Mohon tunggu...
Band
Band Mohon Tunggu... Supir - Let There Be Love

(PPTBG) Pensiunan Penyanyi The Bee Gees

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Anak Perempuan Ayah

16 Agustus 2024   19:44 Diperbarui: 16 Agustus 2024   19:46 98
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar pixabay.com

Aku ingin bercerai! Istri saya Prita mengatakannya, dan itu terasa petir di kuping.

Duduk saya bergeser tanpa rencana, saya meletakkan buku bacaan malam saya di meja makan berdua.
Lidah saya macet tak bisa mengatakan sesuatu, saya seperti tidak berhak lagi memandang semau saya kecantikan istri saya.

Kenapa? Akhirnya lidah saya melemas.
Kerna ku pikir ini lebih baik! Jawabnya.
Sehabis dua tahun kita?
Ya!

Mungkin lebih spesifik? Saya mendesak Prita.
Kamu pria yang terlalu baik! Jawabnya.

Jawaban Prita membuat saya termenung, kerna saya pikir, tak ada lagi yang bisa diperbaiki dari seorang pria yang terlalu baik. Dan ini tiba-tiba menakutkan saya.

Apa ini serius! Tanya saya berdesis.
Sangat! Jawab perempuan bojo itu.

Saya berdiri dan Prita masih duduk di seberang.
Biar saya mengambil ruang dan waktu dahulu sayang! Saya mengambil tangannya.
Aku sudah mengambil banyak waktu untuk itu Don! Jawabnya singkat.

Lalu saya meletakkan perempuan indah itu sendiri duduk di kursi kayu, saya melangkah masuk ke dalam kamar kerja saya, duduk di kursinya yang rileks dan memutar lagu-lagu dari The BeeGees, salah satunya The First Mistake I've Made.

Keesokan sorenya saya meninggalkan kantor lebih awal, menderukan kendaraan 6000cc untuk saya bisa segera mengejar batas kota.
Saya berhenti di rumah batu mertua saya, bapaknya Prita, dia terlihat sedang menebas pohon berbatang besar.

Wow! Ada apa anak lelaki manis! Lelaki kekar itu menyambut saya dengan nada serak, kapak digenggamannya di lempar sebarang. Dia memang kasar sekali. Saya menyadari bahwa sudah silam saya tak berjumpa dengan lelaki baya berotot ini.

Wow! Sepertinya ini masalah istrimu, my boy? Sergahnya. Lalu kami duduk di galeri bengkel di belakang rumah.

Bagaimana papa tau saya ada masalah?
Hah! Kau ke sini tidak bersama Prita bukan?   

Saya mengangguk, mata lelaki tajam itu menatapku bak pisau.
Prita minta bercerai, papa! Kata saya lurus.

Wow! Malaikat kecilku minta bercerai? Hahahah... hahahahah...Papa terbahak-bahak badannya berguncang, dan itu membuat saya tiba-tiba mendidih.

Heh pak tua, kau kira itu lucu sekali? Saya menghentak, sampai saya tak menguasai kata-kata sopan di hadapannya, saya berdiri dengan telunjuk mengarah ke wajah mertua gendut itu.

Dan tiba-tiba saja atmosfer kami mendadak senyap, papa berhenti tertawa seketika, mulutnya membuka, matanya menuju saya tanpa kedip, tubuh tambunnya diam membeku.

Namun cuma beberapa detik, tak lama kemudian wajah bangkot itu memerah, pipinya cubi dan bibirnya menahan senyum, tampak mimiknya berusaha menahan tawa yang bakal segera pecah.

Hahahahahah...anak lelaki manisku bisa galak sekarang? Hahahahaha... Lelaki dekat abad itu kembali terbahak lebih dahsyat, lengannya menepuk-nepuk sofa seperti membantu pelepasan tertawanya yang geblek.

Membikin amarah saya sampai di ubun. Orang tua brengsek! Jerit saya sembari berbalik pulang. Tetapi dia bangkit mengejar saya dan melingkari pundak saya dengan lengannya yang besar, seakan saya sahabatnya.

Hei, hei, oke maaf! Paruh baya itu mengarahkan saya berbalik dan kami kembali ke sofa duduk.
Tenanglah! Katanya sambil bergeser merapat ke tubuh saya. Lalu dia mendekatkan mulutnya ke telinga saya dan membisikkan kata-kata yang dengan cermat bisa saya dengar di gendang telinga saya.

Oke? Katanya setelah selesai membisik.
Oke! Thanks! Jawab saya mengangguk.

Pulanglah, my boy! Tenang saja! Kata mertua pria itu menepuk bahu saya.
Lalu saya mencium tangannya dan melangkah pulang.

Di sepanjang perjalanan pulang, saya merasa santai tidak grasa-grusu untuk ngebut menggapai rumah tangga saya.

Sehingga saat malam mulai turun menghapus sore, saya sudah memarkir kendaraan brisik saya di muka rumah. Perlahan saya menuju pintu depan rumah dan kaki kanan saya terangkat mengambil ancang-ancang untuk menendang sekuat kayu pintu itu.

Gedubrak! Suara tendangan di pintu gemuruh. Prita! Buka pintunya! Teriak saya keras sekali. Saya lanjut menendang pintu kedua kali brak! Prita! Jerit saya.

Iya, mas. Tunggu! Suara Prita dari dalam terdengar, setengah berlari dia membukakan pintu.
Lama amat, sih! Bentak saya
Iya, mas. Maaf!

Saya melangkah, lalu membujur di sofa tengah, Prita terlihat menunduk.
Sekarang sediakan minum, terus siapkan handuk, saya mau mandi mengerti? Sergah saya sengit.

Baik mas! Prita melangkah cepat ke dapur membuat minuman dan menghidangkannya, lalu kembali berlari ke lemari pakaian mengambil handuk dan salin saya.

Sebelum shower, saya memintanya dengan tegas untuk segera masak untuk makan malam saya.
Baik mas! Jawabnya lembut dan segera dia terdengar demikian sibuk memasak di dapur. 

Sehabis hidangan tersedia di meja, saya dan Prita duduk dan makan.
Kau istri saya, dan harus duduk di sebelah kiri saya, menemani saya makan bersama saya. Mengerti? Kata saya memerintah.
Iya mas, Prita mengerti! Jawabnya patuh.

Selesai santap, saya mengatakan kepadanya, bahwa dia harus mencuci perkakas makan dengan bersih dan saya tidak bisa lagi membantunya mencuci piring seperti biasanya. Prita terlihat mengangguk patuh dengan perintah-perintah saya.

Dan ketika tiba malam mengiring kami ke peraduan, diatas ranjang, istri saya Prita tiba-tiba memeluk lengan saya dengan erat.

Kenapa? Tanya saya dengan kaku.
Mas, Prita tidak akan lagi meminta cerai! Suara perempuan cantik itu lembut.

Saya menjadi terdiam, pandangan mata saya menembus lewat kaca jendela kamar ke gelap malam yang pekat, dan saya berpikir kembali, apa yang sudah dibisikkan mertua saya tadi sore di rumahnya. 

Saya merasa menyesal mengikuti saran bisikan mautnya, untuk memperlakukan Prita sesuai dengan keinginannya.
Saya tidak akan dan tidak bisa melakukan kekerasan atas nama cinta, seperti yang telah dia lakukan kepada putrinya.

Saya harus  memutus Prita, untuk berhenti mempercayai pria yang menyakitinya hanya karena sangat mirip dengan ayahnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun