Mohon tunggu...
Band
Band Mohon Tunggu... Supir - Let There Be Love

(PPTBG) Pensiunan Penyanyi The Bee Gees

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Harus Legowo jika STY Bukan Pilihan yang Tepat

31 Januari 2022   12:14 Diperbarui: 31 Januari 2022   12:27 190
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dedik sebagai penyerang kesayangan Shin Tae-yong, mesti terus digenjot di setiap laga, karena Dedik bener-bener strike one! Cuma saja hingga saat ini belum beruntung menciptakan gol, mungkin itu karena STY sibuk dengan jalur kanan-kiri Witan-Asnawi, Arhan-Ramai. Sedang di tengah sibuk dengan Kambuaya dan Dimas. 

Jadi jarang skema serangan dibuat untuk menjadikan Dedik sebagai targetman, malah kadang-kadang Dedik dijadikan dummy, sehingga Dedik benar-benar harus sebagai strike-one. Ini salah satu hal yang ganjil, ketika gol-gol yang diperolehTimnas bukan dihasilkan oleh penyerangnya.

Rada bingung juga, ketika kualitas individu pemain nasional mulai merata di level young and rich, pelatih Shin Tae-yong belum juga bisa memadukannya menjadi kesebelasan hebat. 

Barangkali pelatih Shin orang yang agak peragu, terlalu banyak setelan dari mulai personal skill, positioning, sampai formasi lineup, sering berubah-rubah, kadang oke, kadang tidak karuan. Mungkin juga overthinking, apa mungkin juga masalah bahasa, ya?

Pelatih Timnas harus mulai membangun karakter timnas sehingga menjadi signature, baik itu secara team maupun individu pemain. Mumpung pemain muda nasional tumbuh semarak dengan kepintaran yang tidak pernah kita duga sepengalaman sepak bola Indonesia selama ini. 

Sebab pasti deh kelihatan di lapangan, performa timnas begitu gampang berubah seperti cuaca, yang menandakan bahwa penanganan kepelatihan belum sepernuhnya dimengerti padahal pemain-pemain kita sedang menuju skill dan knowledge yang melewati standar yang biasa kita temukan pada timnas-timnas terdahulu.

Contohnya timnas Timor Leste, yang mungkin pertandingannya tidak banyak dilihat oleh kita, ternyata mereka memliki konsistensi sama di laga leg-1 maupun leg-2, sedang kita naik turun.  

Kaki-kaki kuat, ball possession, stamina,lari kencang, menang duel dan pola penyerangan yang baku, sudah mereka miliki, tinggal mereka harus mencapai skill standar pemain yang merata dan itu hanya soal waktu. Berbeda dengan Timnas Indonesia dengan bakat yang melimpah, tapi tidak kunjung menemukan bentuk yang solid, tak peduli kalah atau menang.

Apakah harus menanti lagi ke pegelaran selanjutnya, apakah Timnas masih saja menjadi sebuah Timnas yang disetiap pertandingannya membuat deg-degan karena takut kalah?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun