Pulanglah, my boy! Tenang saja! Kata mertua pria itu menepuk bahu saya.
Lalu saya mencium tangannya dan melangkah pulang.
Di sepanjang perjalanan pulang, saya merasa santai tidak grasa-grusu untuk ngebut menggapai rumah tangga saya.
Sehingga saat malam mulai turun menghapus sore, saya sudah memarkir kendaraan brisik saya di muka rumah. Perlahan saya menuju pintu depan rumah dan kaki kanan saya terangkat mengambil ancang-ancang untuk menendang sekuat kayu pintu itu.
Gedubrak! Suara tendangan di pintu gemuruh. Prita! Buka pintunya! Teriak saya keras sekali. Saya lanjut menendang pintu kedua kali brak! Prita! Jerit saya.
Iya, mas. Tunggu! Suara Prita dari dalam terdengar, setengah berlari dia membukakan pintu.
Lama amat, sih! Bentak saya
Iya, mas. Maaf!
Saya melangkah, lalu membujur di sofa tengah, Prita terlihat menunduk.
Sekarang sediakan minum, terus siapkan handuk, saya mau mandi mengerti? Sergah saya sengit.
Baik mas! Prita melangkah cepat ke dapur membuat minuman dan menghidangkannya, lalu kembali berlari ke lemari pakaian mengambil handuk dan salin saya.
Sebelum shower, saya memintanya dengan tegas untuk segera masak untuk makan malam saya.
Baik mas! Jawabnya lembut dan segera dia terdengar demikian sibuk memasak di dapur.Â
Sehabis hidangan tersedia di meja, saya dan Prita duduk dan makan.
Kau istri saya, dan harus duduk di sebelah kiri saya, menemani saya makan bersama saya. Mengerti? Kata saya memerintah.
Iya mas, Prita mengerti! Jawabnya patuh.
Selesai santap, saya mengatakan kepadanya, bahwa dia harus mencuci perkakas makan dengan bersih dan saya tidak bisa lagi membantunya mencuci piring seperti biasanya. Prita terlihat mengangguk patuh dengan perintah-perintah saya.
Dan ketika tiba malam mengiring kami ke peraduan, diatas ranjang, istri saya Prita tiba-tiba memeluk lengan saya dengan erat.