Entahlah! Bunga menangis terus ketika mekarnya tak pernah di beritakan! Jawab perempuan itu.
Mereka lebih bersuka cita di tempat yang telah mati! Perempuan itu tersenyum.
Kami telah dilemparkan kembali dengan sisa tergila-gila hanya karena senyum yang terlewatkan atau kata tambahan.
Aku meniup uap ke udara, lalu meninggalkannya bersama taman bunganya.
***
Hari hujan, entah hari keberapa, aku masih menulis walaupun di dalam kebohongan. Aku mencoba menanam bunga untuk belajar hingga akhirnya dihargai untuk bisa masuk ke ruang bunga seperti lebah memilih dari kekasih bunganya yang banyak. Tapi halaman ini telah reyot membuat ku sebagai satu-satunya tampak seperti kumbang buluk.
Terlihat seorang tukang menyapu sampah, Â tapi dia terhenti kerna sampah tak pernah berhenti. Aku mendekatinya dan melamuninya.
Apakah yang kau lakukan? Aku menyapanya.
Menyapu sampah! Jawabnya.
Bisakah?
Penyapu itu menggelengkan kepalanya yang terkepung sampah, sementara aku menyerpihkan sampah-sampah di sekeliling telinganya, sambil membisikkan.
Kitalah sampah!