Ketika saya mendapat hari pantai yang panas, sore turun begitu lambat seperti sengaja menahan temperatur diatas 34 derajat, pohon dan semak yang semula hijau mulai menyudutkan daunnya kesudut yang paling pojok, mereka menghindari matahari. Tapi inilah yang saya inginkan, suhu tropis bulan Juli yang menyenangkan buat berjemur dan berenang.
Saya sudah selesai melahap dua kali putaran kolam renang, sementara perempuan yang baru saya kenal itu, masih tertinggal berenang di belakang selama 5 menit dari saya.
Saya pun mentas, naik dan membiarkan air di kulit tubuh saya berjatuhan di tepi kolam sambil memandang perempuan baru itu menyelesaikan putarannya. Dia tersenyum cantik, parasnya terlihat glowing di kebasahan dan saya membalasnya dengan berusaha simpatik.
Axel! Kata saya menjulurkan lengan. Dan dia menyambut tangan saya sekaligus untuk berpegangan menaikkan tubuhnya.
Geraldine! Balasnya tertawa.
Perempuan itu mengibaskan beberapa helai benang air di rambut pirangnya, butirnya berjatuhan hingga mencapai tubuh saya. Saya sebagai lelaki sopan memberikannya handuk, lalu dia menghapus basah di tubuhnya yang berbalut bikini tali, yang memperlihatkan lekuk tubuh indahnya yang terbuka.Â
Saya sama sekali tidak berpikiran kurang ajar karena menatapnya, hanya sedikit terpana dan membatin. Holly Sh*t! Whatta marvelous body!
Apakah anda sendiri? Perempuan itu bertanya tanpa canggung. Tangannya berkacak di pinggangnya yang ramping, sementara perutnya yang rata berkilat membasah diatas bikini bawahnya yang rendah.
Ah! Iya. Saya masih sendiri! Jawab saya.
So! Barangkali kita perlu sedikit minum soda? Ajaknya. Tentu saja nona, dengan senang hati! Jawab saya gentle.
Lalu kami mulai berjalan balik menuju cafe taman, namun sebelumnya perempuan indah itu meneriakkan ke ARTnya untuk mengawasi kedua anak kecilnya yang sedang berenang di kolam cetek.
Kau jaga hati-hati! Perintahnya. Baik Nyonya!
Lalu kami berjalan berdampingan menuju cafe teduh yang jaraknya sepelemparan batu dari swimming pool.
Well! Kami hanya bertiga! Katanya menerangkan saat saya menanyakan lebih private sebagai tata krama. Perempuan itu berbicara anggun, tubuhnya yang semampai bergerak bersama irama langkah kaki jenjangnya yang memutih menggoda di sela kamerjas handuknya.
Tiba di meja bertaplak kotak-kotak dia memesan soda dan saya mengorder sekaleng bir, lalu kami berdua menghirup liquid masing-masing seperti melepas atmosfer yang memanas.
Bagaimana pekerjaan anda? Lady itu bertanya.
Saya pikir bagus, saya menulis puisi! Terang saya.
Sangat menarik, saya selalu tertarik kepada lelaki yang menulis puisi! Jawabnya antusias.
Lalu kami menghabiskan minuman.
Pantai ini terlalu humid! Cetusnya. Setuju sekali! Saya mengiyakan di tengah  obrolan singkat kami.
Bagaimana jika kita berbincang di kamar saya? Disini teramat panas! Lanjut wanita molek itu, dan tampak benar di leher indahnya mulai mengembun keringat.
Okay! Tidak masalah! Sahut saya sembari berdiri dan mengambil lengannya. Lalu kami berpegangan tangan menuju deretan kamar-kamar motel. Tak begitu jauh kami tiba di kamar #17, lalu tangan lentiknya dengan sigap membuka kunci pintu yang masih manual.