alasan mengapa pemerintah terkait mengambil langkah penghapusan tenaga honorer di Instansi pemerintah baik pusat maupun daerah yakni sebagai berikut.
1. Mengacaukan kebutuhan formasi ASN yang telah direncanakan pemerintah
Penghapusan tenaga honorer sebenarnya bukan kebijakan lama, melansir keterangan dari Alex Denni selaku Deputi Bidang SDM Aparatur Kementerian PAN RB (Pendayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi) menyampaikan bahwa, tak semua pekerjaan yang ada di instansi pemerintah dikerjakan olehj ASN (Aparatur Sipil Negara). Ia juga menegaskan jika kebijakan penghapusan tenaga honorer sudah ada sejak tahun 2005 namun dalam eksekusinya kebijakan tersebut tak berjalan maksimal hingga saat ini (suara.com).
Berdasarkan pernyataan tersebut, dapat disimpulkan bahwa sejatinya pemerintah menghendaki penyediaan formasi pengadaan ASN sesuai dengan kuota formasi yang telah disediakan.Â
Maksudnya langkah yang diambil disesuaikan agar dapat menyesuaikan anggaran yang telah disediakan pemerintah. Serta tak terjadi ketimpangan serta disparitas yang lebar antara para pegawai berstatus ASN dengan pegawai nonASN sehingga dapat memperburuk kinerja dari masing-masing pegawai atau instansi pemerintah terkait.
2. Kekhawatiran Pemerintah Terkait dengan Penerimaan formasi penerimaan Tenaga Honorer yang tak berkesudahan
Rekrutmen tenaga honorer yang tak kunjung selesai ini memunculkan kekhawatiran yang dirasakan pemerintah. Padahal ada PP yang menjelaskan bahwa merekrut tenaga honorer dilarang.Â
Hal tersebut tertuang, dalam Pasal 8 PP No 48/2005 tentang pengangkatan Tenaga Honorer Menjadi CPNS (Calon Pegawai Negeri Sipil) selain itu, juga termaktub dalam pasal 96 PP No 49/2018 mengenai Manajemen PPPK.
3. Berkaitan dengan Kesejahteraan dan peningkatan mutu khususnya dalam bidang Pendidikan
Dalam potret bidang pendidikan misalnya, kesejahteraan guru yang berstatus nonASN senantiasa menjadi suatu perdebatan yang tak berkesudahan dan tanpa ada solusi yang saling menguntungkan kedua belah pihak bagi dari sisi si guru maupun pemerintah.Â
Situasi tersebut seakan telah menjadi de javu bagi kedua belah pihak. Dari sisi guru misalnya beban tanggung jawab sebagai seorang guru tentu sangatlah banyak.Â
Memahami tentang aspek pengajaran yang bersifat kompleks, memahami tahap-tahap administratif sebagai seorang guru, mengerti karakter beragam para siswa, hingga beban kerja tambahan seakan tak sebanding dengan gaji yang didapatkan guru honor di suatu sekolah.Â
Sementara dari sisi Pemerintah, Pemerintah juga tak sepenuhnya dapat menjamin kesejahteraan guru honor di suatu sekolah. Mengapa demikian, karena tanpa legalitas dan status yang tetap dimiliki seorang guru, pemerintah tak mampu menjangkau mana guru yang berkualitas dan mana yang tidak memenuhi kriteria di suatu sekolah apabila unsur-unsur politis telah terlibat di dalamnya.
4. Rencana Pemerintah dalam upaya transformasi sistem birokrasi
Alex Denni di beberapa kesempatan dalam keterangannya, juga menyampaikan bahwa dari total 4,2 juta ASN sebanyak hampir 38% berstatus sebagai pelaksana dan 36% merupakan guru dan dosen. Sekitar 14% merupakan tenaga kesehatan dan lain-lain, serta 10-11% merupakan pejabat struktural. Maksud dari transformasi birokrasi adalah memprioritas SDM unggul yang mampu berkinerja baik dengan menguasai fasilitas teknologi yang telah disediakan.Â
Tentu dalam praktiknya, ada beberapa pihak yang mau tidak mau, siap tidak siap akan merasakan dampak signifikan dari rencana transformasi sistem birokrasi yang akan dilaksanakan pemerintah terkait. Adapun dalam rencana transformasi digital akan dilakukan dengan upskilling atau re-skilling sehingga ASN bisa "naik kelas" dan mampu melaksanakan pekerjaan yang lebih straregis.Â
Banyak aspek yang perlu diperhatikan oleh pemerintah terkait yang mengacu pada kebijakan yang telah diambil dalam hal perencanaan penataan dan pemetaan kembali tenaga nonASN yang ada di lingkungan pemerintah baik pusat maupun daerah.Â
Selain itu, masyarakat juga perlu memelajari kembali kebijakan yang telah ditetapkan pemerintah agar tak terjadi kesalahpahaman serta disinformasi dari masyarakat luas tentang niat baik pemerintah dalam hal meningkatkan kesejahteraan dan kualitas masyarakat Indonesia di bidang pemerintahan.Â
Sudah sepatutnya, masyarakat dan pemerintah agar selalu bersinergi demi mewujudkan pembangunan bangsa Indonesia menuju arah yang lebih baik.
#SalamLiterasi
               Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H