***
Tak terasa pagi berputar kembali seperti kemarin. Saya sudah hampir tiba di taman kota kemarin, untuk menyapu daun-daun jatuh dan sisa irisan rumput yang tertinggal.
Mendekat sisi batas taman, saya menampak rumpun bunga kemarin yang saya luputkan. Terlihat semakin indah dan mekar lebar.
Saya mengabaikan tugas sementara, untuk bergegas mendekati bunga di tepi jalan. Berjongkok, dan menikmati pesona bunga rona warna itu.
Ketika saya menyibak rumput potong yang di sekelilingnya, saya menemukan lipatan kertas berwarna pastel yang pula sewarna bunga.Â
Saya memungut dan membukanya, terbaca tulisan tangan indah, saya pikir perempuan. Terima kasih untuk tidak memotongnya. Â Sukak! Begitu tertulis.
Saya pun mengantongi kertas itu sembari memandang berkeliling, tapi tak nampak seorangpun, hanya pagi dengan embun yang sudah lewat.
***
Tiga hari saya tak bekerja di taman kota, dan hari keempat saya kembali untuk menebas rerumputan yang bakal memanjang. Â
Saya tiba di sana, memanggul motor pemotong dan mendekap tangkai pisau putarnya lalu mulai bekerja.Â
Ketika saya beralih ke spot terakhir yaitu lokasi bunga di tepi jalan kemarin, saya berpikir bahwa bunga di tepi jalan telah selesai dan mati.
Namun saat saya tiba, saya mendapati rumpunan bunga yang lebih meluas, memanjang bersisian dengan jalan, rona warna semakin berarak segar. Bunga-bunga itu menjadi rimbun memenuhi batas tepi taman dan jalan.
Saya terduduk sendiri, dan berpikir apakah mesti membabatnya demi kerapian taman sesuai perintah atasan, namun saya merasa iba untuk menghabisi bunga-bunga di tepi jalan.