Dan kami melangkah masuk kedalam kamarnya yang dingin dan bernuansa harum. Saya berjalan di belakangnya dan dia tidak berniat menghidupkan lampu kamarnya.
Perempuan indah itu berhenti dan berbalik menghadap tubuh saya, mendekatkan wajah flawlessnya, begitu dekat, begitu parfume. Dan bibir kami pun bertemu. Â Dia membiarkan mantel handuknya jatuh ke atas karpet lantai. Sehingga kami berdekapan dalam outfit renang, dan saya menggerakkannya ke atas bed lembut motel dan kami masuk ke dalam percintaan yang mulai intens.
Namun bersamaan itu pula saya mendengar satu suara, saya pun mengangkat kepala saya dari benaman tubuh hangat wanita itu. Dan saya melihat seorang anak lelaki berumur sekitar lima tahunan, berkulit gelap, dia terlihat bertelanjang kaki dan dia berdiri di pinggir ranjang kami.
Hei nak! Apa yang kau inginkan? Tanya saya kepada anak lima tahun itu.
Apakah anda memiliki botol kosong? Anak itu bertanya dengan suara polos.
Tidak! Saya tidak punya satu botol kosong pun! Jawab saya.
Saya melihat sekilas paras anak itu, dia tampak kecewa, lalu dia berjalan keluar kamar dan meninggalkan kami yang masih tergolek di kasur.
Aku pikir pintu kamar telah terkunci! Kata perempuan di sanding saya.
Apakah kau mengenalnya? Tanya saya.
Anak itu hendak berkirim surat! Jawab wanita saya ini.
Berkirim surat? Tanya saya.
Ya! Katanya.
Saya juga akhirnya berpikir demikian, anak itu sangat ingin segera mengirim puisinya dengan surat di dalam botol.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H