Pemusik tidak ada yang berani mendekat, pinggul Isabela begitu besar dan membutuhkan ruang yang besar untuk bergerak.
Penonton lelaki bersuit-suitan, gembira dan excited. Beberapa penonton ikut bergoyang, Isabela melarang orang-orang mendekatinya.
Pinggulku tidak cocok dengan hal-hal kecil, orang-orang kecil dan tempat-tempat kecil! Begitu syair lagi riangnya, membuat lelaki-lelaki bertubuh kecil minggir terkekeh-kekeh.
Sampai biduan ini jeda akhirnya, untuk mengambil tempo, dia berdiri bagai stand-up.
Hei Isabela, bagaimana dengan pinggulmu? Penonton di depan berteriak jenaka.
Hei shut up! Pinggulku adalah pinggul yang bebas, mereka tidak suka ditahan, pinggul ini tidak pernah diperbudak! Katanya tegar. Orang bertepuk tangan.
Kemana pinggulmu pergi malam ini? Tanya seorang lelaki cunihin.
Hei sok tampan! Pinggulku pergi ketempat yang ingin dia tuju, dia akan melakukan apa yang dia ingin lakukan! Paham lelaki-lelaki? Isabela berkata dengan suara alto berat.
Bravo-bravo! Â Penikmat kafe semua hormat dan aplaus. Sebelum Isabela mengakhiri stand up dan menghilang untuk nanti episode kedua.
Saya begitu menikmati pertunjukan Isabela yang menawan dan karakteristik. Meski diantara santapan di meja yang belum tuntas, saya masih merenungi panggung yang kembali berwarna kalem dengan musik lembut instrumentalia.
Masih tergambar show pinggul isabela yang penuh nilai dan gairah. Tiba-tiba saya menjadi kurang berselera menghabiskan steik yang masih setengah teronggok.Â
Saya berdiri dan meletakkan duapuluh lima dolar dan meninggalkan meja. Berjalan keluar kafe, padahal malam masih sangat muda, tapi saya begitu berniat untuk pulang.
Saya menghidupka vehicle dan keluar kantung parkir membelah side way ke jalan utama untuk melebihlajukan kendaraan truck saya.