Akhirnya saya duduk di kursi taman untuk mengaso, sembari membiarkan pagi berangkat pergi. Masih bertanya-tanya semestinya ada yang menanam bunga itu, tapi bunga itu begitu natural, tumbuh begitu cepat dan alami.
Saya pun teringat kertas surat yang saya temukan di bunga itu, dan beruntung celana kerja saya belum dicuci seminggu ini, merogoh  saku celana, saya masih menemukan kertas tulisannya meski sedikit kumel.Â
Sekali lagi saya membacanya dan menggenggamnya.Pasti ada orangnya! Batin saya. Dan saya berniat stay, dan berharap dia datang hari ini.
Saya menunggunya, hingga sore turun dan akhirnya tidak berharap dia tiba.Â
Namun saat saya beranjak pulang, seorang perempuan terlihat memasuki taman. Dia berjalan lurus ke arah rerumpunan bunga di tepi jalan.Â
Saya terkesiap dan segera menguntitnya hingga tiba di tanah bunga-bunga, dia tepekur sambil tangannya membelai helai-helai bunga.
Saya mendekati dan memandang wajah perempuan itu, masih begitu muda dan cantik. Dia bangkit dan menyapa saya.
Terima kasih bapak, untuk tidak memotongnya! Ucapnya halus. Saya manggut dan melihatkannya kertas tulisan. Dia meraihnya dan mengatakan bahwa itu tulisan tangannya.
Maaf nona, saya pikir saya harus memotong bunga-bunga ini! Kata saya. Tampak wajah perempuan itu seketika mendung sampai akhirnya dia memohon.
Please bapak, beri saya waktu satu hari ini terakhir menikmati bunga-bunga ini! Pintanya.
Saya menarik udara panjang. Baiklah nona, sampai hari ini saja. Besok terpagi saya harus membersihkannya, atau saya bisa dipecat! Jelas saya.Â